Makna dan Posisi Serta Urgensi Bimbingan dan Konseling dalam Praktek Pendidikan
Bimbingan berasal dari kata to guide kemudian menjadi guidance yang mempunyai arti menunjukkan, membimbing, menuntun, ataupun membantu. Yang mana bimbingan di sini diberikan kepada orang atau sekelompok orang yang mengalami maladjusmen, yaitu kegoncangan pribadi, konflik batin, salah aturan, stress dan lain-lain.
Years’s Book of Education 1995 menyatakan bimbingan adalah suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.
Stoops dan Walquist menyatakan bimbingan adalah proses yang terus-menerus dalam membantu perkembangan individu untuk mencapai kemampuannya secara maksimum dalam mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan”.
Sedangkan konseling diambil dari bahasa Inggris counseling dulu diterjemahkan dengan penyuluhan (bersifat umum), sekarang diartikan konseling itu sendiri (bersifat spesifik mengenai kejiwaan). Pelayanan konseling merupakan jantung hati dari usaha layanan bimbingan secara keseluruhan (counseling is the heart of guidance program). Konseling adalah bantuan pertolongan, tuntunan yang di berikan kepada seseorang untuk mengatasi kesulitan atau masalah secara langsung berhadapan muka atau face to face relation untuk mencapai kesejahteraan hidup.
Rogers (1942) menyatakan konseling adalah serangkai hubungan langsung dengan individu yang bertujuan untuk membantu dia dalam merubah sikap dan tingkah lakunya.
Sedangkan konseling menurut Prayitno dan Erman Amti (2004: 105) adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.
Dengan demikian, pengertian konseling adalah kontak antara dua orang (yaitu konselor dan konseli) untuk menangani masalah konseli, dalam suasana keahlian yang laras dan terintegrasi, berdasarkan norma-norma yang berlaku, untuk tujuan-tujuan yang berguna bagi konseli.
Kondisi bimbingan dan konseling di sekolah
Bimbingan Konseling (BK) seolah menjadi topik yang tidak menarik untuk dibicarakan. Padahal, jika kita merujuk ke negara yang pendidikannya maju, seperti Amerika Serikat, Singapura, bahkan Malaysia, peran guru BK sangat diperhatikan. Sedangkan di Indonesia isu tentang BK menjadi isu yang belum terlalu menjadi sorotan, kalaupun ada, namun bukanlah menjadi sorotan nasional tetapi hanya sekedar sorotan lingkup daerah saja. Gerakan yang terlihat malah dari daerah, bahkan dari sekolah-sekolah. Isu BK seperti ini mengakibatkan sekolah-sekolah tidak memiliki paradigma yang tunggal terhadap BK.
Ada beberapa paradigma yang berkaitan dengan BK di sekolah:
1. Sekolah yang sadar betul pentingnya BK untuk membangun karakter peserta didik/siswa.
2. Sekolah yang sadar akan kedudukan BK dalam pembentukan pribadi peserta didik, tetapi tidak didukung oleh materi, tenaga dan yayasan atau pemerintah.
3. Sekolah yang masih menerapkan manajemen BK “jadul”. Guru BK masih dianggap sebagai polisi sekolah, hanya menangani orang yang bermasalah.
4. Sekolah yang belum memiliki manajemen BK. Penyebabnya bisa karena belum ada tenaga, atau tidak ada yang tahu sehingga tidak ada yang memulai, atau bisa juga karena masalah finansial, atau menganggap tidak perlu.
Landasan psikologis bimbingan dan konseling
Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang:
1. motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang berperilaku.
2. konflik dan frustasi, menurut Syamsu Yusuf (2009: 166) frustasi dapat diartikan sebagai kekecewaan dalam diri individu yang disebabkan oleh tidak tercapainya keinginan
3. Sikap, Sarlito Wirawan Sarwono (Yusuf, 2009: 169) mengemukakan, bahwa “sikap adalah kesiapan seseorang bertindak terhadap hal-hal tertentu”.
4. pembawaan dan lingkungan, berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk dan mempengaruhi perilaku individu
5. perkembangan individu, berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial
6. penyesuaian diri, Proses penyesuaian diri menimbulkan berbagai masalah terutama bagi diri sendiri. Jika individu berhasil memenuhi kebutuhannya sesuai dengan lingkungannya dan tanpa menimbulkan gangguan atau kerugian bagi lingkungannya, hal itu disebut”well adjusted” atau penyesuaian dengan baik. Dan sebaliknya jika individu gagal dalam proses penyesuaian diri tersebut disebut “maladjusted” atau salah suai.
7. Belajar, Secara psiklogis belajar dapat diartikan sebagai proses memperoleh perubahan tingkah laku, baik dalam kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Dalam kegiatan belajar dapat timbul berbagai masalah baik bagi pelajar itu sendiri maupun pengajar. Bagi siswa sendiri, masalah-masalah belajar yang mungkin timbul misalnya pengaturan waktu belajar, memilih cara belajar, mempergunakan buku-buku pelajaran, memilih mata pelajaran yang cocok dan sebagainya.
8. Kepribadian
a. kecerdasan, terdapat kecerdasan majemuk, emosional, spiritual
b. kreativitas, dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menciptakan sesuatu produk yang baru, atau kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan yang baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah\stress, merupakan fenomena psikofisik yang dapat dialami oleh setiap orang, stress pada umumnya berdampak negative.
Faktor-faktor sosial budaya yang menimbulkan kebutuhan akan bimbingan menurut John J. Pietrofesa dkk.,(1980); M. Surya&Rochman N., (1986); dan Rochman N.,(1987) adalah:
1. Perubahan konstelasi keluarga
2. Perkembangan pendidikan
3. Dunia kerja
4. Perkembangan kota metropolitan
5. Perkembangan komunikasi
6. Seksisme dan rasisme
7. Kesehatan mental
8. Perkembangan teknologi
9. Kondisi moral dan keagamaan
10. Kondisi sosial ekonomi
Sunaryo kartadinata (2011: 23) mengemukakan bahwa bimbingan dan konseling adalah upaya pedagogis untuk memfasilitasi perkembangan individu dari kondisi apa adanya kepada kondisi bagaimana seharusnya sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh setiap individu, sehingga bimbingan dan konseling adalah sebuah upaya normatif.
Landasan agama bimbingan dan konseling pada dasarnya ingin menetapkan klien sebagai makhluk Tuhan dengan segenap kemuliaannya menjadi fokus sentral upaya bimbingan dan konseling (Prayitno dan Erman Amti, 2003: 233). Pembahasan landasan religius ini, terkait dengan upaya mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam proses bimbingan dan konseling.
Landasan agama bimbingan dan konseling
Hakikat manusia menurut agama
Menurut sifat hakiki manusia adalah makhluk beragama (homo religius), yaitu makhluk yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama, serta sekaligus menjadikan kebenaran agama itu sebagai rujukan (referensi) sikap dan perilakunya. Dapat juga dikatakan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki motif beragama, rasa keagamaan, dan kemampuan untuk memahami serta mengamalkan nilai-nilai agama.
Fitrah beragama ini merupakan potensi yang arah perkembangannya amat tergantung pada kehidupan beragama lingkngan dimana orang (anak) itu hidup, terutama lingkungan keluarga. Apabila kondisi tersebut kondusif, dalam arti lingkungan itu memberikan ajaran, bimbingan dengan pemberian dorongan (motivasi) dan ketauladanan yang baik (uswah hasanah) dalam mengamalkan nilai-nilai agama, maka anak itu akan berkembang menjadi manusia yang berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur (berakhlalaaqul kariimah).
Dengan mengamalkan ajaran agama, berarti manusia telah mewujudkan jati dirinya, identitas dirinya (self-identity) yang hakiki, yaitu sebagai ‘abdullah (hamba Allah) dan khalifah di muka bumi. Sebagai khalifah berarti manusia menurut fitrahnya adalah makhluk sosial yang bersifat altruis (sikap sosial untuk membantu orang lain).
Sebagai hamba dan khalifah Allah, manusia mempunyai tugas suci, yaitu ibadah atau mengabdi kepada-Nya. Bentuk pengabdian itu baik yang bersifat ritual-personal (seperti shlat, shaum, dan berdoa) maupun ibadah sosial, yaitu menjalin silahturahim (hubungan persaudaraan antar manusia) dan menciptakan lingkungan yang bermanfaat bagi kesejahteraan atau kebahagiaan umat manusia (rahamatan lil’alamin).
Peranan Agama
a. Memelihara Fitrah
b. Memelihara Jiwa
c. Memelihara Akal
d. Memelihara Keturunan
Persyaratan konselor
a. Konselor hendaklah orang yang beragama dan mengamalkan dengan baik keimanan dan ketaqwaannya sesuai dengan agama yang dianutnya.
b. Konselor sedapat-dapatnya mampu mentransfer kaidah-kaidah agama secara garis besar yang relevan dengan masalh klien.
c. Konselor harus benar-benar memperhatikan dan menghormati agama klien.
Landasan Perkembangan IPTEK Bimbingan dan Konseling
Landasan ilmiah dan teknologi membicarakan sifat keilmuan bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling sebagai ilmu yang multidimensional yang menerima sumbangan besar dari ilmu-ilmu lain dan bidang teknologi.
Sehingga bimbingan dan konseling diharapkan semakin kokoh. Dan mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi.yang berkembang pesat. Disamping itu penelitian dalam bimbingan dan konseling sendiri memberikan bahan-bahan yang yang segar dalam perkembangan bimbingan dan konseling yang berkelanjutan.
1. Keilmuan bimbingan dan konseling
Tohirin (2007: 101) mengatakan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan professional yang dilaksanakan atas dasar keilmuan baik yang menyangkut teori-teorinya, pelaksanaan kegiatannya, maupun pengembangannya. Secara keilmuan, bimbingan dan konseling merupakan pengetahuan yang telah tersusun rapi dan sistematis. Landasan ilmiah bimbingan dan konseling mengisyaratkan bahwa praktik bimbingan dan konseling harus dilaksanakan atas dasar keilmuan. Sehingga setiap orang yang berkecimpung dalam bimbingan dan konseling harus memiliki ilmu bimbingan dan konseling.
Ilmu bimbingan dan konseling adalah berbagai pengetahuan tentang bimbingan dan konseling yang tersusun secara logis dan sistematik. Sebagai layaknya ilmu-ilmu yang lain, ilmu bimbingan dan konseling mempunyai obyek kajiannya sendiri, metode pengalihan pengetahuan yang menjadi ruang lingkupnya, dan sistematika pemaparannya.
Obyek kajian bimbingan dan konseling ialah upaya bantuan yang diberikan kepada individu yang mangacu pada ke-4 fungsi pelayanan yakni fungsi pemahaman, pencegahan, pengentasan dan pemeliharaan atau pengembangan. Dalam menjabarkan tentang bimbingan dan konseling dapat digunakan berbagai cara atau metode, seperti pengamatan, wawancara, analisis dokumen (Riwayat hidup, laporan perkembangan), prosedur teks penelitian, buku teks, dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya mengenai obyek kajian bimbingan dan konseling merupakan wujud dari keilmuan bimbingan dan konseling.
2. Peran Ilmu Lain dan Teknologi dalam Bimbingan dan Konseling
Ilmu bimbingan dan konseling bersifat multireferensial, artinya suatu disiplin ilmu dengan rujukan atau referensi dari ilmu-ilmu lain seperti psikologi, ilmu pendidikan, ilmu sosiologi, antropologi, ekonomi, ilmu agama, ilmu hukum, filsafat, dan lain-lain.
Kontribusi ilmu-ilmu lain terhadap bimbingan dan konseling tidak hanya terbatas kepada pembentukan dan pengembangan teori-teori bimbingan dan konseling melainkan juga pada praktik pelayanannya.
Selain memerlukan dukungan dari ilmu lain, praktik bimbingan dan konseling juga memerlukan dukungan perangkat teknologi. Dukungan perangkat teknologi terhadap praktik bimbingan dan konseling antara lain dalam pembuatan instrument bimbingan dan konseling dan penggunaan berbagai alat atau media untuk memperjelas materi bimbingan dan konseling.
Bimbingan dan konseling baik pada tataran teori dan praktik bersifat dinamis. Artinya, bimbingan dan konseling berkembang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Pengembangan Bimbingan Konseling Melalui Penelitian
Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling boleh jadi dapat dikembangkan melalui proses pemikiran dan perenungan, namun pengembangan yang lebih lengkap dan teruji didalam praktek adalah apabila pemikiran dan perenungan itu memperhatikan pula hasil-hasil penelitian dilapangan. Melalui penelitian suatu teori dan praktek bimbingan dan konseling menemukan pembuktian tentang ketepatan/ keefektifan dilapangan. Layanan bimbingan dan konseling akan semakin berkembangan dan maju jika dilakukan penelitian secara terus menerus terhadap berbagai aspek yang berhubungan dengan Bimbingan dan Konseling.
Sejarah bimbingan dan konseling di Indonesia
Pelayanan Konseling dalam system pendidikan Indonesia mengalami beberapa perubahan nama. Pada kurikulum 1984 semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (BP), kemudian pada Kurikulum 1994 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling (BK) sampai dengan sekarang. Layanan BK sudah mulai dibicarakan di Indonesia sejak tahun 1962. Namun BK baru diresmikan di sekolah di Indonesia sejak diberlakukan kurikulum 1975. Kemudian disempurnakan ke dalam kurikulum 1984 dengan memasukkan bimbingan karir di dalamnya. Perkembangan BK semakin mantap pada tahun 2001.
Kesimpulan
Bimbingan dan konseling memiliki peran yang sangat kuat dalam lingkungan pendidikan, karena bimbingan dan konseling dapat membantu siswa/ peserta didik mengenali dirinya sendiri, membantu dan memotivasi agar bisa menjadi siswa yang lebih baik, dan dapat memberikan arahan terhadap perkembangan peserta didik. Bimbingan dan konseling bukanlah seorang pelayan untuk peserta didik yang bermasalah, namun bimbingan dan konseling berperan dalam perkembangan peserta didik dan mengarahkan ke arah yang lebih baik
Konselor dan guru BK perbedaannya adalah di pendidikan nya, guru BK Sarjana Pendidikan S-1 Bidang Bimbingan Dan Konseling, sedangkan konselor adalah Sarjana Pendidikan S-1 Bidang Bimbingan Dan Konseling dan telah menyelesaikan program Pendidikan Profesi Konselor (PPK), individu yang menerima pelayanan bimbingan dan konseling disebut konseli.
Referensi
Kartadinata, Sunaryo. (2011). Menguak Tabir Bimbingan dan Konseling Sebagai Upaya Pedagogis. Bandung: UPI Press Sukardi, Dewa Ketut Drs. MBA. MM. dan Desak P.E. Nila Kusmwati, S.Si, M.Si. (2008). Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Syamsu, Yusuf Dr., L.N. dan Dr. A. Juntika Nurihsan. (2009). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rosda
Tohirin, Drs. M. Pd. (2007). Bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
http://edukasi.kompasiana.com/2010/03/11/kedudukan-bimbingan-dan-konseling-di-sekolah-90963.html (diakses tanggal 23 Februari 2015)
departemen pendidikan nasional.(2007). Rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal. Jakarta: direktorat jenderal peningkatan mutu pendidikan dan tenaga kependidikan departemen pendidikan nasional.
KONSEP DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING
Menurut Tohirin (2007:26) “bimbingan dan konseling merupakan proses bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh pembimbing (konselor) kepada individu (konseli) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya, agar konseli memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan masalahnya serta mampu memecahkan masalahnya sendiri.
Menurut Moh.Surya (1988:12) dalam Dewa Ketut (2008:2) “bimbingan ialah suatu proses pemberian bantuan yang terus-menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan”.
ASCA (American School Counselor Association) dalam Syamsu Yusuf (2009:8) “konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien, konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu kliennya mengatasi masalah-masalahnya”.
Selanjutnya, Rochman Natawidjaja (1987:32) dalam Dewa Ketut (2008:4) “konseling adalah satu jenis pelayanan yang merupakan bagian terpadu dari bimbingan. Konseling dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua orang individu, di mana yang seseorang (yaitu konselor) berusaha membantu orang lain (yaitu konseli) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang”.
Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan secara berkesinambungan kepada seseorang atau sekelompok orang untuk pencapaian suatu tujuan
Konseling adalah suatu pelayanan yang diberikan oleh konselor kepada klien untuk menangani masalah klien agar tercapai tujuan-tujuan yang berguna untuk klien.
bimbingan dan konseling merupakan proses bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh pembimbing (konselor) kepada individu (konseli) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya, agar konseli memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan masalahnya serta mampu memecahkan masalahnya sendiri
Fungsi Bimbingan dan Konseling
Menurut Tohirin (2007) fungsi BK meliputi:
1. Fungsi pencegahan (preventif)
Yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk mencegah timbulnya berbagai masalah pada diri siswa yang dapat mengganggu, menghambat, maupun menimbulkan kerugian tertentu dalam proses perkembangannya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompoks
2. Fungsi pemahaman
Fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
3. Fungsi pengentasan
Melalui fungsi pengentasan ini pelayanan bimbingan dan konseling akan menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami oleh peserta didik. Pelayanan bimbingan dan konseling berusaha membantu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta didik, baik dalam sifatnya, jenisnya, maupun bentuknya. Pelayanan dan pendekatan yang dipakai dalam pemberian bantuan ini dapat bersifat konseling perseorangan maupun konseling kelompok.
4. Fungsi pemeliharaan
Menurut Prayitno dan Erman Amti (1999) dalam Tohirin (2007:46) menyatakan bahwa fungsi pemeliharaan berarti memelihara segala sesuatu yang baik (positif) yang ada pada diri individu (siswa), baik hal itu merupakan pembawaan maupun hasil-hasil perkembangan yang telah dicapai selama ini.
Fungsi pemeliharaan adalah fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya.
5. Fungsi penyaluran
Yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakulikuler, jurusan atau program studi, cita-cita dan lain sebagainya. Dalam hal ini konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
6. Fungsi penyesuaian
Melalui fungsi inilah layanan bimbingan dan konseling membantu siswa memperoleh penyesuaian diri secara baik dengan lingkungan terutama lingkungan sekolah/ madrasah bagi siswa. Fungsi penyesuaian mempunyai dua arah.
