Kamis, 26 Februari 2015

RESUME BK 1

Makna dan Posisi Serta Urgensi  Bimbingan dan Konseling dalam Praktek  Pendidikan
http://www.te2n.com/wp-content/uploads/2012/08/bimbingan-konseling-di-sekolah.gif
Pengertian bimbingan dan konseling
              Bimbingan berasal dari kata to guide kemudian menjadi guidance yang mempunyai arti menunjukkan, membimbing, menuntun, ataupun membantu. Yang mana bimbingan di sini diberikan kepada orang atau sekelompok orang yang mengalami maladjusmen, yaitu kegoncangan pribadi, konflik batin, salah aturan, stress dan lain-lain.
               Years’s Book of Education 1995 menyatakan bimbingan adalah suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.
Stoops dan Walquist menyatakan bimbingan adalah proses yang terus-menerus dalam membantu perkembangan individu untuk mencapai kemampuannya secara maksimum dalam mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat.
                Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan”.
Sedangkan konseling diambil dari bahasa Inggris counseling dulu diterjemahkan dengan penyuluhan (bersifat umum), sekarang diartikan konseling itu sendiri (bersifat spesifik mengenai kejiwaan). Pelayanan konseling merupakan jantung hati dari usaha layanan bimbingan secara keseluruhan (counseling is the heart of guidance program). Konseling adalah bantuan pertolongan, tuntunan yang di berikan kepada seseorang untuk mengatasi kesulitan atau masalah secara langsung berhadapan muka atau face to face relation untuk mencapai kesejahteraan hidup.
Rogers (1942) menyatakan konseling adalah serangkai hubungan langsung dengan individu yang bertujuan untuk membantu dia dalam merubah sikap dan tingkah lakunya.
Sedangkan konseling menurut Prayitno dan Erman Amti (2004: 105) adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.
Dengan demikian, pengertian konseling adalah kontak antara dua orang (yaitu konselor dan konseli) untuk menangani masalah konseli, dalam suasana keahlian yang laras dan terintegrasi, berdasarkan norma-norma yang berlaku, untuk tujuan-tujuan yang berguna bagi konseli.
Kondisi bimbingan dan konseling di sekolah
Bimbingan Konseling (BK) seolah menjadi topik yang tidak menarik untuk dibicarakan. Padahal, jika kita merujuk ke negara yang pendidikannya maju, seperti Amerika Serikat, Singapura, bahkan Malaysia, peran guru BK sangat diperhatikan. Sedangkan di Indonesia isu tentang BK menjadi isu yang belum terlalu menjadi sorotan, kalaupun ada, namun bukanlah menjadi sorotan nasional tetapi hanya sekedar sorotan lingkup daerah saja. Gerakan yang terlihat malah dari daerah, bahkan dari sekolah-sekolah. Isu BK seperti ini mengakibatkan sekolah-sekolah tidak memiliki paradigma yang tunggal terhadap BK.
Ada beberapa paradigma yang berkaitan dengan BK di sekolah:
1.    Sekolah yang sadar betul pentingnya BK untuk membangun karakter peserta didik/siswa.
2.    Sekolah yang sadar akan kedudukan BK dalam pembentukan pribadi peserta didik, tetapi tidak didukung oleh materi, tenaga dan yayasan atau pemerintah.
3.    Sekolah yang masih menerapkan manajemen BK “jadul”. Guru BK masih dianggap sebagai polisi sekolah, hanya menangani orang yang bermasalah.
4.    Sekolah yang belum memiliki manajemen BK. Penyebabnya bisa karena belum ada tenaga, atau tidak ada yang tahu sehingga tidak ada yang memulai, atau bisa juga karena masalah finansial, atau menganggap tidak perlu.
Landasan psikologis bimbingan dan konseling
Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang:
1.    motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang berperilaku.
2.    konflik dan frustasi, menurut Syamsu Yusuf (2009: 166)  frustasi dapat diartikan sebagai kekecewaan dalam diri individu yang disebabkan oleh tidak tercapainya keinginan
3.    Sikap, Sarlito Wirawan Sarwono (Yusuf, 2009: 169) mengemukakan, bahwa “sikap adalah kesiapan seseorang bertindak terhadap hal-hal tertentu”.
4.    pembawaan dan lingkungan, berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk dan mempengaruhi perilaku individu
5.    perkembangan individu, berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial
6.    penyesuaian diri, Proses penyesuaian diri menimbulkan berbagai masalah terutama bagi diri sendiri. Jika individu berhasil memenuhi kebutuhannya sesuai dengan lingkungannya dan tanpa menimbulkan gangguan atau kerugian bagi lingkungannya, hal itu disebut”well adjusted” atau penyesuaian dengan baik. Dan sebaliknya jika individu gagal dalam proses penyesuaian diri tersebut disebut “maladjusted” atau salah suai.
7.    Belajar, Secara psiklogis belajar dapat diartikan sebagai proses memperoleh perubahan tingkah laku, baik dalam kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Dalam kegiatan belajar dapat timbul berbagai masalah baik bagi pelajar itu sendiri maupun pengajar. Bagi siswa sendiri, masalah-masalah belajar yang mungkin timbul misalnya pengaturan waktu belajar, memilih cara belajar, mempergunakan buku-buku pelajaran, memilih mata pelajaran yang cocok dan sebagainya.
8.    Kepribadian
a.    kecerdasan, terdapat kecerdasan majemuk, emosional, spiritual
b.    kreativitas, dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menciptakan sesuatu produk yang baru, atau kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan yang baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah\stress, merupakan fenomena psikofisik yang dapat dialami oleh setiap orang, stress pada umumnya berdampak negative.
Faktor-faktor sosial budaya yang menimbulkan kebutuhan akan bimbingan menurut John J. Pietrofesa dkk.,(1980); M. Surya&Rochman N., (1986); dan Rochman N.,(1987) adalah:
1.    Perubahan konstelasi keluarga
2.    Perkembangan pendidikan
3.    Dunia kerja
4.    Perkembangan kota metropolitan
5.    Perkembangan komunikasi
6.    Seksisme dan rasisme
7.    Kesehatan mental
8.    Perkembangan teknologi
9.    Kondisi moral dan keagamaan
10.    Kondisi sosial ekonomi
Sunaryo kartadinata (2011: 23) mengemukakan bahwa bimbingan dan konseling adalah upaya pedagogis untuk memfasilitasi perkembangan individu dari kondisi apa adanya kepada kondisi bagaimana seharusnya sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh setiap individu, sehingga bimbingan dan konseling adalah sebuah upaya normatif.
Landasan agama bimbingan dan konseling pada dasarnya ingin menetapkan klien sebagai makhluk Tuhan dengan segenap kemuliaannya menjadi fokus sentral upaya bimbingan dan konseling (Prayitno dan Erman Amti, 2003: 233). Pembahasan landasan religius ini, terkait dengan upaya mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam proses bimbingan dan konseling.
Landasan agama bimbingan dan konseling
Hakikat manusia menurut agama