Beberapa program bimbingan dan konseling yang dapat dilaksanakan untuk mewujudkan fungsi ini diantaranya :
a. Orientasi terhadap sekolah atau madrasah untuk memperoleh pemahaman yang baik terhadap berbagai hal seperti fasilitas sekolah, kurikulum, cara belajar dan lain sebagainya.
b. Kegiatan-kegiatan kelompok untuk memperoleh penyesuaian sosial yang baik.
c. Pengumpulan data siswa untuk memperoleh pemahaman diri yang lebih baik sehingga siswa dapat menyesuaikan diri dengan baik pula
d. Konseling individual untuk mengarahkan siswa dalam melakukan penyesuaia diri yang lebih baik terhadap lingkungannya.
7. Fungsi pengembangan
Berfungsi untuk membantu para siswa dalam mengembangkan keseluruhan potensinya secara lebih terarah. Selain itu dalam fungsi ini, hal-hal yang sudah baik pada diri siswa dijaga agar tetap baik, dimantapkan dan dikembangkan.
Dalam fungsi ini bimbingan dan konseling sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat, home room, dan karyawisata.
8. Fungsi perbaikan (kuratif)
Fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehinggga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berpikir, berperasaan dan bertindak. Dalam fungsi ini, siswa yang memiliki masalah yang mendapat prioritas untuk diberikan bantuan, sehingga diharapkan agar masalah yang dialami siswa tersebut tidak terjadi lagi pada masa yang akan datang.
9. Fungsi advokasi
Fungsi advokasi yaitu bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan teradvokasi atau pembelaan terhadap peserta didik dalam rangka upaya pengembangan seluruh potensi secara optimal. Fungsi-fungsi tersebut diwujudkan melalui diselenggarakannya berbagai jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling untuk mencapai hasil sebagaimana yang terkandung di dalam masing-masing fungsi tersebut.
Prinsip Bimbingan dan Konseling
Arifin dan Eti Kartikawati (1994) dalam Tohirin (2007) prinsip BK meliputi:
1. Prinsip-prinsip umum
a. Bimbingan harus berpusat pada individu yang dibimbingnya
b. Bimbingan diarahkan untuk memberikan bantuan agar klien mampu menghadapi kesulitan-kesulitan dalam hidupnya
c. Pemberian bantuan disesuaikan dengan kebutuhan klien
d. Bimbingan berkenaan dengan sikap dan tingkah laku klien
e. Pelaksanaan bimbingan dan konseling dimulai dengan mengidentifikasi kebutuhan yang dirasakan klien
f. Upaya pelayanan bimbingan dan konseling harus dilakukan secara fleksibel
g. Program bimbingan dan konseling harus dirumuskan sesuai dengan program pendidikan dan pembelajaran di sekolah yang bersangkutan
h. Implementasi program bimbingan dan konseling harus dipimpin oleh orang yang memiliki keahlian dalam bidang bimbingan dan konseling
i. Untuk mengetahui hasil-hasil yang diperoleh dari upaya pelayanan bimbingan dan konseling, harus diadakan penilaian atau evaluasi secara teratur dan berkesinambungan
2. Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan individu (siswa)
a. Pelayanan bimbingan dan konseling harus diberikan kepada seluruh siswa
b. Harus ada kriteria untuk mengatur prioritas pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa
c. Program pemberian bimbingan dan konseling harus berpusat pada siswa
d. Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah harus dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan siswa yang bersangkutan
e. Keputusan akhir dalam proses bimbingan dan konseling dibentuk oleh siswa sendiri
f. Individu atau siswa yang telah memperoleh bimbingan, harus secara berangsur-angsur dapat menolong dirinya sendiri
3. Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan pembimbing
a. Pembimbing atau konselor harus melakukan tugas sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
b. Pembimbing atau konselor di sekolah dipilih atas dasar kualifikasi kepribadian, pendidikan, pengalaman, dan kemampuannya.
c. Sebagai tuntutan profesi, pembimbing atau konselor harus senantiasa berusaha mengembangkan diri dan keahliannya melalui berbagai kegiatan.
d. Pembimbing dan konselor hendaknya selalu mempergunakan berbagai informasi tentang siswa yang dibimbing sebagai bahan untuk membantu siswa yang bersangkutan ke arah penyesuaian diri yang lebih baik.
e. Pembimbing harus menghormati dan menjaga kerahasiaan informasi tentang siswa yang dibimbingnya.
f. Pembimbing dalam melaksanakan tugasnya hendaknya mempergunakan berbagai metode dan teknik.
4. Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan organisasi dan administrasi bimbingan dan konseling
a. Bimbingan dan konseling harus dilaksanakan secara sistematis dan berkelanjutan
b. Pelaksanaan bimbingan dan konseling harus ada di kartu pribadi bagi setiap siswa
c. Program pelayanan bimbingan dan konseling harus disusun sesuai dengan kebutuhan
d. Harus ada pembagian waktu antar pembimbing
e. Bimbingan dan konseling dilaksanakan dalam situasi individu atau kelompok sesuai dengan masalah yang dipecahkna dan metode yang dipergunakan dalam memecahkan masalah tersebut
f. Dalam menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling, sekolah harus bekerja sama dengan berbagai pihak.
g. Kepala sekolah merupakan penanggung jawab utama dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah
Asas-Asas Bimbingan dan Konseling
Menurut Prayitno (1983) dalam Dewa Ketut (2008) asas-asas BK adalah sebagai berikut:
1. asas kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan tentang konseli yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban untuk menjaga kerahasiaan semua data dan menjaminnya.
2. asas kesukarelaan
asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukarelaan konseli mnegikuti bimibingan atau menjalankan pelayanan yang diperlukan baginya. Dalam hal ini konselor berkewajiban membina dan mengembangkan sikap kesukarelaan klien sehingga klien tidak merasa terpaksa dalam memberikan data atau keterangan kepada konselor.
3. asas keterbukaan
asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya.
Asas keterbukaan ini sangat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan kesukarelaan pada klien. Untuk keterbukaan klien, konselor harus membina suasana konseling sedemikian rupa sehingga klien merasa yakin bahwa konselor pun bersikap terbuka dan asas kerahasiaan benar-benar terlaksana.
4. asas kekinian
Asas kekinian menghendaki agar objek sasaran layanan bimbingan dan konseling ialah masalah-masalah klien yang dirasakan kini (sekarang). Kalaupun ada hal-hal tertentu yang berkenaan dengan masa lampau dan/atau masa mendatang akan dilihat dampak serta kaitannya dengan kondisi sekarang.
5. asas kemandirian
Dalam hal ini konselor harus menghidupkan kemandirian klien sehingga klien tidak akan tergantung kepada orang lain khususnya konselor. Individu yang dibimbing (klien) setelah dibantu diharapkan dapat mandiri dengan ciri-ciri pokok mampu:
a. mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya,
b. menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis,
c. mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri,
d. mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu, dan
e. mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat dan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya.
6. asas kegiatan
asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan kegiatan bimbingan. Oleh sebab itu, konselor perlu mendorong klien agar aktif dalam setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
7. asas kedinamisan
Asas kedinamisan dalam pelayanan bimbingan dan konseling yaitu asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap klien selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. asas keterpaduan
Yaitu asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh konselor maupun pihak lain tidak bertentangan, melainkan saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk terselenggaranya asas keterpaduan ini, konselor perlu memiliki wawasan luas mengenai perkembangan klien dan aspek-aspek lingkungan klien, serta berbagai sumber yang dapat diaktifkan untuk menangani masalah klien (Dewa Ketut: 2008).
9. asas kenormatifan
Usaha pelayanan bimbingan dan konseling harus didasarkan pada nilai dan norma yang berlaku, yaitu nilai dan norma agama, adat istiadat, hukum/negara, ilmu pengetahuan, maupun kebiasaan sehari-hari. Layanan bimbingan dan konseling dapat dipertanggungjawabkan jika isi dan pelaksanaannya sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Demikian pula prosedur, teknik, dan peralatan yang dipakai pun tidak menyimpang dari nilai dan norma-norma yang dimaksudkan.
10. asas keahlian
Asas keahlian dalam pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional.
11. asas alih tangan
Asas ini mengisyaratkan agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan pada klien dapat mengalihtangankan permasalahan tersebut kepada pihak atau badan lain yang lebih ahli. Konselor dapat mengalihtangankan kasus kepada orang tua, ahli lain, demikian pula konselor dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua atau ahli lain.
12. asas tut wuri handayani
Asas ini menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana yang mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, memberikan rangsangan dan dorongan serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada klien untuk maju.
Ruang Lingkup Bimbingan dan Konseling
1. Segi Fungsi
Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah atau madrasah berfungsi untuk: (1) pencegahan, (2) pemahaman, (3) pengentasan, (4) pemeliharaan, (5) penyaluran, (6) penyesuaian, (7) pengembangan, dan (8) perbaikan.
2. Segi Sasaran
pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah atau madrasah diperuntukkan bagi semua siswa dengan tujuan agar siswa secara individual mencapai perkembangan yang optimal melalui kemampuan pengungkapan-pengenalan-penerimaan diri dan lingkungan, pengambilan keputusan,pengarahan diri, dan perwujudan diri. Dalam hal tertentu, sesuai dengan permasalahan yang dihadapi siswa, akan terdapat prioritas dalam sasaran bimbingan dan konseling tersebut.
3. Segi Pelayanan
a. Pelayanan orientasi, yaitu pelayanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa untuk memahami lingkungan (sekolah) yang baru dimasukinya.
b. Pelayanan informasi, yaitu pelayanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa untuk menerima dan memahami berbagai informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan untuk kepentingan siswa.
c. Pelayanan penempatan dan penyaluran, yaitu pelayanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa untuk memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat.
d. Pelayanan pembelajaran, yaitu pelayan bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan diri berkenaan dengan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya, serta berbagai aspek dan tujuan belajarnya.
e. Pelayanan konseling perorangan, yaitu pelayanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa untuk mendapatkan pelayanan secara langsung tatap muka (secara perorangan) dengan guru pembimbing dalam rangka pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi yang dialaminya.
f. Pelayanan bimbingan kelompok, yaitu pelayanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan sejumlah siswa secara bersama-sama melalui dinamika kelompok membahas pokok bahasan tertentu yang berguna untuk menunjang pemahaman dan kehidupannya sehari-hari dan/atau untuk perkembangan dirinya baik sebagai individu maupun sebagai pelajar, dan untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan tertentu.
g. Pelayanan konseling kelompok, yaitu pelayanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok.
h. Aplikasi instrumentasi bimbingan dan konseling, yaitu kegiatan pendukung pelayanan bimbingan dan konseling untuk mengumpulkan seluruh data dan keterangan tentang siswa.
i. Penyelenggaraan himpunan data, yaitu kegiatan pendukung pelayanan bimbingan dan konseling untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan perkembangan siswa.
j. Konferensi kasus, yaitu kegiatan pendukung pelayanan bimbingan dan konseling untuk membahas permasalahan yang dialami oleh siswa dalam suatu forum pertemuan yang dihadiri oleh berbagai pihak yang diharapkan dapat memberikan bahan, keterangan, kemudahan, dan komitmen bagi terselesaikannya permasalahan tersebut. Pertemuan ini bersifat terbatas dan tertutup.
k. Kunjungan rumah, yaitu kegiatan pendukung pelayanan bimbingan dan konseling untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan, dan komitmen bagi terselesaikannya permasalahan siswa melalui kunjungan ke rumahnya.
l. Alih tangan kasus, , yaitu kegiatan pendukung pelayanan bimbingan dan konseling untuk mendapatkan penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas masalah yang dialami siswa dengan memindahkan penanganan kasus dari satu pihak ke pihak lain.
4. Segi Masalah
a. Bimbingan pribadi
pelayanan bimbingan dan konseling lebih diarahkan untuk membantu siswa menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mantap dan mandiri, serta sehat jasmani dan rohani.
b. Bimbingan sosial
pelayanan bimbingan dan konseling dilakukan dengan tujuan untuk membantu siswa mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosialnya.
c. Bimbingan belajar
pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan membantu dan mengembangkan diri, sikap, dan kebiasaan belajar yang baik untuk menuasai pengetahuan dan keterampilan serta menyiapkannya melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
d. Bimbingan karir
Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan membantu siswa merencanakan dan mengembangkan masa depan karir.
Kaitan Antara Bimbingan dan Konseling Dengan Kurikulum 2013
Peran guru BK dalam implemetasi kurikulum 2013 akan semakin penting, pasalnya di tingkat SMA sederajat penjurusan ditiadakan, diganti dengan kelompok peminatan. Dengan adanya program kelompok peminatan, maka peran dan tugas guru BK semakin besar. Karena sejak awal masuk, siswa harus diarahkan sesuai dengan bakat, minat, dan kecenderungan pilihannya.
Adapun tugas khusus guru BK dalam pelayanan BK pada Kurikulum 2013 antara lain:
1. Di SMP/MTs, guru BK harus membantu siswa dalam memilih mata pelajaran yang harus dipelajari dan diikuti selama pendidikan dan menyiapkan pilihan studi lanjutan.
2. Di SMA/MA dan SMK, guru BK harus membantu siswa dalam memilih dan menentukan:
a. Arah peminatan kelompok mata pelajaran
b. Arah pengembangan karir
c. Menyiapkan diri serta memilih pendidikan lanjutan ke perguruan tinggi sesuai dengan kemampuan dasar, umum, bakat, minat, dan kecerdasan pilihan masing-masing siswa.
Program
Bimbingan dan Konseling mengandung empat komponen pelayanan, yaitu: (1)
pelayanan dasar bimbingan; (2) pelayanan responsif, (3) perencanaan individual,
dan (4) dukungan sistem.
1.
Pelayanan Dasar
Pelayanan
dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh siswa melalui
kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang
disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang
sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan yang diperlukan dalam
pengembangan kemampuan memislih dan mengambil keputusan dalam menjalani
kehidupannya.
Pelayanan
ini bertujuan untuk membantu semua siswa agar memperoleh perkembangan yang
normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya,
atau dengan kata lain membantu siswa agar mereka dapat mencapai tugas-tugas
perkembangannya. Secara rinci tujuan pelayanan ini dapat dirumuskan sebagai
upaya untuk membantu siswa agar:
a.
memiliki
kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan,
sosial budaya, dan agama)
b.
mampu
mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau
seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya
c.
mampu
menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya
d.
mampu
mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya.
Materi pelayanan dasar
dirumuskan dan dikemas atas dasar standar kompetensi kemandirian antara lain
mencakup pengembangan:
a.
self-esteem
b.
motivasi
berprestasi
c.
keterampilan
pengambilan keputusan
d.
keterampilan
pemecahan masalah
e.
keterampilan
hubungan antar pribadi atau berkomunikasi
f.
penyadaran
keragaman budaya
g.
perilaku
bertanggung jawab.
Hal-hal yang terkait dengan
perkembangan karir (terutama di tingkat SMP/SMA) mencakup pengembangan:
a. fungsi agama bagi kehidupan
b. pemantapan pilihan program
studi
c. keterampilan kerja
professional
d. kesiapan pribadi
(fisik-psikis, jasmaniah-rohaniah) dalam menghadapi pekerjaan
e. perkembangan dunia kerja
f. iklim kehidupan dunia kerja
g. cara melamar pekerjaan
h. kasus-kasus kriminalitas
i.
bahayanya
perkelahian masal (tawuran)
j.
dampak
pergaulan bebas.
Strategi Implementasi
Program Pelayanan Dasar
a.
Bimbingan Klasikal
Program yang dirancang
menuntut guru untuk melakukan kontak langsung dengan para peserta didik di
kelas.Secara terjadwal, guru memberikan pelayanan bimbingan kepada para peserta
didik.Kegiatan bimbingan kelas ini bisa berupa diskusi kelas atau brain
storming (curah pendapat).
b.
Pelayanan Orientasi
Pelayanan ini merupakan
suatu kegiatan yang memungkinkan peserta didik dapat memahami dan menyesuaikan
diri dengan lingkungan baru, terutama lingkungan Sekolah/Madrasah, untuk
mempermudah atau memperlancar berperannya mereka di lingkungan baru tersebut.
1)
Layanan
Orientasi di Sekolah
Bagi siswa, ketidakkenalan atau
ketidaktahuannya terhadap lingkungan lembaga pendidikan (sekolah) yang di
sekolah baru dimasukinya itu dapat memperlambat kelangsungan proses belajarnya
kelak. Bahkan lebih jauh dari itu dapat membuatnya tidak mencapai hasil belajar
yang diharapkan.Oleh sebab itu, mereka perlu diperkenalkan dengan berbagai hal
tentang lingkungan lembaga pendidikan baru itu.
Untuk lingkungan sekolah
misalnya, materi orientasi yang mendapat penekanan adalah:
a)
Sistem penyelenggaraan pendidikan pada umunya;
b)
Kurikulum yang ada;
c)
Penyelenggaraan pengajaran;
d)
Kegiatan belajar siswa yang diharapkan;
e)
Sistem penilaian, ujian, dan kenaikan kelas;
f)
Fasilitas dan sumber belajar yang ada seperti: ruang
kelas, lab, perpustakaan, ruang praktek, dll;
g)
Staf pengajar dan tata usaha;
h)
Hak dan kewajiban siswa;
i)
Organisasi siswa;
j)
Organisasi orang tua siswa;
k)
Organisasi sekolah secara menyeluruh.
2) Metode Layanan Orientasi
Sekolah
Keluasan dan kedalaman
masing-masing pokok materi di atas yang disampaikan kepada siswa disesuaikan
dengan jenjang sekolah dan tingkat perkembangan anak. Untuk anak-anak yang
segera akan memasuki SMP, Allen dan Mc Kean menyarankan beberapa kegiatan:
a) Kunjungan ke SD pemasok.
Petugas dari SMP
mengunjungi SD yang para lulusannya akan memasuki SMP tersebut. Di sana, para
petugas itu menjelaskan berbagai hal-ihwal SMP itu kepada murid-murid SD kelas
tinggi yang diharapkan akan memasuki SMP yang dimaksudkan.
b) Kunjungan ke SMP pemesan
Murid-murid SD kelas tinggi
mengunjungi SMP yang akan mereka masuki. Di sana mereka melihat lingkungan dan
kelengkapan sekolah, menerima penjelasan lengkap dengan gambar, film, poster,
dan tanya jawab.
c) Malam pertemuan dengan
orang tua
Orang tua murid baru
diundang menghadiri suatu pertemuan untuk beramah-tamah staf sekolah dan
menerima penjelasan tentang hal-ihwal sekolah tempat anak-anak mereka belajar.
d) Staf guru BK bertemu dengan
guru lain membicarakan siswa-siswa baru
Dengan guru-guru dan kepala
sekolah, guru BK membicarakan materi orientasi dan cara-cara penyampaiannya
kepada siswa.Guru-guru melaksanakan kegiatan orientasi itu (dengan koordinasi
guru BK).
e) Mengunjungi kelas
Guru BK berkeliling
mengunjungi kelas-kelas murid baru. Guru BK menjelaskan dengan berbagai alat
bantu dan prosedur tanya jawab tentang berbagai materi tersebut di atas.
f) Memanfaatkan siswa yang
lebih tinggi tingkatan kelasnya
Setiap baru diberi kawan
pendamping siswa yang kelasnya lebih tinggi untuk memberikan penjelasan dan
membantu siswa baru itu dalam segala hal yang berkenaan dengan keadaan sekolah
dan bagaimana berlaku sebagai siswa yang baik di sekolah itu.
3)
Layanan
Orientasi di Luar Sekolah.
Cara penyajian orientasi di
luar sekolah sangat tergantung pada jenis orientasi yang diperlukan dan siapa
yang memerlukanya. Lembaga-lembaga seperti Badan Penasihat Perawinan, Pusat
Rehabilitasi Narapidana, Pusat Orientasi Tenaga Kerja, dan lainnya dapat
dibentuk dan konselor (karena di luar sekolah) menjadi tenaga ahli serta
penggerak lembaga bantuan khusus di masyarakat itu.
c.
Pelayanan Informasi.
Yaitu
pemberian informasi tentang berbagai hal yang dipandang bermanfaat bagi peserta
didik melalui komunikasi langsung maupun tidak langsung (melalui media cetak
maupun elektronik, seperti: buku, brosur, leaflet, majalah, dan
internet).
d.
Bimbingan Kelompok
Guru
BK memberikan pelayanan bimbingan kepada peserta didik melalui
kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 5 s.d 10 orang.Bimbingan ini
ditujukan untuk merespon kebutuhan dan minat para peserta didik. Topik yang
didiskusikan dalam bimbingan kelompok ini, adalah masalah yang bersifat umum
dan tidak rahasia, seperti: cara-cara belajar yang efektif, kiat-kiat
menghadapi ujian, dan mengelola stres.
e.
Pelayanan Pengumpulan Data (Aplikasi Instrumentasi)
Merupakan
kegiatan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang pribadi peserta didik,
dan lingkungan peserta didik.Pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan
berbagai instrumen, baik tes maupun non-tes.
2.
Pelayanan Responsif
Pelayanan
responsif merupakan pemberian bantuan kepada siswa yang menghadapi kebutuhan
dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera, sebab jika tidak segera
dibantu dapat menimbulkan gangguan dalam proses pencapaian tugas-tugas
perkembangan.
Tujuan
pelayanan responsif adalah membantu siswa agar dapat memenuhi kebutuhannya dan
memecahkan masalah yang dialaminya atau membantu siswa yang mengalami hambatan,
kegagalan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya.Fokus pelayanan responsif
bergantung kepada masalah atau kebutuhan siswa.Masalah dan kebutuhan siswa
berkaitan dengan keinginan untuk memahami sesuatu hal karena dipandang penting
bagi perkembangan dirinya secara positif. Kebutuhan ini seperti kebutuhan untuk
memperoleh informasi antara lain tentang pilihan karir dan program studi,
sumber-sumber belajar, bahaya obat terlarang, minuman keras, narkotika,
pergaulan bebas.
Masalah yang mungkin
dialami siswa diantaranya : (1) merasa cemas tentang masa depan, (2) merasa
rendah diri, (3) berperilaku impulsif (kekanak-kanakan atau melakukan sesuatu
tanpa mempertimbangkannya secara matang), (4) membolos dari sekolah/madrasah,
(5) malas belajar, (6) kurang memiliki kebiasaan belajar yang positif, (7)
kurang bisa bergaul, (8) prestasi belajar rendah, (9) malas beribadah, (10)
masalah pergaulan bebas (free sex), (11) masalah tawuran, (12) manajemen
stres, dan (13) masalah dalam keluarga.
Strategi Implementasi Program Pelayanan
Responsif
a.
Konseling individual dan kelompok
Pemberian pelayanan
konseling ini ditujukan untuk membantu siswa yang mengalami kesuliatan,
mengalami hambatan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya.melalui
konseling, siswa dibantu untuk mengidentifikasi masalah, penyebab masalah,
penemuan alternatif pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan secara lebih
tepat. Konseling ini dapat dilakukan secara individual maupun kelompok.
b. Referal (rujukan atau alih
tangan)
Apabila guru BK merasa
kurang memiliki kemampuan untuk menangani masalah siswa, sebiknya dia mereferal
atau mengalihtangankan siswa kepada pihak lain yang lebih berwenang, seperti
psikolog, psikiater, dokter, dan kepolisisan. Siswa yang sebaiknya direferal
adalah mereka yang memiliki masalah, seperti depresi, tindak kejahatan
(kriminalitas), kecanduan narkoba dan penyakit kronis.
c. Kolaborasi dengan guru mata
pelajaran atau wali kelas
Guru BK berkolaborasi
dengan guru dan wali kelas dalam rangka memperoleh informasi tentang siswa
(seperti prestasi belajar, kehadiran dan pribadinya), membantu memecahkan
masalah siswa dan mengidentifikasi aspek-aspek bimbingan yang dapat dilakukan
oleh guru mata pelajaran. Aspek-aspek itu diantaranya : (1) menciptakan iklim
sosio-emosional kelas yang kondusif bagi belajar siswa, (2) memahami
karakteristik siswa yang unik dan beragam, (3) menandai peserta didik yang
diduga bermasalah, (4) membantu peserta didik yang mengalami kesulitan belajar
malalui program remedial teaching, (5) mereferal (mengalihtangankan)
siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing,
(6) memberikan informasi yang up to date tentang kaitan mata pelajaran
dengan bidang kerja yang diminati siswa, (7) memahami perkembangan dunia
industri atau perusahaan, sehingga dapat memberikan informasi yang luas kepeda
siswa tentang dunia kerja (tuntutan keahlian kerja, persyaratan kerja dan
prospek kerja), (8) menampilkan pribadi yang matang, baik dalam aspek
emosional, sosial maupun moral-spritual (hal ini penting karena guru merupakan figure
central bagi siswa) dan (9) memberikan informasi tentang cara-cara
mempelajari mata pelajaran yang diberikannya secara efektif.
d. Kolaborasi dengan orang tua
Upaya mengembangkan potensi
siswa atau memecahkan masalah yang mungkin dihadapi siswa. Untuk melakukan
kerjasama dengan orang tau ini, dapat dilakukan beberapa upaya, seperti : (1)
kepala sekolah/madrasah atau komite sekolah/madrasah mengundang para orang tua
untuk datang ke sekolah/madrasah (minimal satu semester satu kali), yang
pelaksanaannya dapat bersamaan dengan pembagian rapor, (2) sekolah/madrasah
memberikan informasi kepada orang tua (melalui surat) tentang kemajuan belajar
atau masalah siswa dan (3) orang tua diminta untuk melaporkan keadaan anaknya
di rumah ke sekolah/madrasah, terutama menyangkut kegiatan belajar dan perilaku
sehari-harinya.
e. Kolaborasi dengan
pihak-pihak terkait di luar sekolah/madrasah
Yaitu berkaitan dengan
upaya sekolah/madrasah untuk menjalin kerjasama dengan unsur-unsur masyarakat
yang dipandang relevan dengan peningkatan mutu pelayanan bimbingan.
f. Konsultasi
Guru BK menerima pelayanan
konsultasi bagi guru, orang tua, atau pihak pimpinan sekolah/madrasah yang
terkait dengan upaya membangun kesamaan persepsi dalam memberikan bimbingan
kepada para peserta didik, menciptakan lingkungan sekolah/madrasah yang
kondusif bagi perkembangan siswa, melakukan referal dan meningkatkan kualitas
program bimbingan dan konseling.
g. Bimbingan teman sebaya (peer
guidance/peer facilitation)
Bimbingan teman sebaya ini
adalah bimbingan yang dilakukan oleh siswa terhadap siswa yang lainnya.Siswa
yang menjadi pembimbing sebelumnya diberikan latihan atau pembinaan oleh guru
BK.
h. Konferensi kasus
Yaitu kegiatan untuk
membahas permasalahan siswa dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh
pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi
terentaskannya permasalahan siswa itu.Pertemuan konferensi kasus ini bersifat
terbatas dan tertutup.
i.
Kunjungan rumah
Yaitu kegiatan untuk
memperoleh data atau keterangan tentang siswa tertentu yang sedang ditangani
dalam upaya mengentaskan masalahnya melalui kunjungan ke rumahnya.
3.
Pelayanan Perencanaan Individual
Perencanaan
individual diartikan sebagai bantuan kepada siswa agar mampu merumuskan dan
melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa depan berdasarkan
pemahaman akan kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang
dan kesempatan yang tersedia di lingkungannya. Strategi yang digunakan dalam
layanan perencanaan individual adalah konsultasi dan konseling (Juntika &
Sudianto, 2005).Sedangkan isi dari layanan ini meliputi bidang pendidikan,
bidang karir, dan bidang sosial pribadi. Menurut Gysbers (2006), strategi dalam
layanan perencanaan individual, meliputi :
a.
Individual appraisal, individu diminta oleh konselor untuk
menginterpretasi tentang bakat, minat, keterampilan, dan prestasi yang ada
dalam dirinya sendiri.
b.
Individual advisement, konselor meminta individu yang bersangkutan
untuk mempertimbangkan tentang pendidikan, karir, sosial dan pribadi. Kemudian
bagaimana individu tersebut untuk merealisasikan.
c.
Transition planning, konselor bekerjasama dengan pihak guru yang
lain membantu individu untuk membuat rencana apakah akan melanjutkan sekolah,
bekerja, atau mengikuti training/kursus.
d.
Follow up, konselor bekerjasama dengan pihak guru yang
lain menindaklanjuti dari data yang diperoleh untuk kemudian dievaluasi.
Perencanaan individual bertujuan
untuk membantu siswa agar (1) memiliki pemahaman tentang diri dan
lingkungannya, (2) mampu merumuskan tujuan, perencanaan, atau pengelolaan
terhadap perkembangan dirinya, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar,
maupun karir, dan (3) dapat melakukan kegiatan berdasarkan pemahaman, tujuan,
dan rencana yang telah dirumuskannya.
Melalui pelayanan perencanaan individual,
siswa diharapkan dapat:
a.
Mempersiapkan
diri untuk mengikuti pendidikan lanjutan, merencanakan karir, dan mengembangkan
kemampuan sosial-pribadi, yang didasarkan atas pengetahuan akan dirinya,
informasi tentang sekolah/madrasah, dunia kerja, dan masyarakatnya.
b.
Menganalisis
kekuatan dan kelemahan dirinya dalam rangka pencapaian tujuannya.
c.
Mengukur
tingkat pencapaian tujuan dirinya.
d.
Mengambil
keputusan yang merefleksikan perencanaan dirinya.
Perencanaan individual bagi
siswa diimplementasikan melalui beberapa strategi sebagai berikut (Uman
Suherman : 2009) :
a. Penilaian individual /
kelompok kecil
Guru BK mengadakan analisis dan evaluasi
terhadap kemampuan, minat, keterampilan, dan prestasi siswa.Uji informasi dan
data lainnya sering digunakan sebagai dasar bagi pemberian bantuan pada siswa
dalam mengembangkan rencana jangka pendek dan jangka panjang mereka.
b. Pemberian saran pada
individual / kelompok kecil
Guru BK memberi saran pada siswa dengan
menggunakan informasi pribadi / sosial karir dan pasar tenaga kerja dalam
perencanaan tujuan pribadi, edukasional dan okupasional siswa.
Fokus
pelayanan perencanaan individual berkaitan erat dengan pengembangan aspek
akademik, karir, dan sosial-pribadi. Secara rinci cakupan fokus tersebut antara
lain mencakup pengembangan aspek: (1) akademik meliputi memanfaatkan
keterampilan belajar, melakukan pemilihan pendidikan lanjutan atau pilihan
jurusan, memilih kursus atau pelajaran tambahan yang tepat, dan memahami nilai
belajar
sepanjang hayat; (2) karir meliputi mengeksplorasi peluang-peluang karir, mengeksplorasi latihan-latihan pekerjaan, memahami kebutuhan untuk kebiasaan bekerja yang positif; dan (3) sosial-pribadi meliputi pengembangan konsep diri yang positif, dan pengembangan keterampilan sosial yang efektif.
sepanjang hayat; (2) karir meliputi mengeksplorasi peluang-peluang karir, mengeksplorasi latihan-latihan pekerjaan, memahami kebutuhan untuk kebiasaan bekerja yang positif; dan (3) sosial-pribadi meliputi pengembangan konsep diri yang positif, dan pengembangan keterampilan sosial yang efektif.
Strategi Implementasi
Program Pelayanan Perencanaan Individual
Pelayanan perencanaan
individual ini dapat dilakukan melalui pelayanan penempatan (penjurusan, dan
penyaluran), untuk membentuk peserta didik menempati posisi yang sesuai dengan
bakat dan minatnya.
Siswa menggunakan informasi
tentang pribadi, sosial, pendidikan dan karir yang diperolehnya untuk :
a.
Merumuskan
tujuan, dan merencanakan kegiatan (alternatif kegiatan) yang menunjang
pengembangan dirinya, atau kegiatan yang berfungsi untuk memperbaiki kelemahan
dirinya.
b.
Melakukan
kegiatan yang sesuai dengan tujuan atau perencanaan yang telah ditetapkan.
c.
Mengevaluasi
kegiatan yang telah dilakukannya.
4.
Dukungan Sistem
Dukungan
sistem merupakan komponen pelayanan dan kegiatan manajemen, tata kerja,
infrastruktur (misalnya teknologi informasi dan komunikasi), dan pengembangan
kemampuan profesional guru BK secara berkelanjutan, yang secara tidak langsung
memberikan bantuan kepada siswa atau memfasilitasi kelancaran perkembangan
siswa.
Program
ini memberikan dukungan kepada guru BK dalam memperlancar penyelenggaraan
pelayanan di atas.Sedangkan bagi personel pendidik lainnya adalah untuk
memperlancar penyelenggaraan program pendidikan di sekolah/madrasah. Dukungan
sistem ini meliputi aspek-aspek: (1) pengembangan jejaring (networking),
(2) kegiatan manajemen, serta (3) riset dan pengembangan.
Pengembangan Jejaring (networking)
Pengembangan jejaring yang menyangkut
kegiatan guru BK meliputi:
a.
Konsultasi
dengan guru-guru,
b.
Menyelenggarakan
program kerjasama dengan orang tua atau masyarakat,
c.
Berpartisipasi
dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan sekolah/madrasah,
d.
Bekerjasama
dengan personel sekolah/madrasah lainnya dalam rangka menciptakan lingkungan
sekolah/madrasah yang kondusif bagi perkembangan siswa,
e.
Melakukan
penelitian tentang masalah-masalah yang berkaitan erat dengan bimbingan dan
konseling, dan
f.
Melakukan
kerjasama atau kolaborasi dengan ahli lain yang terkait dengan pelayanan
bimbingan dan konseling
Kegiatan Manajemen
Kegiatan
manajemen merupakan berbagai upaya untuk memantapkan, memelihara, dan
meningkatkan mutu program bimbingan dan konseling melalui kegiatan-kegiatan:
(a) pengembangan program, (b) pengembangan staf, (c) pemanfaatan sumber daya,
dan (d) pengembangan penataan kebijakan.
a.
Pengembangan
Profesionalitas
Guru BK secara terus-menerus berusaha untuk
memutakhirkan pengetahuan dan keterampilannya melalui (1) in-service
training, (2) aktif dalam organisasi profesi, (3) aktif dalam
kegiatan-kegiatan ilmiah seperti seminar dan workshop (lokakarya), atau
(4) melanjutkan studi ke program yang lebih tinggi (pascasarjana).
b.
Pemberian
Konsultasi dan Berkolaborasi
Strategi ini berkaitan dengan upaya
sekolah/madrasah untuk menjalin kerjasama dengan unsur-unsur masyarakat yang
dipandang relevan dengan peningkatan mutu pelayanan bimbingan. Jalinan
kerjasama ini seperti dengan pihak-pihak: (1) instansi pemerintah, (2) instansi
swasta, (3) organisasi profesi seperti ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling
Indonesia), (4) para ahli dalam bidang tertentu yang terkait seperti psikolog,
psikiater, dokter, dan orang tua siswa, (5) MGBK (Musyawarah Guru Bimbingan dan
Konseling), dan (6) Depnaker dalam rangka analisis bursa kerja/lapangan
pekerjaan.
c.
Manajemen
Program
Suatu
program pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin akan terselenggara dan
tercapai bila tidak memiliki suatu sistem pengelolaan (manajemen) yang bermutu,
dalam arti dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah.
Riset dan Pengembangan
Kegiatan riset dan
pengembangan merupakan aktivitas guru BK yang berhubungan dengan pengembangan
profesional secara berkelanjutan meliputi:
a.
Merancang,
melaksanakan dan memanfaatkan penelitian dalam bimbingan dan konseling untuk
meningkatkan kualitas layanan bimbingan dan konseling sebagai sumber data bagi
kepentingan kebijakan sekolah dan implementasi proses pembelajaran, serta
pengembangan program bagi peningkatan unjuk kerja profesional guru BK;
b.
Merancang,
melaksanakan dan mengevaluasi aktivitas pengembangan diri guru BK profesional
sesuai dengan standar kompetensi guru BK;
c.
Mengembangkan
kesadaran komitmen terhadap etika profesional;
d.
Berperan
aktif di dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling.
Penempatan dan Penyaluran
Layanan Bimbingan dan Konseling
Purwoko
(2008: 59) menjelaskan bahwa layanan penempatan dan penyaluran adalah
serangkaian kegiatan bantuan yang diberikan kepada siswa agar siswa dapat
menempatkan dan menyalurkan segala potensinya pada kondisi yang sesuai.Siswa
sering mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan, sehingga tidak sedikit
siswa yang bakat, kemampuan minat, dan hobinya tidak tersalurkan dengan
baik.Siswa seperti itu tidak mencapai perkembangan secara optimal.Mereka
memerlukan bantuan atau bimbingan dari orang-orang dewasa terutama guru BK
dalam menyalurkan potensi dan mengembangkan dirinya.