Menurut sifat hakiki manusia adalah makhluk beragama (homo religius), yaitu makhluk yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama, serta sekaligus menjadikan kebenaran agama itu sebagai rujukan (referensi) sikap dan perilakunya. Dapat juga dikatakan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki motif  beragama, rasa keagamaan, dan kemampuan untuk memahami serta mengamalkan nilai-nilai agama.
Fitrah beragama ini merupakan potensi yang arah perkembangannya amat tergantung pada kehidupan beragama lingkngan dimana orang (anak) itu hidup, terutama lingkungan keluarga. Apabila kondisi tersebut kondusif, dalam arti lingkungan itu memberikan ajaran, bimbingan dengan pemberian dorongan (motivasi) dan ketauladanan yang baik (uswah hasanah) dalam mengamalkan nilai-nilai agama, maka anak itu akan berkembang menjadi manusia yang berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur (berakhlalaaqul kariimah).
Dengan mengamalkan ajaran agama, berarti manusia telah mewujudkan jati dirinya, identitas dirinya (self-identity) yang hakiki, yaitu sebagai ‘abdullah (hamba Allah) dan khalifah di muka bumi. Sebagai khalifah berarti manusia menurut fitrahnya adalah makhluk sosial yang bersifat altruis (sikap sosial untuk membantu orang lain).
Sebagai hamba dan khalifah Allah, manusia mempunyai tugas suci, yaitu ibadah atau mengabdi kepada-Nya. Bentuk pengabdian itu baik yang bersifat ritual-personal (seperti shlat, shaum, dan berdoa) maupun ibadah sosial, yaitu menjalin silahturahim (hubungan persaudaraan antar manusia) dan menciptakan lingkungan yang bermanfaat bagi kesejahteraan atau kebahagiaan umat manusia (rahamatan lil’alamin).
Peranan Agama
a.    Memelihara Fitrah
b.    Memelihara Jiwa
c.    Memelihara Akal
d.    Memelihara Keturunan
Persyaratan konselor
a.    Konselor hendaklah orang yang beragama dan mengamalkan dengan baik keimanan dan ketaqwaannya sesuai dengan agama yang dianutnya.
b.    Konselor sedapat-dapatnya mampu mentransfer kaidah-kaidah agama secara garis besar yang relevan dengan masalh klien.
c.    Konselor harus benar-benar memperhatikan dan  menghormati agama klien.
Landasan Perkembangan IPTEK Bimbingan dan Konseling
Landasan ilmiah dan teknologi membicarakan sifat keilmuan bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling sebagai ilmu yang multidimensional yang menerima sumbangan besar dari ilmu-ilmu lain dan bidang teknologi.
Sehingga bimbingan dan konseling diharapkan semakin kokoh. Dan mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi.yang berkembang pesat. Disamping itu penelitian dalam bimbingan dan konseling sendiri memberikan bahan-bahan yang yang segar dalam perkembangan bimbingan dan konseling yang berkelanjutan.
1.    Keilmuan bimbingan dan konseling
Tohirin (2007: 101) mengatakan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan professional yang dilaksanakan atas dasar keilmuan baik yang menyangkut teori-teorinya, pelaksanaan kegiatannya, maupun pengembangannya. Secara keilmuan, bimbingan dan konseling merupakan pengetahuan yang telah tersusun rapi dan sistematis. Landasan ilmiah bimbingan dan konseling mengisyaratkan bahwa praktik bimbingan dan konseling harus dilaksanakan atas dasar keilmuan. Sehingga setiap orang yang berkecimpung dalam bimbingan dan konseling harus memiliki ilmu bimbingan dan konseling.
Ilmu bimbingan dan konseling adalah berbagai pengetahuan tentang bimbingan dan konseling yang tersusun secara logis dan sistematik. Sebagai layaknya ilmu-ilmu yang lain, ilmu bimbingan dan konseling mempunyai obyek kajiannya sendiri, metode pengalihan pengetahuan yang menjadi ruang lingkupnya, dan sistematika pemaparannya.
Obyek kajian bimbingan dan konseling ialah upaya bantuan yang diberikan kepada individu yang mangacu pada ke-4 fungsi pelayanan yakni fungsi pemahaman, pencegahan, pengentasan dan pemeliharaan atau pengembangan. Dalam menjabarkan tentang bimbingan dan konseling dapat digunakan berbagai cara atau metode, seperti pengamatan, wawancara, analisis dokumen (Riwayat hidup, laporan perkembangan), prosedur teks penelitian, buku teks, dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya mengenai obyek kajian bimbingan dan konseling merupakan wujud dari keilmuan bimbingan dan konseling.