Penempatan dan Penyaluran Siswa di Sekolah
Penempatan dan Penyaluran Siswa di Sekolah
Penempatan
dan penyaluran siswa di sekolah dapat berupa (a) penempatan siswa di dalam
kelas, (b) penempatan dan penyaluran ke dalam kelompok-kelompok belajar, (c) ke
dalam kegiatan ko/ekstra kurikuler, dan (d) ke dalam jurusan/program studi yang
sesuai.
a.
Layanan
Penempatan di dalam Kelas
Layanan penempatan di dalam kelas merupakan
jenis layanan yang paling sederhana dan mudah dibandingkan dengan layanan
penempatan penyaluran lainnya.Namun demikian, penyelenggaraannya tidak boleh
diabaikan. Penempatan masing-masing siswa secara tepat akan membawa keuntungan
sebagai berikut.
1)
Bagi
siswa yang bersangkutan, yaitu memberikan penyesuaian dan pemeliharaan terhadap
kondisi individual siswa (kondisi fisik, mental, sosial).
2) Bagi guru, khususnya dalam
kaitannya dengan pengelolaan kelas dengan penempatan yang tepat menjadi lebih
mudah menggerakkan dan mengembangkan semangat belajar siswa.
Formasi duduk melingkar
merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh dalam pelayanan penempatan itu.
a.
Penempatan
dan Penyaluran ke dalam Kelompok Belajar
kelompok
belajar mempunyai dua tujuan pokok. Pertama, untuk memberikan kesempatan bagi
siswa untuk maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Tujuan ini biasanya
diterapkan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar yang menggunakan sistem
maju berkelanjutan. Pada dasarnya dalam sistem ini masing-masing siswa dapat
maju setiap ada kesempatan.
Kedua,
untuk wadah belajar bersama. Berbeda dengan cara pengelompokan pertama,
pengelompokan ini dilakukan tidak menurut kemampuan siswa, melainkan dilakukan
sedemikian rupa sehingga di dalam suatu kelompok belajar akan terdapat
siswa-siswa yang kemampuannya pandai, sedang dan kurang. Atau dapat juga
dilakukan berdasarkan atas pilihan siswa.Dalam hal ini, para siswa bebas
memilih teman-teman sekelas yang paling disukainya untuk dijadikan teman
belajar.Pembentukan kelompok seperti ini bertitik tolak dari anggapan dasar
bahwa siswa dapat belajar bersama, saling memberi dan menerima, saling tukar
pengetahuan dan keterampilan.
b.
Penempatan
dan Penyaluran ke dalam Kegiatan Ko/Ekstra Kurikuler
Kegiatan
ko/ekstra kurikuler merupakan bagian dari kurikulum. Sebagaimana dengan
kegiatan-kegiatan lain, kegiatan ko/ekstra kurikuler pun dapat menjadi wadah
belajar bagi siswa. Ia menempati tingkat kepentingan yang setara dengan
kegiatan-kegiatan akademik lainnya walaupun sifatnya berlainan. Tetapi sangat
disayangkan, kegiatan-kegiatan ini masih dipandang sebagai "hiasan"
tambahan, sebagai kegiatan yang tidak terlalu menentukan perkembangan siswa..
c.
Penempatan
dan Penyaluran ke Jurusan/Program Studi
Sebagian
siswa dapat merencanakan atau menentukan sendiri jurusan/program studi apa yang
akan diambilnya. Mereka menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya.Namun di samping
itu, banyak juga siswa yang tidak dapat membuat rencananya secara realistis.
Mereka membuat rencana hanya berdasarkan atas kemauan dan keinginan, tidak
menyesuaikannya dengan bakat dan kemampuan yang dimilikinya, atau bahkan ada
siswa-siswa yang tidak mampu membuat rencana sama sekali. Terhadap siswa-siswa
yang seperti itu perlu diberikan bantuan agar mereka dapat membuat
rencana-rencana dan mengambil keputusan secara bijaksana.
d.
Penempatan dan Penyaluran Lulusan
Pada
setiap akhir tahun ajaran ratusan ribu atau bahkan jutaan anak muda menamatkan
studi dari jenjang pendidikan tertentu.Pada umumnya mereka mendambakan untuk
dapat melanjutkan pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi.Atau bagi yang
memang tidak bermaksud untuk melanjutkan pendidikan, mereka mendambakan untuk
dapat diterima pada lapangan kerja yang sesuai.
Saat
seperti itu merupakan saat yang kritis bagi kebanyakan para lulusan, baik
tamatan pendidikan dasar, pendidikan menengah, maupun pendidikan tinggi.Mereka
berada dalam masa transisi dari satu tingkat pendidikan ke tingkat pendidikan
lainnya atau dari dunia pendidikan ke dunia kerja.Dalam suasana ini, mereka
dihinggapi oleh berbagai perasaan seperti cemas, bingung, tidak menentu, dan
sebagainya.Perasaan-perasaan seperti ini terutama sekali dialami oleh lulusan
yang sebelumnya kurang mempersiapkan dirinya dengan baik.
e.
Penempatan
dan Penyaluran ke dalam Pendidikan Lanjutan
Penempatan
dan penyaluran siswa pada pendidikan lanjutan tidak dapat dilakukan secara
acak, tetapi memerlukan perencanaan yang matang sebelum siswa tamat dari bangku
sekolah yang sedang didudukinya.Rencana yang baik ialah rencana yang disusun
berdasarkan atas pertimbangan kekuatan dan kelemahan siswa dari segi-segi yang
amat menentukan keberhasilan studi pada program pendidikan lanjutannya terutama
segi kemampuan dasar, bakat, minat, serta kemampuan keuangan.Oleh sebab itu
sangat penting diungkapkan bakat, minat, kemampuan dan ciri-ciri kepribadian
lainnya yang dimiliki siswa, serta keadaan sosial ekonomi orang tua/wali
siswa.Bertitik tolak dari pemahaman yang mendalam itu.
f.
Penempatan
dan Penyaluran ke dalam Jabatan/Pekerjaan
Layanan
penempatan dan penyaluran boleh dikatakan sebagai bentuk khusus yang paling
nyata dari berbagai fungsi pemeliharaan dan pengembangan dalam segala pelayanan
bimbingan dan konseling.Dengan layanan tersebut siswa dipelihara kondisinya,
sambil memperbaiki kondisi-kondisi yang kurang memungkinkan. Pemeliharaan dan
perbaikan kondisi itu tidak lain untuk memungkinkan terjadinya proses
perkembangan yang semakin cepat dan lancar sehingga tercapai keadaan optimal
sesuai dengan tahap perkembangan yang sedang dijalaninya.
Peranan
orang tua atau wali siswa juga cukup penting, terutama dalam memberikan data
pendukung tentang siswa.Menjalankan keputusan tentang penempatan dan penyaluran
yang dilakukan oleh sekolah dengan layanan serta perlakuan orang tua terhadap
anak dan dalam memberikan kemudahan-kemudahan bagi kegiatan belajar siswa
(seperti izin bagi anak untuk melakukan kegiatan, khususnya kegiatan di luar
jam pelajaran; penyediaan buku-buku dan alat-alat keperluan pembelajaran; serta
biaya).Apabila trio "guru – guru BK – orang tua" kompak dan matang
dalam menangani layanan penempatan dan penyaluran demi kebahagiaan siswa,
sangat dapat diharapkan perkembangan siswa berada pada jalur yang tepat.
5.
Evaluasi dan Akuntabilitas
Istilah
evaluasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu Evaluation. Dalam buku
"Essentials of Educational Evaluation", Edwind Wand dan Gerald W.
Brown, mengatakan bahwa : "Evaluation rafer to the act or prosses to
determining the value of something". Jadi menurut Wand dan Brown,
evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari
pada sesuatu. Sesuai dengan pendapat tersebut maka evaluasi pelaksanaan
bimbingan dan konseling dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau suatu
proses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam pelaksanaan bimbingan dan
konseling di sekolah yang diharapkan oleh Departemen Pendidikan.
Evaluasi
ini dapat pula diartikan sebagai proses pengumpulan informasi (data) untuk
mengetahui efektivitas (keterlaksanaan dan ketercapaian) kegiatan-kegiatan yang
telah dilaksanakan dalam upaya mengambil keputusan. Pengertian lain dari
evaluasi ini adalah suatu usaha mendapatkan berbagai informasi secara berkala,
berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil dari perkembangan
sikap dan perilaku, atau tugas-tugas perkembangan para siswa melalui program
kegiatan yang telah dilaksanakan.
evaluasi terhadap kegiatan
bimbingan dan konseling, mengandung tiga aspek penilaian, yaitu:
a.
Penilaian
terhadap program bimbingan dan konseling.
b.
Penilaian
terhadap proses pelaksanaan bimbingan dan konseling.
c.
Penilaian
terhadap hasil (Product) dari pelaksanaan kegiatan pelayanan bimbingan
dan konseling.
Kegiatan
evaluasi bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan kegiatan dan ketercapaian
tujuan dari program yang telah ditetapkan.Dalam melaksanakan suatu program,
dalam hal ini program bimbingan dan konseling, peranan evaluasi sangatlah
penting. Hasil evaluasi akan memberikan manfaat yang sangat berarti bagi
pelaksanaan program tersebut untuk selanjutnya.
Secara
umum, penyelenggaraan evaluasi bimbingan dan konseling bertujuan sebagai
berikut:
a.
Mengetahui
kemajuan program bimbingan dan konseling atau subjek yang telah memanfaatkan
layanan bimbingan dan konseling.
b.
Mengetahui
tingkat efesiensi dan efektifitas strategi pelaksanaan program bimbingan dan
konseling yang telah dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu.
c.
Secara
operasional, penyelenggaraan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan
konseling ditujukan untuk:
1)
Meneliti
secara berkala pelaksanaan program bimbingan dan konseling.
2)
Mengetahui
tingkat efisiensi dan efektifitas dari layanan bimbingan dan konseling.
3)
Mengetahui
jenis layanan yang sudah atau belum dilaksanakan dan atau perlu diadakan
perbaikan dan pengembangan.
4)
Mengetahui
sampai sejauh mana keterlibatan semua pihak dalam usaha menunjang keberhasilan
pelaksanaan program bimbingan dan konseling.
Sedangkan secara khusus
tujuan evaluasi bimbingan dan konseling adalah:
a.
Untuk
mengetahui jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling apakah sudah ada atau
belum diberikan kepada siswa di sekolah/madrasah.
b.
Untuk
mengetahui aspek-aspek lain apakah yang perlu dimasukkan kedalam program
bimbingan untuk perbaikan layanan yang diberikan.
c.
Untuk
membantu kepala sekolah/madrasah, guru-guru termasuk pembimbing atau konselor
dalam melakukan perbaikan tata kerja mereka dalam memahami dan memenuhi
kebutuhan tiap-tiap siswa.
d.
Untuk
mengetahui dalam bagian-bagian manakah dari program bimbingan yang perlu
diadakan perbaikan-perbaikan.
e.
Untuk
mendorong semua personil bimbingan agar bekerja leih giat dalam mengembangkan
program-program bimbingan.
Adapun
fungsi evaluasi program bimbingan dan konseling di sekolah adalah:
Memberikan umpan balik (feed
back) kepada guru pembimbing (konselor) untuk memperbaiki atau
mengembangkan program bimbingan dan konseling.
Memberikan informasi kepada
pihak pimpinan sekolah, guru mata pelajaran, dan orang tua siswa tentang
perkembangan sikap dan perilaku, atau tingkat ketercapaian tugas-tugas
perkembangan siswa, agar secara bersinergi atau berkolaborasi meningkatkan
kualitas implementasi program bimbingan dan konseling di sekolah/madrasah.
Aspek-aspek yang Dievaluasi
Ada
dua macam aspek kegiatan penilaian program kegiatan bimbingan, yaitu penilaian
proses dan penilaian hasil. Penilaian proses dimaksudkan untuk mengetahui
sampai sejauh mana keefektifan pelayanan bimbingan dilihat dari prosesnya,
sedangkan penilaian hasil dimaksudkan untuk memperoleh informasi keefektifan
pelayanan bimbingan dilihat dari hasilnya. Aspek yang dinilai baik prosesnya
maupun hasil antara lain:
a.
kesesuaian
antara program dengan pelaksanaan;
b.
keterlaksanaan
program;
c.
hambatan-hambatan
yang dijumpai;
d.
dampak
pelayanan bimbingan terhadap kegiatan belajar mengajar;
e.
respon
peserta didik, personel sekolah/madrasah, orang tua, dan masyarakat terhadap
pelayanan bimbingan;
f.
perubahan
kemajuan peserta didik dilihat dari pencapaian tujuan pelayanan bimbingan,
pencapaian tugas-tugas perkembangan dan hasil belajar, dan keberhasilan peserta
didik setelah menamatkan sekolah/madrasah baik pada studi lanjutan ataupun pada
kehidupannya di masyarakat.
Apabila dilihat dari sifat
evaluasi, evaluasi bimbingan dan konseling lebih bersifat penilaian dalam
proses yang dapat dilakukan dengan cara berikut ini.
a.
Mengamati
partisipasi dan aktivitas peserta didik dalam kegiatan pelayanan bimbingan.
b.
Mengungkapkan
pemahaman peserta didik atas bahan-bahan yang disajikan atau
pemahaman/pendalaman peserta didik atas masalah yang dialaminya.
c.
Mengungkapkan
kegunaan pelayanan bagi peserta didik dan perolehan peserta didik sebagai hasil
dari partisipasi/aktivitasnya dalam kegiatan pelayanan bimbingan.
d.
Mengungkapkan
minat peserta didik tentang perlunya pelayanan bimbingan lebih lanjut.
e.
Mengamati
perkembangan peserta didik dari waktu ke waktu (butir ini terutama dilakukan
dalam kegiatan pelayanan bimbingan yang berkesinambungan).
f.
Mengungkapkan
kelancaran proses dan suasana penyelenggaraan kegiatan pelayanan.
Langkah-langkah Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi program ditempuh melalui
langkah-langkah berikut.
a.
Merumuskan
masalah atau instrumentasi
b.
Mengembangkan
atau menyusun instrumen pengumpul data.
c.
Mengumpulkan
dan menganalisis data..
d.
Melakukan
tindak lanjut (follow up).
Akuntabilitas
Secara harfiah, konsep
akuntabilitas atau accountability berasal dari dua kata, yaitu account
(rekening, laporan atau catatan) dan ability (kemampuan).Akuntabilitas
bisa diartikan sebagai kemampuan menunjukkan laporan atau catatan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Akuntabilitas, meskipun dibahas sebagai istilah tunggal,
dapat dimaknai dengan cara yang berbeda. Stone & Dahir ( dalam diltz and
kimberly, 2010) mendefinisikan akuntabilitas sebagai kemampuan untuk
menyediakan dokumentasi tentang efektivitas hasil kegiatan profesional. Myrick,
2003 (dalam diltz and kimberly, 2010) mendefinisikan akuntabilitas sebagai
jawaban atas tindakan seseorang, terutama dalam hal menetapkan tujuan,
melaksanakan prosedur, dan menggunakan hasil untuk perbaikan program
Akuntabilitas pelayanan
terwujud dalam kejelasan program, proses implementasi, dan hasil-hasil yang
dicapai serta informasi yang dapat menjelaskan apa dan mengapa sesuatu proses
dan hasil terjadi atau tidak terjadi. Hal yang amat penting di dalam
akuntabilitas adalah informasi yang terkait dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan dan/atau kegagalan peserta didik di dalam mencapai
kompetensi.Oleh karena itu seorang konselor perlu menguasai data dan bertindak
atas dasar data yang terkait dengan perkembangan peserta didik.
Analisis
Hasil Evaluasi Program dan Tindak Lanjut
Hasil
evaluasi menjadi umpan balik program yang memerlukan perbaikan, kebutuhan peserta
didik yang belum terlayani, kemampuan personil dalam melaksanakan program,
serta dampak program terhadap perubahan perilaku peserta didik dan pencapaian
prestasi akademik, peningkatan mutu proses pembelajaran dan peningkatan mutu
pendidikan.Hasil analisis harus ditindaklanjuti dengan menyusun program
selanjutnya sebagai kesinambungan program, mengembangkan jejaring pelayanan
agar pelayanan bimbingan dan konseling lebih optimal, melakukan referal bagi
peserta didik-peserta didik yang memerlukan bantuan khusus dari ahli lain,
serta mengembangkan komitmen baru kebijakan orientasi dan implementasi
pelayanan bimbingan dan konseling selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas.2007. Penataan Pendidikan
Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan
Formal.Dipublikasikan oleh Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.
Diltz ,Dilani M Perera& Kimberly L Mason: 2010. "Exploration of
Accountability
Practices of School Counselor : A National Study":Journal of Professional Counseling, Practice, Theory, & Research. Austin: 38 Spring .1sted; pg. 52, 19 pgs.
Accountability
Practices of School Counselor : A National Study":Journal of Professional Counseling, Practice, Theory, & Research. Austin: 38 Spring .1sted; pg. 52, 19 pgs.
Mulyadi, A. 2003.Dasar-dasar Bimbingan dan
Konseling. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Prayitno, Prof. Dr dan Drs. Erman Amti. 2004.
Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Purwoko, Budi. 2008. Organisasi dan
Managemen Bimbingan Konseling. Surabaya: Unesa University Press.
Syamsu, Yusuf Dr., L.N. dan Dr. A. Juntika
Nurihsan. 2009. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rosda
A. Pengertian
Individu
Individu berasal dari kata in dan devided. Dalam
Bahasa Inggris in salah satunya
mengandung pengertian tidak, sedangkan divided
artinya terbagi. Jadi individu artinya tidak terbagi, atau suatu kesatuan.
Dalam Bahasa Latin individu berasal dari kata individium yang berarti yang tidak
terbagi, jadi merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu
kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Individu bukan berarti manusia sebagai
suatu kesatuan yang tidak dapat dibagi-bagi melainkan sebagai kesatuan yang
terbatas, yaitu sebagai manusia perorangan sehingga sering digunakan sebagai
sebutan “orang-seorang” atau manusia “perorangan”. Individu merupakan kesatuan
aspek jasmani dan rohani. Dengan kemampuan rohaninya individu dapat berhubungan
dan berfikir serta dengan fikirannya itu mengendalikan dan dan memimpin
kesanggupan akal dan kesanggupan budi untuk mengatasi segala masalah dan
kenyataan yang dialaminya.Ciri seorang individu tidak hanya mudah dikenali
lewat ciri fisik atau biologisnya, sifat, karakter, perangai, atau gaya dan
selera orang juga berbeda-beda. Lewat ciri-ciri fisik seseorang pertama kali
mudah dikenali.Ada orang yang gemuk, kurus, atau langsing, ada yang kulitnya
coklat, hitam, atau putih, ada yang rambutnya lurus dan ikal. Dilihat dari
sifat, perangai, atau karakternya, ada yang orang yang periang, sabar, cerewet,
atau lainnya.
Seorang individu adalah perpaduan antara faktor
genotip dan fenotip. Faktor genotip adalah faktor yang dibawa individu sejak
lahir, ia merupakan faktor keturunan, dibawa individu sejak lahir. Secara fisik
seseorang memiliki kemiripan atau kesamaan ciri dari orang tuanya, kemiripan
atau persamaan itu mungkin saja terjadi pada keseluruhan penampilan fisiknya,
bisa juga terjadi pada bagian-bagian tubuh tertentu saja.Kita bisa melihat
secara fisik bagian tubuh mana dari kita yang memiliki kemiripan dengan orang
tua kita. Ada bagian tubuh kita yang mirip ibu atau ayah, begitu pula mengenai
sifat atau karakter kita ada yang mirip seperti ayah dan ibu.
Kalau seorang individu memiliki ciri fisik dan
karakter atau sifat yang dibawa sejak lahir, ia juga memiliki ciri fisik dan
karakter atau sifat yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (faktor fenotip).
Faktor lingkungan ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari
seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
Lingkungan fisik seperti alam sekitarnya, baik itu lingkungan buatan seperti
tempat tinggal (rumah) dan lingkungan. Sedangkan lingkungan yang bukan buatan
seperti kondisi alam geografis dan iklimnya.
Orang yang tinggal di daerah pantai memiliki sifat dan
kebiasaan siang yang berbeda dengan yang tinggal dipegunungan. Mungkin orang di
daerah pantai bicaranya cenderung keras, berbeda dengan mereka yang tinggal
didaerah pegunungan. Berbeda lingkungan tempat tinggal, cenderung berbeda pula
kebiasaan dan perilaku orang-orangnya.
Menurut Nursid Sumaatmadja (2000), kepribadian
adalah keseluruhan perilaku individu yang merupakan hasil interaksi antara
potensi-potensi bio-psiko-fisikal (fisik dan psikis) yang terbawa sejak lahir
dengan rangkaian situasi lingkungan, yang terungkap pada tindakan dan perbuatan
serta reaksi mental psikologisnya, jika mendapat rangsangan dari lingkungan.
Dia menyimpulkan bahwa faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam
pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang.
B. Pengertian
Pemahaman Individu
Pemahaman indvidu adalah merupakan awal dari
kegiatan bimbingan dan konseling. Tanpa adanya pemahaman terhadap individu,
sangat sulit bagu guru pembimbing untuk memberikan bantuan karena pada dasarnya
bimbingan adalah bantuan dalam rangka pengembangan pribadi.
Pemahaman individu oleh Aiken (1997, hlm. 454)
diartikan sebagai “Appraising the
presence or magnitude of one or more personal characteristic. Assessing human
behavior and mental processes includes such procedures as observations, interviews,
rating, scale, check list, inventories, projective techniques, and tests”. Pengertian
tersebut diartikan bahwa pemahaman individu adalah suatu cara untuk memahami,
menilai atau menaksir karakteristik, potensi, dan atau masalah-masalah gangguan
yang ada pada individu atau kelompok individu. Cara yang digunakan meliputi
observasi, interview, teknik projektif, dan beberapa jenis tes.
C. Pengumpulan
Data
1.
Prinsip Pengumpulan Data
Prinsip-prinsip pengumpulan dan penyimpanan data, yaitu:
a. Kelengkapan data
Data yang dikumpulan hendaknya mencakup beberapa hal, yaitu:
1) Data
potensi dan data kekuatan atau kecakapan-kecakapan yang dimiliknya,
2) Aspek intelektual, sosial, emosional, fisik dan motorik,
3) Kebutuhan,
4) Tantangan ancaman dan masalah yang dihadapi,
5) Karakteristik permanen ataupun temporer.
b. Relevansi data
Data yang dihimpun hendaknya data yang sesuai atau relevan dengan
kebutuhan layanan bimbingan dan konseling.
c. Keakuratan data
Data
yang akurat berhubungan dengan prosedur dan teknik pengumpulan data.
Empat
hal yang berkenaan dengan pengumpulan data ini, yaitu:
1) Validitas data
2) Validitas instrumen
3) Proses pengumpulan data yang benar
4) Analisis data yang tepat
d. Efisiensi penyimpanan data
Data yang sudah diolah, selanjutnya
disimpan dalam kartu atau buku catatan pribadi. Sekarang data tersebut disimpan
secara elektronik dalam computer (soft
file/CD) sehingga tidak memerlukan tempat yang banyak dan ruang data yang
luas.
e. Efektivitas penggunaan data
Data
yang tersedia hendaknya dapat memberikan dukungan terhadap pemberian layanan
bimbingan dan konseling.
2.
Macam-Macam Data
Macam-macam data:
a. Kecakapan
1) Kecakapan
petensial (potential ability)
diperoleh secara heriditer (pembawaan
kelahirannya).
a) Abilitas dasar umum (general inteligence) atau kecerdasan.
b) Abilitas dasar khusus dalam bidang tertentu (bakat, aptitudes).
2) Kecakapan
aktual (actual ability) yang
menunjukan pada aspek kecakapan yang segera dapat didemonstrasikan dan diuji
sekarang juga. Misalnya: prestasi belajar, keterampilan, kreativitas
dan lain sebagainya.
b. Kepribadian
1) Fisik dan kebebasan
2) Psikis
3) Kegiatan : ekstrakurikuler
4) Keunggulan-keunggulan
dalam bidang: akademik. Keagamaan. Olahraga, kesenian, keterampilan, sosial,
dll.
5) Pengalaman istimewa dan prestasi yang telah diraih
6) Latar belakang
7) Agama dan moral
8) Lingkungan masyarakat
3.
Sumber Data
Pemahaman individu siswa dapat dilakukan melalui
beberapa suber, yaitu:
a. Sumber
pertama yaitu siswa itu sendiri yang dapat dilakukan melalui wawancara,
observasi ataupun teknik pengukuran.
b. Sumber
kedua yaitu orang tua siswa dan keluarga terdekat siswa, guru-guru yang pernah
mengajar dan bergaul lama dengan siswa, temannya, dokter pribadi dan
sebagainya.
4.
Aspek-Aspek yang Dihimpun dalam
Pengumpulan Data
Data pribadi siswa di sekolah, misalnya meliputi
berbagai hal dalam pokok-pokok berikut:
a.
Identitas pribadi
b.
Latar belakang rumah dan keluarga
c.
Kemampuan mental, bakat, dan kondisi
kepribadian
d.
Sejarah pendidikan, hasil belajar,
nilai-nilai mata pelajajaran
e.
Hasil tes diagnostik
f.
Sejarah kesehatan
g.
Pengalaman ekstrakurikuler dan kegiatan
di luar sekolah
h.
Minat dan cita-cita pendidikan dan pekerjaan/jabatan
i.
Prestasi khusus yang pernah diperoleh
j.
Deskripsi menyeluruh hasil belajar siswa
setiapa kelas
k.
Sosiometri setiap kelas
l.
Laporan penyelenggaraan diskusi/belajar
kelompok
5.
Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan
dalam Pengumpulan Data
a.
Materi himpunan data yang baik (akurat
dan lengkap) sangat berguna untuk memberikan gambaran yang tepat tentang
individu.
b.
Data tentang individu selalu bertambah,
berubah, berkembang, dan dinamis. Oleh karena itu, data dalam kumpulan data
harus selalu baru dengan menambahkan data baru dan menanggalkan data lama yang
sudah tidak relevan lagi.
c.
Data yang terkumpul disusun dalam
format-format yang teratur rapi menurut sistem tertentu. Data untuk
masing-masing individu dipisahkan sepenuhnya.
d.
Data dalam himpunan data itu pada
dasarnya bersifat rahasia. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat
berhubungan dengan kumpulan data itu.
e.
Mengingat bahwa data yang dikumpulkan
cukup banyak, harus pula ditambah dan dikurangi sesuai dengan perkembangan,
lagipula pengeluaran data (untuk dipakai) dan pemasukannya kembali memakan
waktu yang cukup banyak, konselor sering terjebak oleh pekerjaan rutin
penyelenggaraan himpunan data itu. Bahkan mungkin masih ada konselor sekolah
yang menganggap bahwa penyelenggaraan himpunan data itu merupakan tugas yang
paling utama bagi konselor di sekolah.
6.
Manajemen dan Penggunaan Data
Program
bimbingan dan konseling komprehensif diarahkan oleh data. Penggunaan data di
dalam layanan bimbingan dan konseling akan menjamin setiap peserta didik memperoleh
manfaat dari layanan bimbingan dan konseling. Data yang diperoleh dan digunakan
perlu diadministrasikan dengan baik dan cermat. Manajemen data dilakukan secara
manual maupun komputer.
Dalam
era teknologi informasi, manajemen data peseta didik dilakukan secara komputer.
Penggunaan data peserta didik dan lingkungan sekolah yang tertata dan dimenejemen
dengan baik untuk kepentingan memonitor
kemajuan peserta didik akan menjamin seluruh peserta didik menerima apa yang
mereka perlukan untuk keberhasilan sekolah.
D.
Teknik Pemahaman
1. Pemberian
Instrumen
Berbagai
instrumen dapat membantu melengkapi dan mendalami pemahaman tentang klien dan
masalahnya itu.Dalam kaitan itu konselor perlu memiliki wawasan dan
keterampilan yang memadai dalam penggunaan berbagai instrumen
tersebut.Instrumentasi bimbingan dan konseling memang merupakan salah satu
sarana yang perlu dikembangkan agar pelayanan bimbingan dan konseling
terlaksana secara lebih cermat dan berdasarkan data empirik. Termasuk ke dalam
instrumen yang dimaksudkan itu adalah berbagai tes, inventori, angket dan
format isian. Sedang untuk pemahaman lingkungan yang “lebih luas” dapat
digunakan berbagai brosur, leaflet, selebaran, model, contoh, dan lain
sebagainya.
Beberapa
pertimbangan yang perlu mendapat perhatian para konselor dalam penerapan instrumentasi bimbingan dan
konseling.
a. Instrumen
yang dipakai haruslah yang sahih dan terandalkan.
b. Pemakai
instrument (dalam hal ini konselor) bertanggung jawab atas pemilihan instrument
yang akan dipakai (misalnya tes), monitoring pengadministrasiannya dan skoring.
c. Pemakaian
instrumen, misalnya, harus dipersiapkan secara matang, bukan hanya persiapan
instrumennya saja, tetapi persiapan klien yang akan mengambil tes itu. Klien
hendaknya memahami tujuan dan kegunaan tes itu dan bagaimana kemungkinan
hasilnya.
d. Perlu
diingat bahwa tes atau instrument apa pun hanya merupakan salah satu sumber
dalam rangka memahami individu secra lebih luas dan dalam.
e. Ada
dan dipergunakannya berbagai instrumen lainnya bukanlah syarat mutlak bagi
pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling. Tes dan berbagai instrumen itu
sekedar alat bantu.
Instrumen bimbingan dan konseling berupa tes
maupun nontes.
a. Instrumen
Tes
Tes dipandang
sebagai suatu alat yang digunakan dalam proses terapeutik dan memberikan
sumbangan dalam membantu klien (siswa) untuk membuat keputusan dan perencanaan
sendiri. Bagi konselor tes membantu dalam menelaah dan mendiagnosa
karakteristik dan masalah kepribadian dan mendiagnosa karakteristik dan kepribadian
klien dengan tujuan untuk memberi informasi yang berguna tentang kepribadiannya
sendiri.
Ada tiga fungsi
penggunaan tes dalam konseling yaitu: 1) sebagai alat diagnostik, 2) menemukan
minat dan nilai , dan 3) membuat prediksi tingkah laku.
Dalam memilih
tes untuk konseling, beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain:
1) Standar
tes yang digunakan
2) Memilih
waktu penggunaan tes secara teapt
3) Memilih
topic tes
4) Partisipasi
klien dalam memilih tes
5) Prosedur
pemilihan tes dengan langkah-langkah berikut:
a) Klien
dan konselor menetapkan data apa yang diperlukan untuk membantu memecahkan
masalah
b) Konselor
menggambarkan macam-macam teori tes
c) Konselor
memberikan rekomendasi kepada tes tertentu yag dapat memberikan data yang
diperlukan
d) Konselor
membiarkan klien untuk memberikan reaksi terhadap pemilihan tes
e) Mengatur
pelaksanaan tes
Dalam menggunakan tes untuk proses
konseling hendaknya diperhatikan prinsip-prinsip berikut:
1) Mengetahui
tes secara menyeluruh
2) Penjajagan
terhadap alasan klien menginginkan dan pengalaman klien dalam tes-tes yang
pernah dialaminya
3) Perlu
pengaturan pertemuan interpretasi tes agar klien siap untuk menerima informasi
4) Arti
skor tes harus dibuat secepatnya dalam diskusi
5) Kerangka
acuan hasil tes hendaknya dibuat dengan jelas
6) Hasil
tes harus diberikan kepada klien (dalam bentuk buku skor)
7) Hasil
tes harus selalu terjabarkan
8) Konselor
hendaknya bersikap netral
9) Konselor
hendaknya memberikan interpretasi secara berarti dan jelas
10)
Tes harus memberikan prediksi dengan
tepat
11)
Dalam tahap interpretasi tasi tes, perlu
adanya partisipasi dan evaluasi dari klien
12)
Interpretasi skor yang rendah kepada
klien normal hendakn ya dilakukan dengan hati-hati
Secara umum kegunaan berbagai tes itu ialah membantu
konselor dalam:
1)
Memperoleh dasar-dasar pertimbangan
berkenaan dengan berbagai masalah pada individu yang dites, seperti masalah
penyesuaian dengan ligkungan, masalah prestasi belajar atau hasil belajar,
masalah penempatan dan penyaluran;
2)
Memahami sebab-sebab terjadinya masalah
diri individu;
3)
Mengenali individu (misalnya siswa di
sekolah) yang memiliki kemampuan yang sangat tinggi dan sangat rendah yang
memerlukan bantuan khusus;
4)
Memperoleh gambaran tentang kecakapan,
kemampuan, atau keterampilan seseorang individu dalam bidang tertentu.
Adapun beberapa instrument tes yaitu sebagai
berikut:
1) Tes
Intelegensi (Kecerdasan)
Kecerdasan dapat diartikan sebagai kemampuan berpikir yang bersifat abstrak.Dapat
juga diartikan sebagai kemampuan umum individu untuk berperilaku yang jelas
tujuannya, berpikir rasional, dan berhubungan dengan lingkungannya secara
efektif.
Tigkat kecerdasan (IQ) dengan klasifikasinya:
a) Superior atau genius adalah murid yang dapat bertindak jauh lebih cepat
dan dengan kemudahan dibandingkan dengan murid yang lainnya.
b) Normal
adalah murid yang rata-rata atau pada umumnya.
c) Sub-normal atau mentally deffective atau
mentally retarded adalah murid yang bertindak jauh lebih lambat dari
kecepatannya, dan jauh lebih banyak ketidaktepatannya dan kesulitannya,
dibandingkan dengan murid lain.
Dibedakan lebih lanjut kedakam kategori murid-murid,
yaitu:
a) Debil
(moron) yang masih mendekati murid normal yang berusia sekitar 9 – 19 tahun
b) Imbecil mendekati murid normal sekitar usia 5-6 tahun.
c) Idiot mendekati murid normal berusia dibawah 4 tahun.
2) Tes
Bakat
Tes bakat mengukur kecerdasan potensial yang bersifat khusus murid.
Ada dua jenis bakat, yaitu bakat sekolah dan bakat pekerjaan-jabatan. Bakat
sekolah berkenaan dengan kecakapan potensial khusus yang mendukung penguasaan
bidang-bidang ilmu atau mata pelajaran.Sedangkan bakat pekerjaan-jabatan
berkenaan dengan kecakapan potensial khusus yang mendukung keberhasilan dalam
pekerjaan.
Untuk mengetahui
bakat murid, telah dikembangkan beberapa macam tes, seperti:
a) Rekonik
(mengukur kemampuan fungsi motorik, persepsi dan berpikir mekanis)
b) Tes
bakat musik
c) Tes
bakat artistik
d) Tes
bakat klerikal (perkantoran)
e) Tes
bakat yang multifactor (mengukur berbagai kemampuan khusus)
3) Tes
prestasi belajar (Achivement Tests)
Tes
prestasi belajar adalah suatu perangkat kegiatan atau alat yang dimaksudkan untuk
mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah dirancang sebelumnya dalam
domain kognitif, afektif, dan psikomotor.
Penggunaan
teknik tes khususnya tes prestasi belajar bagi guru MI/ SD bertujuann untuk:
a) Menilai kemampuan belajar murid
b) Memberikan bimbingan belajar kepada murid
c) Mengecek kemajuan belajar murid
d) Memahami kesulitan-kesulitan belajar murid
e) Memperbaiki teknik mengajar guru
f) Menilai efektifitas (keberhasilan) mengajar guru
Tes prestasi belajar ini disusun
untuk mengukur hasil pembelajaran atau kemajuan belajar murid.Tes ini meliputi:
a) Tes
diagnostik, yang dirancang agar guru dapat menentukan letak kesulitan murid,
dalam mata pelajaran yang diajarkan.
b) Tes
prestasi belajar kelompok yang baku
c) Tes
prestasi belajar yang disusun oleh para guru, misalnya dalam bentuk ulangan
sehari-hari.
b. Instrumen
Nontes
Instrumen
non-tes meliputi berbagai prosedur, seperti pengamatan, wawancara, catatan
anekdot, angket, sosiometri, inventori yang dibakukan.