2.    Peran Ilmu Lain dan Teknologi dalam Bimbingan dan Konseling
Ilmu bimbingan dan konseling bersifat multireferensial, artinya suatu disiplin ilmu dengan rujukan atau referensi dari ilmu-ilmu lain seperti psikologi, ilmu pendidikan, ilmu sosiologi, antropologi, ekonomi, ilmu agama, ilmu hukum, filsafat, dan lain-lain.
Kontribusi ilmu-ilmu lain terhadap bimbingan dan konseling tidak hanya terbatas kepada pembentukan dan pengembangan teori-teori bimbingan dan konseling melainkan juga pada praktik pelayanannya.
Selain memerlukan dukungan dari ilmu lain, praktik bimbingan dan konseling juga memerlukan dukungan perangkat teknologi. Dukungan perangkat teknologi terhadap praktik bimbingan dan konseling antara lain dalam pembuatan instrument bimbingan dan konseling dan penggunaan berbagai alat atau media untuk memperjelas materi bimbingan dan konseling.
Bimbingan dan konseling baik pada tataran teori dan praktik bersifat dinamis. Artinya, bimbingan dan konseling berkembang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3.    Pengembangan Bimbingan Konseling Melalui Penelitian
Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling boleh jadi dapat dikembangkan melalui proses pemikiran dan perenungan, namun pengembangan yang lebih lengkap dan teruji didalam praktek adalah apabila pemikiran dan perenungan itu memperhatikan pula hasil-hasil penelitian dilapangan. Melalui penelitian suatu teori dan praktek bimbingan dan konseling menemukan pembuktian tentang ketepatan/ keefektifan dilapangan. Layanan bimbingan dan konseling akan semakin berkembangan dan maju jika dilakukan penelitian secara terus menerus terhadap berbagai aspek yang berhubungan dengan Bimbingan dan Konseling.
Sejarah bimbingan dan konseling di Indonesia
Pelayanan Konseling dalam system pendidikan Indonesia mengalami beberapa perubahan nama. Pada kurikulum 1984 semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (BP), kemudian pada Kurikulum 1994 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling (BK) sampai dengan sekarang. Layanan BK sudah mulai dibicarakan di Indonesia sejak tahun 1962. Namun BK baru diresmikan di sekolah di Indonesia sejak diberlakukan kurikulum 1975. Kemudian disempurnakan ke dalam kurikulum 1984 dengan memasukkan bimbingan karir di dalamnya. Perkembangan BK semakin mantap pada tahun 2001.
Kesimpulan
Bimbingan dan konseling memiliki peran yang sangat kuat dalam lingkungan pendidikan, karena bimbingan dan konseling dapat membantu siswa/ peserta didik mengenali dirinya sendiri, membantu dan memotivasi agar bisa menjadi siswa yang lebih baik, dan dapat memberikan arahan terhadap perkembangan peserta didik. Bimbingan dan konseling bukanlah seorang pelayan untuk peserta didik yang bermasalah, namun bimbingan dan konseling berperan dalam perkembangan peserta didik dan mengarahkan ke arah yang lebih baik
Konselor dan guru BK perbedaannya adalah di pendidikan nya, guru BK Sarjana Pendidikan S-1 Bidang Bimbingan Dan Konseling, sedangkan konselor adalah Sarjana Pendidikan S-1 Bidang Bimbingan Dan Konseling dan telah menyelesaikan program Pendidikan Profesi Konselor (PPK), individu yang menerima pelayanan bimbingan dan konseling disebut konseli.
Referensi
Kartadinata, Sunaryo. (2011). Menguak Tabir Bimbingan dan Konseling Sebagai Upaya Pedagogis. Bandung: UPI Press
Sukardi, Dewa Ketut Drs. MBA. MM. dan Desak P.E. Nila Kusmwati, S.Si, M.Si. (2008). Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Syamsu, Yusuf Dr., L.N. dan Dr. A. Juntika Nurihsan. (2009). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rosda
Tohirin, Drs. M. Pd. (2007). Bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
http://edukasi.kompasiana.com/2010/03/11/kedudukan-bimbingan-dan-konseling-di-sekolah-90963.html (diakses tanggal 23 Februari 2015)
departemen pendidikan nasional.(2007). Rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal. Jakarta: direktorat jenderal peningkatan mutu pendidikan dan tenaga kependidikan departemen pendidikan nasional.