Berikut ini
beberapa bentuk instrumen nontes yaitu sebagai berikut:
1) Catatan
anekdot
Catatan anekdot,
yaitu catatan otentik hasil observasi. Dengan mempergunakan catatan anekdot,
guru dapat:
a) Memperoleh pemahaman yang lebih tepat tentang perkembangan murid
b) Memperoleh pemahaman tentang penyebab dari gejala tingkah laku murid
c) Memudahkan dalam menyesuaikan diri dengan kbutuhan murid
Catatan anekdot yang baik memiliki
syarat sebagai berikut:
a) Objektif, yaitu cacatan yang dibuat secara rinci tentang perilaku murid
b) Deskriftif, yaitu catatan yang menggambarkan diri murid secara
lengkap tentang suatu peristiwa mengenai murid
c) Selektif,
yaitu dipilih suatu situasi yang dicatat
2) Angket
Angket
(kuesioner) merupakan alat pengumpul data melalui komunikasi tidak langsung,
yaitu melalui tulisan.Beberapa petunjuk untuk menyusun angket:
a) Gunakan
kata-kata yang tidak mempunyai arti rangkap
b) Sususnan kalimat sederhana tapi jelas
c) Hindarkan
kata-kata yang bersifat negative dan menyinggung perasaan responder
3) Daftar
cek
4) Autobiografi
(riwayat atau karangan) dan catatan harian
Karangan pribadi
ini merupakan ungkapan pribadi murid tentang pengalaman hidupnya, cita-citanya,
keadaan keluarga, dan lain-lain.
Karangan pribadi
ini dalam pembuatannya dibagi ke dalam dua jenis, yaitu terstruktur dan tidak
terstruktur.
a) Terstruktur yaitu karangan pribadi disusun berdasarkan tema
(judul) yang telah ditentukan sebelumnya
b) Tidak
tersruktur yaitu murid diminta untuk membuat karangan pribadi secara bebas
5) Sosiometri
Sosiometri
bertujuan untuk memperoleh informasi tentang hubungan atau interaksi sosial
(saling penerimaan atau penolakan) diantara murid dalam suatu kelas, kelompok,
kegiatan ekstrakurikuler, organisasi kesiswaan, dll. Dengan sosiometri guru
dapat mengetahui tentang:
a) Murid yang popular
b) Yang terisolir
c) kelompok kecil dengan anggota 2-3 orang murid
Sosiometri
dapat digunakan untuk:
a) Memperbaiki hubungan insani
b) Menentukan kelomppok belajar/kerja
c) Meneliti kemampuan memimpin seorang individu (murid) dala kelompok
6) Inventori
2. Teknik
Wawancara
Wawancara merupakan teknik untuk
mengumpukan informasi melalui komunikasi langsung dengan responden (orang yang
minta informasi). Kelebihan dan kekurangan teknik wawancara adalah sebagai
berikut.
a.
Kelebihan wawancara:
1)
Merupakan teknik yang paling tepat untuk mengungkapkan keadaan pribadi murid
secara mendalam
2)
Dapat dilakukan terhadap setiap tingkatan umur
3)
Dapat diselenggarakan serempak dengan observasi
4)
Digunakan untuk pelengkap data yang
dikumpulkan dengan teknik lain.
b.
Kelemahan wawancara:
1)
Tidak efisien, yaitu tidak bisa menghemat waktusacara singkat
2)
Sangat tergantung pada kesediaan kedua belah pihak
3)
Menuntut penguasaan bahasa dari pihak pewawancara
Dalam bimbingan dan konseling dikenal beberapa macam wawancara, yaitu:
a. Wawancara pengumpulan data (informational interview)
b. Wawancara konseling (counseling interview)
c. Wawancara disiplin (diciplinary interview)
d. Wawancara penempatan (placement interview)
3. Observasi(pengamatan)
Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Dilakukan sesuai dengan tujuan yang dirumuskan terlebih dahulu.
b. Direncanakan secara sistematis.
c. Hasilnya dicatat dan diolah sesuai dengan tujuan.
d. Perlu diperiksa ketelitiannya.
Teknik
observasi dapat dikelompokkan ke dalam beberapa jenis:
a. Observasi sehari-hari (daiily observation)
b. Observasi sistematis (systematic observation)
c. Observasi partisipatif (participative observation)
d. Observasi non-partisipasif (non participative observation)
4. Studi
Kasus
Studi kasus
merupakan teknik mempelajari perkembangan seorang murid secara menyeluruh dan
mendalam serat mengungkap seluruh aspek pribadi murid yang datanya diperoleh
dari bebagai pihak
Dalam
melaksanakan studi kasus ini dapat ditempuh langkah-langkah:
a. Menentukan murid yang bermasalah
b. Memperoleh data
c. Menganalisis data
d. Memberikan layanan bantuan
5. Konferensi
kasus
Konferensi kasus
merupakan suatu pertemuan diantara beberapa unsur di sekolah untuk membicarakan
seorang atau beberapa murid yang mempunyai masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi,
R & Malihah, E. (2011). Panduan
kuliah pendidikan lingkungan sosial, budaya, dan teknologi. Bandung:
CV.Maulana Media Grafika.
Nurihsan,
A.J. (2006). Bimbingan &Konseling. Bandung:PT.Refika
Aditama.
Sukardi,
D.K. & Kusmawati. N. (2008). Proses
bimbingan dan konseling di sekolah. Jakarta:Rineka Cipta.
Supriatna,
M. (2013). Bimbingan dan konseling
berbasis kompetensi. Jakarta:Rajawali Pers.
Surya,
M.(2009). Psikologi konseling.Bandung:Maestro.
Wahidah,
N.DKK.(2014). Makalah teknik-teknik dasar
pemahaman individu. Diakses dari:
http://nurrulwahiddahh.blogspot.com/2014/06/maklah-teknik-teknik-dasar-pemahaman.html
Masalah-masalah siswa di sekolah serta pendekatan-pendekatan umum dalam bimbingan dan konseling
(Strategi bimbingan dan konseling)
A. Masalah-masalah Siswa di Sekolah(Strategi bimbingan dan konseling)
Tohirin (2007: 111) mengungkapkan bahwa siswa di sekolah akan mengalami masalah-masalah yang berkenaan dengan:
1) Perkembangan individu,
2) Perbedaan individu dalam hal: kecerdasan, kecakapan, hasil belajar, bakat, sikap, kebiasaan, pengetahuan, kepribadian, cita-cita, kebutuhan, minat, pola-pola dan tempo perkembangan, ciri-ciri jasmaniah, dan latar belakang lingkungan,
3) Kebutuhan individu dalam hal: memperoleh kasih sayang, memperoleh hargadiri, memperoleh penghargaan yang sama, ingin dikenal, memperoleh prestasi dan posisi, untuk dibutuhkan orang lain, merasa bagian dari kelompok, rasa aman dan perlindungan diri, dan untuk memperoleh kemerdekaan diri,
4) Penyesuaian diri dan kelainan tingkah laku,
5) Masalah belajar.
M. Hamdan Bakran Adz-Dzaky (2004) mengklasifikasikan masalah individu termasuk siswa sebagai berikut:
1) Masalah atau kasus yang berhubungan problematika individu dengan Tuhannya
Masalah individu yang berhubungan dengan Tuhannya, ialah kegagalan individu melakukan hubungan secara vertikal dengan Tuhannya; seperti sulit menghadirkan rasa takut, memiliki rasa tidak bersalah atas dosa yang dilakukan, sulit menghadirkan rasa taat, merasa bahwa Tuhan senantiasa mengawasi perilakunya sehingga individu merasa tidak memiliki kebebasan. Dampak semuanya itu adalah timbulnya rasa malas atau enggan melaksanakan ibadah dan sulit untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang dilarang Tuhan dengan hati nurani.
2) Masalah individu dengan dirinya sendiri
Masalah individu berhubungan dengan dirinya sendiri adalah kegagalan bersikap disiplin dan bersahabat dengan hati nurani yang selalu mengajak atau menyeru dan membimbing kepada kebaikan dan kebenaran Tuhannya. Dampaknya adalah muncul sikap was-was, ragu-ragu, berprasangka buruk (su’udzon), rendah motivasi, dan dalam banyak hal tidak mampu bersikap mandiri.
3) Individu dengan lingkungan keluarga
Masalah individu berhubungan dengan lingkungan keluarga misalnya kesulitan atau ketidak mampuan mewujudkan hubungan yang harmonis antara anggota keluarga seperti antara anak dengan ayah dan ibu, adik dengan kakak dan saudara-saudara lainnya. Kondisi ketidak harmonisan dalam keluarga menyebabkan anak merasa tertekan, kurang kasih sayang, dan kurangnya ketauladanan dari kedua orang tua.
4) Individu dengan lingkungan kerja
Masalah individu berhubungan dengan lingkungan kerja misalnya kegagalan individu memilih pekerjaan yang sesuai dengan karakteristik pribadinya, kegagalan dalam meningkatkan prestasi kerja, ketidak mampuan berkomunikasi dengan atasan, rekan kerja, dan kegagalan dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Khususnya siswa, masalah yang berhubungan dengan karier misalnya ketidakmampuan memahami tentang karier, kegagalan memilih karier yang sesuai dengan latar belakang pendidikan dan karakteristik pribadinya.
5) Individu dengan lingkungan sosialnya
Masalah individu yang berhubungan dengan lingkungan sosialnya misalnya ketidakmampuan melakukan penyesuaian diri (adaptasi) baik dengan lingkungan tetangga, sekolah, dan masyarakat atau kegagalan bergaul dengan lingkungan yang beraneka ragam watak, sifat, dan perilaku.
Beberapa contoh masalah-masalah di sekolah yang dikemukakan dalam Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling (halaman 58).
1. Prestasi belajar rendah; di bawah rata-rata; merosot
Gambaran lebih rinci:
- Nilai rapor banyak merahnya;
- Nilai tugas, ulangan dan ujian rendah;
- Dari waktu ke waktu nilai menurun;
- Mendapat peringkat di bawah rata-rata untuk berbagai atau beberapa mata pelajaran;
- Mendapat peringkat di bawah rata-rata dalam satu kelas.
Kemungkinan sebab:
- Tingkat kecerdasan di bawah rata-rata;
- Malas belajar;
- Kurang minat dan perhatian;
- Kekurangan sarana belajar;
- Kekurangan kesempatan, atau waktu untuk belajar;
- Proses belajar-mengajar di sekolah kurang merangsang;
- Suasana sosio-emosional sekolah kurang memungkinkan siswa untuk belajar dengan baik.
Kemungkinan akibat:
- Minat belajar semakin berkurang;
- Tidak naik kelas;
- Dikeluarkan dari sekolah;
- Frustasi yang mendalam;
- Tidak mampu melanjutkan pelajaran;
- Kesulitan mencari kerja.
2. Kurang berminat pada bidang studi tertentu
Gambaran yang lebih rinci:
- Tidak dapat memusatkan perhatian untuk mempelajari materi-materi yang terkait pada bidang studi tersebut;
- Berusaha tidak mengikuti mata pelajaran yang bersangkutan dengan bidang studi tersebut;
- Tidak mengerjakan tugas-tugas dalam mata pelajaran tersebut.
Kemungkinan sebab:
- Tidak memiliki bakat dalam bidang tersebut;
- Lingkungan tidak menyokong untuk pengembangan bidang tersebut;
- Proses belajar mengajar untuk bidang tersebut tidak menyenangkan;
- Dengan guru kurang menyenangkan;
- Siswa sudah berusaha sekuat tenaga, tetapi hasilnya selalu rendah;
- Dorongan dari guru dan sekolah kurang;
- Sarana belajar kurang menunjang;
- Memilih bidang tersebut dari ikut-ikutan, atau dorongan orang tua atau orang lain.
Kemungkinan akibat:
- Pindah jurusan;
- Terjadi ketidaksesuaian antara keinginan orang tua dan pilihan siswa;
- Kegiatan belajar untuk bidang-bidang studi lain menjadi terganggu.
3. Bentrok dengan guru
Gambaran yang lebih rinci:
- Tidak mengikuti pelajaran dengan guru tersebut;
- Tidak mau bertemu dengan guru tersebut;
- Jika bertemu tidak mau menegur guru tersebut;
- Memakai kata-kata ataupun bersikap tidak sopan terhadap guru tersebut;
- Mempengaruhi kawan-kawannya untuk bersikap serupa terhadap guru tersebut.
Kemungkinan sebab:
- Tidak menyukai bidang studi yang diajarkan oleh guru tersebut;
- Siswa berbuat kesalahan dan ketika ditegur oleh guru tersebut siswa tidak mau menerima teguran itu;
- Berwatak pemberang;
- Kurang memahami aturan dan sopan santun yang berlaku di sekolah;
- Aturan dan sopan santun yang berlaku di lingkungan (dan di rumah) berbeda dengan yang berlaku di sekolah.
Kemungkinan akibat:
- Memperoleh nilai “mati” dari guru yang bersangkutan;
- Hubungan dan kegiatan belajar dengan guru-guru lain menjadi terganggu;
- Tidak naik kelas;
- Dikeluarkan dari sekolah.
4. Melanggar tata tertib
Gambaran yang lebih rinci:
- Sejumlah tata tertib sekolah tidak dipatuhi, misalnya: tentang kehadiran di sekolah, baju seragam, tempat duduk dalam kelas, penyelesaian tugas-tugas;
- Pelanggaran tersebut kelihatannya bukan tanpa disengaja;
- Pelanggaran tersebut dilakukan berkali-kali.
Kemungkinan sebab:
- Tidak begitu memahami kegunaan masing-masing aturan atau tata tertib yang berlaku di sekolah, aturan tersebut tidak didiskusikan dengan siswa sehingga siswa hanya terpaksa mengikutinya;
- Siswa yang bersangkutan terbiasa hidup terlalu bebas, baik di rumah maupun di masyarakat;
- Tindakan yang dilakukan terhadap pelanggaran terlalu keras sehingga siswa mereaksi secara tidak wajar (negatif);
- Ciri khusus perkembangan remaja yang agak “sukar diatur” tetapi “belum dapat mengatur diri sendiri”;
- Ketidaksukaan pada mata pelajaran tertentu dilampiaskan pada pelanggaran terhadap tata tertib sekolah.
Kemungkinan akibat:
- Tingkah laku siswa makin tidak terkendali;
- Terjadi kerenggangan hubungan antara guru dan murid;
- Suasana sekolah dirasakan kurang menyenangkan bagi siswa;
- Proses belajar-mengajar terganggu;
- Kegiatan belajar siswa terganggu;
- Nilai rendah;
- Tidak naik kelas, dikeluarkan dari sekolah.
5. Membolos
Gambaran yang lebih rinci:
- Berhari-hari tidak masuk sekolah;
- Tidak masuk sekolah tanpa izin;
- Sering keluar pada jam pelajaran tertentu;
- Tidak masuk kembali setelah minta izin;
- Masuk sekolah berganti hari;
- Mengajak teman-teman untuk keluar pada mata pelajaran yang tidak disenangi;
- Minta izin keluar dengan berpura-pura sakit atau alasan lainnya;
- Mengirimkan surat izin tidak masuk dengan alasan yang dibuat-buat;
- Tidak masuk kelas lagi setelah jam istirahat.
Kemungkinan sebab:
- Tak senang dengan sikap dan perilaku guru;
- Merasa kurang mendapatkan perhatian dari guru;
- Merasa dibeda-bedakan oleh guru;
- Proses belajar-mengajar membosankan;
- Merasa gagal dalam belajar;
- Kurang berminat terhadap mata pelajaran;
- Terpengaruh oleh teman yang suka membolos;
- Takut masuk karena tidak membuat tugas;
- Tidak membayar kewajiban (SPP) tepat pada waktunya.
Kemungkinan akibat:
- Minat terhadap pelajaran akan semakin kurang;
- Gagal dalam ujian;
- Hasil belajar yang diperoleh tidak sesuai dengan potensi yang dimiliki;
- Tidak naik kelas;
- Penguasaan terhadap materi pelajaran tertinggal dari teman-teman lainnya;
- Dikeluarkan dari sekolah.
6. Terlambat masuk sekolah
Gambaran yang lebih rinci:
- Sering tiba di sekolah setelah jam pelajaran dimulai;
- Memakai waktu istirahat melebihi waktu yang ditentukan;
- Sengaja melambat-lambatkan diri masuk kelas meskipun tahu jam pelajaran sudah mulai.
Kemungkinan sebab:
- Jarak antara sekolah dan rumah jauh;
- Kesulitan kendaraan;
- Terlalu banyak kegiatan di rumah, membantu orang tua;
- Terlambat bangun;
- Gangguan kesehatan;
- Tidak menyukai suasana sekolah;
- Tidak menyukai satu atau lebih mata pelajaran;
- Tidak menyiapkan pekerjaan rumah (PR);
- Kurang mempunyai persiapan untuk kegiatan di kelas;
- Terlalu asyik dengan kegiatan di luar sekolah.
Kemungkinan akibat:
- Nilai rendah;
- Tidak naik kelas;
- Hubungan dengan guru terganggu;
- Hubungan dengan kawan sekelas terganggu;
- Kegiatan di luar sekolah tidak terkendali.
7. Pendiam
Gambaran yang lebih rinci:
- Kurang mau berbicara atau bertegur sapa;
- Kurang akrab terhadap teman atau guru;
- Tidak ceria.
Kemungkinan sebab:
- Berwatak introvert;
- Kurang sehat;
- Mengalami gangguan dengan organ bicara;
- Malu atau takut kepada orang lain;
- Merasa tidak perlu atau tidak ada gunanya berbicara;
- Mengalami kesulitan bahasa;
- Sedang dirundung kesedihan atau suasana emosional lainnya yang cukup dalam.
Kemungkinan akibat:
- Tidak disukai kawan dan pergaulan terganggu;
- Kurang mampu mengembangkan penalaran melalui komunikasi lisan.
8. Kesulitan alat pelajaran
Gambaran yang lebih rinci:
- Tidak memiliki buku-buku untuk berbagai mata pelajaran;
- Tidak cukup memiliki buku dan alat-alat tulis;
- Tidak mampu membeli alat-alat pelajaran, seperti alat-alat untuk praktek berbagai mata pelajaran.
Kemungkinan sebab:
- Orang tua tidak mampu;
- Pemboros sehingga uang yang tersedia untuk alat-alat pelajaran terbelanjakan untuk yang lain;
- Kurang akrab dengan kawan sehingga tidak dapat meminjam alat pelajaran yang diperlukan dari kawan;
- Tidak mengetahui tersedianya dan cara memanfaatkan sumber belajar yang ada (misalnya perpustakaan);
- Kurang rapi dan teliti sehingga alat-alat pelajaran yang dimiliki lekas rusak atau hilang.
Kemungkinan akibat:
- Tertinggal dalam pelajaran;
- Tugas-tugas tidak selesai;
- Nilai rendah;
- Semangat belajar menurun.
9. Bertengkar atau berkelahi
Gambaran yang lebih rinci:
- Sering salah paham dengan kawan;
- Sombong;
- Memperolokkan, mengejek dan menantang orang lain;
- Tidak mau dilarang;
- Ditakuti kawan-kawannya;
- Tidak mau menerima pendapat orang lain;
- Membentuk “kliek keras” yang tindakannya merugikan siswa-siswa yang lemah.
Kemungkinan sebab:
- Pengendalian diri kurang;
- Mau menang sendiri;
- Merasa jagoan;
- Hiperaktif;
- Suasana rumah yang keras atau sebaliknya terlampau memberi hati (permisif).
Kemungkinan akibat:
- Tidak disukai kawan dan guru;
- Luka;
- Melalaikan pelajaran;
- Nilai rendah;
- Tidak naik kelas;
- Berurusan dengan polisi;
- Dikeluarkan dari sekolah.
10. Sukar menyesuaikan diri
Gambaran yang lebih rinci:
- Sering terjadi salah paham dengan kawan;
- Sombong atau tinggi hati;
- Suka membanding-bandingkan dan menjelekkan orag lain;
- Tidak mau menerima pendapat orang lain;
- Curiga dan kurang percaya pada orang lain;
- Pergaulan sangat terbatas.
Kemungkinan sebab:
- Mau menang sendiri;
- Memiliki standar yang berbeda dengan standar yang ada;
- Banyak mengalami kekecewaan dalam berhubungan dengan orang lain;
- Terlalu lama bergaul dengan sekelompok orang dalam suasana tertentu;
- Suasana keluarga terlalu keras.
Kemungkinan akibat:
- Sosialitas kurang berkembang sehingga kurang mendapat keuntungan dari pergaulannya dengan orang lain;
- Tidak dapat mengambil manfaat dari lingkungan demi pengembangan dirinya.
B. Pendekatan-pendekatan Umum dalam Bimbingan dan Konseling
Dilihat dari pendekatan bimbingan, bimbingan itu dibagi menjadi 4 pendekatan yaitu :
1. Pendekatan Krisis
Pendekatan krisis adalah upaya bimbingan yang diarahkan kepada individu yang mengalami krisis atau masalah. Bimbingan bertujuan untuk mengatasi krisis atau masalah-masalah yang dialami individu. Dalam pendekatan krisis ini, guru BK menunggu siswa yang datang, selanjutnya mereka memberikan bantuan sesuai dengan masalah yang dirasakan siswa.
2. Pendekatan Remedial
Pendekatan remedial adalah upaya bimbinngan yang diarahkan kepada individu yang mengalami kesulitan. Tujuan bimbingan adalah untuk memperbaiki kesulitan-kesulitan yang dialami individu. Dalam pendekatan ini guru BK memfokuskan pada kelemahan-kelemahan individu yang selanjutnya berupaya untuk memperbaikinya.
3. Pendekatan Preventif
Pendekatan preventif adalah upaya bimbingan yang diarahkan untuk mengantisipasi masalah-masalah umum individu dan mencoba jangan sampai terjadi masalah tersebut pada individu. Guru BK berupaya untuk mengajarkan pengetahuan dan keterampilan untuk mencegah masalah tersebut pada individu .
4. Pendekatan Perkembangan
Visi bimbingan dan konseling adalah edukatif , pengembangan, dan outreach. Edukatif karena titik berat kepedulian bimbingan dan konseling terletak pada pencegahan dan pengembangan, bukan pada korektif atau terapeutik. Pengembangan, karena titik sentral tujuan bimbingan dan konseling adalah perkembangan optimal dan strategi upaya pokoknya ialah memberikan kemudahan perkembangan. Outreach, karena target populasi layanan bimbingan dan konseling tidak terbatas kepada individu bermasalah dan dilakukan secara individual tetapi meliputi ragam dimensi (masalah, target intervensi, setting, metode, lama waktu layanan) dalam rentang yang cukup lebar. Teknik yang digunakan dalam bimbingan dan konseling perkembangan adalah pembelajaran, pertukaran informasi, bermain peran, tutorial, dan konseling (Muro and Kottman, 1995:5)
C. Strategi Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling
Istilah strategi berasal dari kata benda strategos, merupakan gabungan kata stratos (militer) dengan ago (memimpin). Sebagai kata kerja, stratego berarti merencanakan (to plan). Menurut kamus The American Herritage Dictionary (1976: 1273) (Nurihsan, 2007: 9) dikemukakan bahwa ‘strategy is the scince or art of military command as applied to overall planning and conduct of large-scale combat operations’. Selanjutnya, dikemukakan pula bahwa strategi adalah ‘the art or skill of using stratagems (a military manoeuvre) designed to deceive or surprise an enemy in politics, business, courtships, or the like’.
Strategi bimbingan dan konseling dapat berupa konseling individual, konsultasi, konseling kelompok, bimbingan kelompok, dan pengajaran remedial, bimbingan klasikal, dan strategi terintegrasi.
1. Konseling Individual
Konseling individual adalah proses belajar melalui hubungan khusus secara pribadi dalam wawancara antara guru BK dan siswa. Siswa yang mengalami masalah pribadi yang sulit atau tidak bisa diselesaikan sendiri, kemudian meminta bantuan kepada guru BK sebagai petugas yang profesional dalam jabatannya dengan pengetahuan dan keterampilan psikologi. Dalam konseling diharapkan siswa dapat mengubah sikap, keputusan diri sendiri sehingga ia dapat lebih baik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan memberikan kesejahteraan pada diri sendiri dan masyarakat di sekitarnya.
Secara umum Nurihsan (2007) membagi proses konseling individual ke dalam tiga tahapan yaitu:
a) Tahap Awal Konseling
Yang dilakukan guru BK dalam proses konseling tahap awal adalah sebagai berikut: 1) Membangun hubungan konseling dengan melibatkan siswa yang mengalami masalah,2)Memperjelas dan mendefinisikan masalah, 3) Membuat penjajakan alternatif bantuan untuk mengatasi masalah, 4)Menegosiasikan kontrak
b) Tahap Pertengehan Konseling (Tahap Kerja)
Adapun tujuan pada tahap pertengahan ini adalah sebagai berikut: 1) Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah serta kepedulian siswa dan lingkungannya dalam mengatasi masalah tersebut. 2)Menjaga agar hubungan konseling selalu terpelihara. 3)Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak.
c) Tahap Akhir Konseling
Cavanagh (Nurihsan, 2007: 15) menyebut tahap ini dengan istilah termination. Pada tahap ini, konseling ditandai oleh beberapa hal berikut ini.
1) Menurunnya kecemasan siswa. Hal ini diketahui setelah guru BK menanyakan keadaan kecemasannya.
2) Adanya perubahan perilaku yang jelas ke arah yang lebih positif, sehat, dan dinamik.
3) Adanya tujuan hidup yang jelas di masa yang akan datang dengan program yang jelas pula.
4) Terjadinya perubahan sikap positif terhadap masalah yang dialaminya, dapat mengoreksi diri dan meniadakan sikap yang suka menyalahkan dunia luar, seperti orang tua, teman, dan keadaan yang tidak menguntungkan.
Tujuan tahap akhir ini adalah : 1) Terjadinya transfer of learning pada diri siswa; 2)Melaksanakan perubahan perilaku siswa agar mampu mengatasi masalahnya; dan 2)Mengakhiri hubungan konseling.
2. Konsultasi
Pengertian konsultasi dalam program bimbingan dipandang sebagai suatu proses menyediakan bantuan teknis untuk guru, orang tua, administrator, dan guru BK lainnya dalam mengidentifikasi dan memperbaiki masalah yang membatasi efektivitas siswa atau sekolah.
Menurut Nurihsan (2007) ada delapan tujuan konsultasi, yaitu:
a) Mengembangkan dan menyempurnakan lingkungan belajar bagi siswa, orang tua, dan administrator sekolah;
b) Menyempurnakan komunikasi dengan mengembangkan informasi diantara orang yang penting;
c) Mengajak bersama pribadi yang memiliki peranan dan fungsi yang bermacam-macam untuk menyempurnakan lingkungan belajar;
d) Memperluas layanan dari para ahli;
e) Memperluas layanan pendidikan dari guru dan administrator;
f) Membantu orang lain bagaimana belajar tentang perilaku;
g) Menciptakan suatu lingkungan yang berisi semua komponen lingukngan belajar yang baik;
h) Menggerakkan organisasi yang mandiri;
Langkah proses konsultasi menurut Nurihsan (2007) yaitu:
a) Menumbuhkan hubungan berdasarkan komunikasi dan perhatian pada siswa;
b) Menentukan diagnosis atau sebuah hipotesis kerja sebagai rencana kegiatan;
c) Mengembangkan motivasi untuk melaksanakan kegiatan;
d) Melakukan pemecahan masalah;
e) Melakukan alternatif lain apabila masalah belum terpecahkan.
3. Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan pada diri siswa. Isi kegiatan bimbingan kelompok terdiri atas penyampaian informasi yang berkenaan dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan masalah sosial yang tidak disajikan dalam bentuk pelajaran.
Penyelenggaraan bimbingan kelompok, menurut Nurihsan (2007) antara lain:
a) Langkah Awal
Langkah awal diselenggarakan dalam rangka pembentukan kelompok sampai dengan mengumpulkan para peserta yang siap melaksanakn kegiatan kelompok.
b) Perencanaan Kegiatan
Perencanaan kegiatan bimbingan kelompok meliputi penetapan: Materi layanan, tujuan yang ingin dicapai, sasaran kegiatan, bahan atau sumber bahan untuk bimbingan kelompok, rencana penilaian, dan waktu dan tempat.
c) Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan yang telah direncanakan itu selanjutnya dilaksanakan melalui kegiatan sebagai berikut.
1) Persiapan menyeluruh yang meliputi persiapan fisik (tempat dan kelengkapannya), persiapan bahan, persiapan keterampilan, dan persiapan administrasi.
2) Pelaksanaan tahap-tahap kegiatan.
• Tahap pertama: pembentukan, temanya pengenalan, pelibatan dan pemasukan diri.
• Tahap kedua: peralihan.
• Tahap ketiga: kegiatan.
d) Evaluasi Kegiatan
Penilaian terhadap bimbingan kelompok lebih bersifat penilaian “dalam proses”, yang dapat dilakukan melalui:
1) Mengamati partisipasi dan aktivitas peserta selama kegiatan berlangsung;
2) Mengungkapkan pemahaman peserta atas materi yang dibahas;
3) Mengungkapkan kegunaan bimbingan kelompok bagi mereka dan perolehan mereka sebagai hasil dari keikutsertaan mereka;
4) Mengungkapkan minat dan sikap mereka tentang kemungkinan kegiatan lanjutan; dan
5) Mengungkapkan kelancaran proses dab suasana penyelenggaraan bimbingan kelompok.
e) Analisis dan Tindak Lanjut
Perlu dikaji apakah hasil-hasil pembahasan dan atau pemecahan masalah yang sudah dilakukan sedalam atau setuntas mungkin, atau sebenarnya masih ada aspek-aspek penting yang belum dijangkau dalam pembahasan.
4. Konseling Kelompok
Konseling kelompok merupakan upaya bantuan kepada siswa dalam rangka memberikan kemudahan dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Selain bersifat pencegahan, konseling kelompok dapat pula bersifat penyembuhan.
Prosedur konseling kelompok, terdiri dari:
a) tahap pembentukan, dengan temanya pengenalan, perlibatan, dan pemasukan diri;
b) tahap peralihan, dengan temanya pembangunan jembatan antara tahap pertama dan tahap ketiga;
c) tahap kegiatan, dengan temanya kegiatan pencapaian tujuan;
d) tahap pengakhiran, dengan temanya penilaian dan tindak lanjut.
5. Pengajaran Remedial
Pengajaran remedial merupakan salah satu tahap kegiatan utama dalam keseluruhan kerangka pola layanan bimbingan belajar, serta merupakan rangkaian kegiatan lanjutan logis dari usaha diagnostik kesulitan belajar mengajar. prosedur remedial tersebut, menurut Nurihsan (2007) dapat digambarkan sebagai berikut: a) Diagnostik kesulitan belajar-mengajar, rekomendasi/referral, penelaahan kembali kasus, pilihan alternatif tindakan, layanan konseling, pelaksanaan pengajaran remedial, pengukuran kembali hasil belajar-mengajar, reevalusai/rediagnostik, tugas tambahan, hasil yang diharapkan.
6. Bimbingan Klasikal
Menurut Sudrajat, bimbingan klasikal termasuk ke dalam strategi untuk layanan dasar bimbingan. Layanan dasar diperuntukkan bagi semua siswa. Hal ini berarti bahwa dalam peluncuran program yang telah dirancang, menuntut guru BK untuk melakukan kontak langsung dengan para siswa di kelas. Layanan orientasi pada umumnya dilaksanakan pada awal pelajaran, yang diperuntukan bagi para siswa baru, sehingga memiliki pengetahuan yang utuh tentang sekolah yang dimasukinya. Layanan informasi untuk bimbingan klasikal dapat mempergunakan jam pengembangan diri. Agar semua siswa terlayani kegiatan bimbingan klasikal perlu terjadwalkan secara pasti untuk semua kelas.
DAFTAR PUSTAKA
Asto. (2014). Mengatasi masalah peserta didik melalui layanan konseling individual. [online]. Tersedia di http://seindah-akhlak-islam.blogspot.com/2014/02/mengatasi-masalah-peserta-didik-melalui.html?m=1. [diakses pada tanggal 07 April 2015]
Bakran Adz Dzaky, M.H. (2004). Konseling dan psikoterapi islam (penerapan metode sufistik). Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.
Manrihu, M.T. (1988). Pengantar bimbingan dan konseling karir. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Nurihsan, A.J. (2007). Strategi layanan & bimbingan konseling. Bandung: PT. Refika Aditama.
Prayitno & Erman A. (2004). Dasar-dasar bimbingan dan konseling. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sudrajat, A. (2010). Strategi pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. [Online]. Tersedia di
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/02/03/strategi-pelaksanaan-layanan-bimbingan-dan-konseling/ [diakses pada tanggal 02 April 2015]
Tohirin. (2007). Bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah (berbasis integrasi). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Yusuf, S. & Nurihsan, A.J. (2008). Landasan bimbingan dan konseling. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Pembelajaran
Berbasis Bimbingan
(Analisis/Pengkajian
Model-Model Pembelajaran yang Lebih Berorientasi Pengembangan Individu)
A.
Konsep Dasar Pembelajaran
Berbasis Bimbingan
Konsep
Bimbingan
Bimbingan
merupakan terjemahan dari “Guidance”.
Guidance berasal dari akar kata “Guide” yang secara luas bermakna
mengarahkan (to direct), memandu (to pilot), mengelola (to manage), menyampaikan (to descript), mendorong (to motivate), membantu mewujudkan (helping to create), memberi (to giving), bersunguh-sungguh (to commit). Sehingga bila dirangkai
dalam sebuah kalimat konsep, Bimbingan adalah usaha sadar secara demokratis dan
sungguh-sungguh untuk memberikan bantuan dengan menyampaikan arahan, panduan,
dorongan, dan pertimbangan agar yang diberi bantuan mampu mengelola, mewujudkan
apa yang menjadi harapannya. Sehinggga bimbingan adalah suatu proses
berkesinambungan sebagai upaya membantu untuk memfasilitasi individu agar
berkembang secara optimal.
Perkembangan
optimal adalah perkembangan yang sesuai dengan potensi individu dan sistem
nilai tentang kehidupan yang baik dan benar, perkembangan optimal merupakan
kondisi dinamik, dimana individu mampu mengenal dan memahami diri, berani
menerima kenyataan diri secara subyektif, mengarahkan diri sesuai dengan
kemampuan, kesempatan dan sistem nilai dan melakukan pilihan dan mengambil
keputusan atas tanggung jawab sendiri.
Konsep
Pembelajaran dan Pembelajaran Berbasis Bimbingan
Belajar adalah proses
perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam
bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan
kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilam, daya pikir,
dan kemampuan-kemampuan yang lain.
Arif
(2012) menyatakan bahwa pembelajaran adalah penyediaan sistem lingkungan yang
mengakibatkan terjadinya proses belajar pada diri siswa. Pembelajaran juga
merupakan upaya yang dilakukan pendidik agar peserta didik belajar atau
membelajarkan diri. Belajar yang dimaksud adalah proses perubahan perilaku
sebagai akibat dari pengalaman. Perubahan disini sebagai hasil pembelajaran
bersifat positif dan normatif.
Menurut
Budiman (Najjah, 2015), pembelajaran berbasis bimbingan seharusnya berlandaskan
pada prinsip-prinsip bimbingan yaitu:
a.
Didasarkan
pada Needs assessment (sesuai dengan
kebutuhan)
b.
Dikembangkan
dalam suasana membantu (helping
relationship)
c.
Bersifat
memfasilitasi
d.
Berorientasi
pada: (1) learning to be (belajar
menjadi); (2) learning to learn
(belajar untuk belajar); (3) learning to
work (belajar untuk bekerja dan berkarir); (4) learning to live together (belajar untuk hidup bersama).
e.
Tujuan
utama perkembangan potensi secara optimal.
Ciri-ciri Model
Pembelajaran Berbasis Bimbingan
Menurut Kartadinata dan Dantes
(dalam Mariyana, 2008, hlm. 2) pembelajaran berbasis bimbingan memiliki
ciri-ciri berikut:
a.
Diperuntukkan
bagi semua siswa.
b.
Memperlakukan
siswa sebagai individu yang unik dan sedang berkembang.
c.
Mengakui
siswa sebagai individu yang bermartabat dan berkemampuan.
d.
Terarah
ke pengembangan segenap aspek perkembangan anak secaramenyeluruh dan optimal.
e.
Disertai
dengan berbagai sikap guru yang positif dan mendukung aktualisasi berbagai
minat, potensi, dan kapabilitas siswa sesuai dengan norma-norma kehidupan yang
dianut.
Ciri-ciri
lain dari model pembelajaran berbasis bimbingan, yaitu:
a.