Jumat, 20 Februari 2015

Media Pembelajaran




ZUMBADTEMATIK     
Alat permainan yang dibuat oleh kelompok media pembelajaran matematika yang terdiri dari (Devi Purnama Sari, Ade Nurlaila, Annisa Laras) bernama ZUMBADTEMATIK (Zuma, Ular Tangga, Monopoli Barisan dan Deret Aritmatika). Alat permainan yang dibuat berhubungan dengan materi mengenai Barisan dan Deret Aritmatika. Berdasarkan namanya permainan ini gabungan dari ulartangga, zuma dan monopoli maka zumbadtematik cara mainnya tidak memakai dadu tapi memakai kartu yang berisikan soal-soal, ada soal awal ada soal jalan seperti halnya monopoli, dan alurnya seperti alur zuma. dalam permainan ini terdapat beberapa soal mengenai materi barisan dan deret aritmatika. berikut gambar untuk ZUMBADTEMATIK



 Cara Penggunaan
1.         Permainan dimainkan maksimal oleh 5 orang:
·      4 orang sebagai pemain
·      1 orang sebagai wasit
2.         Setiap pemain mendapatkan 1 buah pion.
3.         Di awal permainan setiap pemain mengambil kartu soal (awal).
4.         Pemain yang menjawab soal dengan benar berhak masuk ke kotak start, dengan aturan pemain yang paling cepat berhak maju paling awal dan di ikuti oleh tercepat selanjutnya.
5.         Untuk melanjutkan permainan, pemain harus mengambil kartu soal (jalan) dan menjawab soal tersebut. Apabila jawaban benar, maka pemain berhak melangkah maju ke kotak selanjutnya. Apabila jawaban salah, maka pemain harus melangkah mundur ke kotak sebelumnya. Banyaknya langkah sesuai dengan bilangan yang tertera pada jawaban benar. Atau sesuai dengan NOTE yang ada pada soal. Untuk pemain yang masih berada di kotak start, jika jawaban salah maka keluar dari arena permainan.
6.         Tidak ada urutan bermain yang tetap dalam permainan ini. Urutan bermain ditentukan oleh kecepatan pemain dalam menjawab soal.
7.         Apabila jawaban tidak berupa bilangan dan pemain menjawab dengan benar, maka pemain pindah ke kotak yang bertuliskan seperti pada jawaban. Tetapi apabila pemain menjawab dengan salah maka pemain tetap diam di kotaknya.
8.         Pemain yang berada di kotak pangkal tangga berhak naik menuju kotak ujung tangga.
9.         Pemain yang berada di kota ekor ular harus turun ke kotak kepala ular.
10.     Pemain yang pertama mencapai kotak finish dinyatakan sebagai pemenang.
11.     Apabila kartu soal telah habis sebelum ada pemain yang mencapai  kotak finish maka pemenang adalah pemain yang melangkah paling jauh.