Diperuntukkan
bagi semua peserta didik dalam arti kata merupakan suatu kinerja yang
berorientasi sepenuhnya terhadap kebutuhan individual siswa.
b.
Sangat
memperhatikan keamanan psikologis siswa baik dalam proses pembelajaran atau di
saat prosesi istirahat.
c.
Memperlakukan
siswa sebagai individu yang unik dan sedang berkembang.
d.
Mengakui
siswa sebagai individu yang bermartabat dan berkemampuan.
e.
Penuh
penghargaan.
f.
Pemberian
reward untuk semua prestasi siswa
baik itu prestasi yang besar ataupun yang kecil sekalipun.
g.
Menghindari
hukuman fisik agar tidak terjadi kecacatan mental dini dalam dunia pendidikan.
h.
Demokratis
bahwa di setiap pembelajaran yang berbau bimbingan guru wajib mendengarkan
suara siswa terlebih dahulu agar terjadi komunikasi yang baik dan mendapat
pemecahan masalah yang mendalam.
i.
Terarah
ke pengembangan segenap aspek perkembangan siswa secara menyeluruh dan optimal.
j.
Disertai
dengan berbagai sikap guru yang positif dan mendukung aktualisasi berbagai
minat, potensi, dan kapabilitas siswa sesuai dengan norma-norma kehidupan yang
dianut.
Prinsip-prinsip
Pembelajaran Berbasis Bimbingan
Pembelajaran
berbasis bimbingan merupakan pembelajaran yang berdasarkan pada prinsip-prinsip
bimbingan sehingga prinsip-prinsip pembelajaran berbasis bimbingan pun tidak
terlepas dari prinsip-prinsip bimbingan yaitu:
a.
Proses
membantu individu
b.
Bertitik
tolak pada individu yang dibimbing
c.
Didasarkan
pada pemahaman atas keragaman individu yang dibimbing
d.
Pada
batas tertentu perlu ada referal
e.
Dimulai
dengan identifikasiatas kebutuhan individu
f.
Diselenggarakan
secara luwes dan fleksibel
g.
Sejalan
dengan visi dan misi lembaga
h.
Dikelola
dengan orang yang memiliki keahlian di bidang bimbingan
i.
Ada
sistem evaluasi yang digunakan
Adapun
pembelajaran yang berlandaskan pada prinsip-prinsip bimbingan menurut Budiman
(2008) adalah:
a.
Didasarkan
pada Needs Assesment
adalah
proses
mengumpulkan informasi tentang kesenjangan dan menentukan prioritas dari kesenjangan
untuk dipecahkan.
b.
Dikembangkan
dalam Suasana Membantu (Helping
Relationship)
Helping
Relationship sebagai suatu relasi
yang terjadi diantara dua pihak, dimana salah satu pihak mempunyai kehendak
untuk meningkatkan pertumbuhan, perkembangan, kedewasaan, memperbaiki
berfungsinya dan memperbaiki kemampuan pihak yang lain untuk menghadapi dan
menangani kehidupannya sendiri (Rogers dalam Sugiyatno, tt)
c.
Empati
Hurlock
(dalam Asih dkk., 2010) mengungkapkan bahwa empati adalah kemampuan seseorang
untuk mengerti tentang perasaan dan emosi orang lain serta kemampuan untuk
membayangkan diri sendiri di tempat orang lain.
d.
Keterbukaan
Merupakan
salah satu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar siswa (klien)
yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap trerbuka dan tidak berpura-pura
e.
Kehangatan
psikologis
Kehangatan
mempunyai makna sebagai suatu kondisi yang mampu menjadi pihak yang ramah,
peduli, dan dapat menghibur orang lain. Realistis
f.
Bersifat Memfasilitasi
g.
Berorientasi pada:
1)
Learning
to be (belajar untuk menjadi)
yaitu pembelajaran bertujuan
untuk membentuk pribadi-pribadi yang memiliki: (a) andil terhadap pembentukan
nilai-nilai yang dimiliki bersama; (b) kemampuan menghubungkan antara tangan
dan pikiran individu dengan masyarakat, pembentukan kognitif dan non kognitif,
serta pembelajaran formal dan non formal.
2)
Learning
to learn (belajar untuk belajar)
3)
Learning
to work (belajar untuk bekerja dan berkarier)
4)
Learning
to live together (belajar untuk hidup bersama)
h.
Tujuan
utama perkembangan potensi secara optimal.
Model-model
Pembelajaran yang Berorientasi pada Pengembangan Individu
Menurut
Malau (2006, hlm.3) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan
aktivitas pembelajaran. Dengan demikian aktivitas pembelajaran benar-benar
merupakan kegiatan bertujuan yang tertata secara sistematis.
Model Pemrosesan
Informasi
Model pembelajaran ini
berdasarkan teori belajar kognitif (Piaget) dan berorientasi pada kemampuan
siswa memproses informasi yang dapat memperbaiki kemampuannya.
Menurut Rusman (tt, hlm.12) ada
Sembilan langkah yang harus diperhatikan guru di kelas yang kaitannya dengan
model pembelajaran pemrosesan informasi, yaitu:
a.
Melakukan
tindakan untuk menarik perhatian siswa.
b.
Memberikan
informasi mengenai tujuan pembelajaran dan topik yang akan dibahas.
c.
Merangsang
siswa untuk memulai aktivitas pembelajaran,
d.
Menyampaikan
isi pembelajaran sesuai dengan topik yang telah ditentukan.
e.
Memberikan
bimbingan bagi aktivitas siswa dalam pembelajaran.
f.
Memberikan
penguatan pada perilaku pembelajaran.
g.
Memberikan
feedback terhadap perilaku yang ditunjukkan
siswa.
h.
Melaksanakan
penilaian proses dan hasil.
i.
Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan menjawab berdasarkan pengalamannya.
Model Personal
Perhatian utama dari
model personal ada pada emosional siswa untuk mengembangkan hubungan yang produktif
dengan lingkungannya. Model pembelajaran personal adalah model pembelajaran
yang bertitik tolak pada teori Humanistik, yaitu berorientasi terhadap
pengembangan individu. Menurut teori ini, guru harus berupaya menciptakan
kondisi kelas yang kondusif, agar siswa merasa bebas dalam belajar dan
mengembangkan dirinya baik emosional maupun intelektual.
Model pembelajaran
personal ini meliputi strategi pembelajaran sebagai berikut:
a.
Pembelajaran
Non-Direktif, bertujuan untuk membentuk kemampuan dan perkembangan pribadi
(kesadaran diri, pemahaman, dan konsep diri).
b.
Latihan
kesadaran, bertujuan untuk meningkatkan kemampuan interpersonal atau kepedulian
siswa.
c.
Sinektik,
untuk mengembangkan kreativitas pribadi dan memecahkan masalah secara kreatif.
d.
Sistem
konseptual, untuk meningkatkan kompleksitas dasar pribadi yang luwes.
Model
Interaksi Sosial
Model pembelajaran
ini, hal yang diharapkan dapat dikembangkan oleh siswa adalah bagaimana
berhubungan secara baik dengan masyarakatnya.
Model interaksi
sosial ini mencakup strategi pembelajaran sebagai berikut:
a.
Kerja
kelompok
b.
Pertemuan
kelas
c.
Pemecahan
masalah sosial atau inquiry
d.
Model
Laboratorium
e.
Bermain
peranan
f.
Simulasi
solusi
Model
Modifikasi Tingkah Laku
Model ini, lebih
menekankan pada aspek perubahan perilaku psikologis dan yang tidak dapat
diamati. Dalam hal ini, peran guru adalah selalu memperhatikan terhadap tingkah
laku belajar siswa.
Model
Pembelajaran Terpadu Berbasis Budaya
Model pembelajaran
terpadu berbasis budaya yang dikembangkan untuk meningkatkan apresiasi siswa
terhadap budaya lokal dan dikembangkan berdasarkan pengalaman awal budaya
siswa. Komponen desainnya terdiri atas tema budaya lokal, alat media dan sumber
yang beragam dan kontekstual, serta komponen penilaian menekankan pada
penilaian proses dan hasil.
Model
Pembelajaran Kooperatif (Cooperative
Learning)
Pembelajaran
kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham
konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan
sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya
berbeda.
Menurut Slavin (dalam
Riadi, 2012) tujuan pembelajaan kooperatif adalah menciptakan situasi dimana
keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan
kelompoknya.
Langkah-langkah
pembelajaran Cooperative Learning menurut Arends (dalam Fatirul, 2008, hlm. 20)
adalah:
a.
Menyampaikan
tujuan dan memotivasi siswa
b.
Menyajikan
informasi
c.
Mengorganisasikan
siswa kedalam kelompok-kelompok belajar
d.
Membimbing
kelompok bekerja dan belajar
e.
Evaluasi
f.
Memberikan
penghargaan
Model pembelajaran
kontekstual
Menurut Nurhadi (dalam Riadi,
2013) pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsep belajar dimana guru
menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan
mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Tugas guru pada model
pembelajaran kontekstual ini adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Tugas
guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama menemukan sesuatu
yang baru bagi siswa. Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa dalam konteks
bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang
dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual siswa dan
peranan guru.
Model Pembelajaran
Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Menurut Glazer (dalam Nurfianti,
2011) mengemukakan Problem Based Learning
merupakan suatu strategi pengajaran dimana siswa secara aktif dihadapkan pada
masalah kompleks dalam situasi yang nyata.
Tahap-tahap pembelajaran Problem Based Learning menurut Trianto
(dalam Nurfianti, 2011) adalah:
a.
Orientasi
siswa pada masalah
b.
Mengorganisasi
siswa
c.
Membimbing
penyelidikan individu maupun kelompok
d.
Mengembangkan
dan menyajikan hasil
e.
Menganalisis
dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah
Maka
dari itu, dalam pembelajaran, guru harus dapat memilih model pembelajaran apa
yang cocok dengan karakteristik setiap siswanya, serta guru harus dapat
menguasai model yang akan digunakan sebelum di implementasikan di dalam proses
pembelajaran
Referensi
Abdullah,
R. (2014). Dampak Penerapan
Pembelajaran Berbasis Kerja Terhadap Hasil Belajar Praktek Kerja Kayu Mahasiswa
Jurusan Teknik Sipil, Prosiding
Konvensi Nasional Asosiasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (APTEKINDO) ke 7
FPTK Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Alexon
dan Sukmadinata. (2010). Pengembangan Model Pembelajaran Terpadu Berbasis
Budaya untuk Meningkatkan Apresiasi Siswa terhadap Budaya Lokal. Cakrawala Pendidikan, XXIX (2), hlm. 201
Arif,
F. (2012). Model Pembelajaran Berbasis Bimbingan dan Konseling. [Online]. Diakses dari
https://fingeridea.wordpress.com/2012/05/23/model-pembelajaran-berbasis-bimbingan-dan-konseling/
Asih dkk. (2010). Perilaku
Prososial Ditinjau Dari Empati Dan Kematangan Emosi. Jurnal
Aulia,
R.A. (2015). Konsep Dasar Bimbingan dan
Konseling. [Online]. Diakses dari
kieeaulia47.blogspot.com/
Budiman, N. (2009). Strategi
Pembelajaran Berbasis Bimbingan. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan UPI
Bandung
Fatirul,
A.N. (2008). Cooperative Learning. [Online]. Diakses dari https://trimanjuniarso.files.wordpress.com/2008/02/c00perative-learning.pdf
Kania,
G. (2014). Program Bimbingan untuk
meningkatkan Motivasi Belajar pada Siswa yang Berlatar Belakang Keluarga
Disfungsional. (Skripsi). Bandung : UPI. Tidak diterbitkan
Malau,
J. (2006). Model-model Pembelajaran.
[Online]. Diakses dari http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._SENI_RUPA/196501111994121-TASWADI/model_pembelajaran/Model_Pembelajaran.pdf
Mariyana,
R. (2008). Kompetensi Guru dalam
Pembelajran Berbasis Bimbingan di Taman Kanak-kanak (studi Deskriptif terhadap
Guru TK di Kota Bandung). [Online].
Diakses dari http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PGTK/197803082001122RITA_MARIYANA/JURNAL_kompetensi_guru_dalam_PBB.pdf
Najjah,
S. (2015). Pembelajaran Berbasis
Bimbingan (Mengkaji Model-Model Pembelajaran yang Lebih Berorientasi
Pengembangan Individu). [Online].
Diakses http://suroyyalailatunnajjah.blogspot.com/2015/04/pembelajaran-berbasis-bimbingan.html
Nurfianti.
(2010). Penerapan Model Pembelajaran
Based Learning pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan. (Skripsi).
UPI. Tidak diterbitkan.
Perdana,
A. (2013). Pengertian Belajar, Mengajar,
Pembelajar dan Pembelajaran. [Online].
Diakses dari
http://www.andreanperdana.com/2013/03/pengertian-belajar-mengajar-pembelajar.html
Riadi, M. (2012). Pengertian Pembelajaran Kooperatif. [Online]. Diakses dari http://www.kajianpustaka.com/2012/10/pembelajaran-kooperatif.html
Riadi, M. (2013). Pembelajaran Kontekstual. [Online].
Diakses dari http://www.kajianpustaka.com/2013/08/pembelajaran-kontekstual.html
Rusman.
(Tanpa Tahun). Pendekatan dan Model
Pembelajaran. [Online]. Diakses
darihttp://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196209061986011AHMAD_MULYADIPRANA/PDF/Model_Pengembangan_Pembelajaran.pdf
Sugiyatno.
Dasar-dasar
Bimbingan dan Konseling. [Online].
Diakses dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/sugiyatno-mpd/materi-kuliah-dasar-dasar-bk.pdf
Suherman, dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-UPI
Triasari,
A. (2014). Pengaruh Pembelajaran dengan
Pendekatan Scientific terhadap Peningkatan Kemampuan Abstraksi Siswa SMA.
(Skripsi). Bandung : UPI. Tidak diterbitkan
Wardhani. N. (2007). Keterkaitan Konsep Konseling
Dengan Aspek-Aspek Psikologis.
Waziroh
dkk. (2012). Analisis Kebutuhan
Pembelajaran Dalam Perancangan Pembelajaran
yang Mendidik Di SD/MI. [artikel]. Tidak diterbitkan.
KONSEP
DASAR DIAGNOSTIK KESULITAN BELAJAR
DAN
PENGAJARAN REMEDIAL
A. Konsep
Dasar Diagnostik Kesulitan Belajar
1. Definisi
Diagnostik Kesulitan Belajar
a)
Diagnostik
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), diagnosis
/di·ag·no·sis/ adalah penentuan jenis
penyakit dengan cara meneliti (memeriksa) gejala-gejalanya. Menurut Harriman dalam bukunya Handbook of
Psychological Term, diagnostik adalah suatu analisis terhadap kelainan atau
salah penyesuaian dari pola gejala-gejalanya. Jadi diagnostik merupakan proses
pemeriksaan terhadap hal-hal yang dipandang tidak beres atau bermasalah.
b)
Kesulitan
Belajar
Secara
harfiah, kesulitan belajar didefinisikan sebagai rendahnya kepandaian yang
dimiliki seseorang dibandingkan dengan kemampuan yang seharusnya dicapai orang
itu pada umur tersebut. Kesulitan belajar secara informal dapat dikenali dari
keterlambatan dalam perkembangan kemampuan seorang anak. Kesulitan atau
hambatan belajar yang dialami oleh peserta didik dapat berasal dari faktor
fisiologik, psikologik, instrument, dan lingkungan belajar.
2. Jenis-Jenis
Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar dibagi menjadi
tiga kategori besar, yaitu :
a)
Kesulitan
dalam berbicara dan berbahasa
b)
Permasalahan
dalam hal kemampuan akademik
c)
Kesulitan
lainnya, yang mencakup kesulitan dalam mengoordinasi gerakan anggota tubuh
serta permasalahan belajar yang belum dicakup oleh kedua kategori di atas.
3. Faktor
Penyebab Munculnya Kesulitan Belajar
Beberapa faktor penyebab
munculnya kesulitan belajar menurut Sukardi dibedakan menjadi dua, yaitu :
a)
Faktor
internal yang meliputi:
1.
Kesehatan
Kondisi
fisik secara umum dapat memengaruhi kemampuan mencapai suatu tujuan.
2.
Problem
Menyesuaikan Diri
Prilaku
siswa yang mengalami gangguan emosional ditandai dengan hal (1) siswa menolak
untuk belajar dan hanya ingin melakukan yang dia senangi, (2) siswa menjadi
nakal, agresif, dan menyerang siswa lain secara terbuka, (3) siswa berprestasi
negatif terhadap kegiatan belajar, (4) siswa memindahkan kekerasan dari rumah
ke sekolah apabila ia menjadi korban
kekerasan orang tuanya ataupun saudaranya, dan (5) siswa menolak perintah
belajar atau tekanan lain dari orang tua.
b)
Faktor
eksternal yang meliputi:
1.
Lingkungan
Problem
lingkungan muncul sebagai hasil reaksi atau perubahan dalam diri siswa terhadap
keluarga ataupun lingkungannya.
2.
Cara
Guru Mengajar yang Tidak Baik
guru
perlu melakukan perbaikan secara berkala, baik penguasaan metode mengajar
maupun materi ajar.
3.
Orang
Tua Siswa
Orang
tua yang tidak mau atau tidak mampu menyediakan buku atau fasilitas belajar
yang memadai bagi anaknya atau mereka yang tidak mau mengawasi anaknya dalam
belajar menjadi faktor yang dapat menjadi pemicu timbulnya kesulitan belajar.
4.
Masyarakat
Sekitar
Ketika
keberadaan masyarakat tidak kondusif terhadap kebutuhan siswa secara individual
maupun kelompok.
4. Ciri-Ciri
Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar
Menurut Cece Wijaya (2010), kerusakan-kerusakan itu dikategorikan dalam
empat hal, yaitu :
a)
Dyslexia, adalah
kelemahan-kelemahan belajar di bidang menulis dan berbicara. Ciri-cirinya
adalah sulit mengingat huruf, kata, tulisan, dan suara.
b)
Dyscalculia, adalah kesulitan
mengenal angka dan pemahaman terhadap konsep dasar matematika.
c)
Attention Defisit
Hyperactive Disorder
(ADHD), adalah pemusatan perhatian terhadap masalah-masalah yang sedang
dihadapinya
d)
Spatial, motor, ad
perceptual defisits,
adalah kondisi lemah dalam menilai dirinya menurutukuran ruang dan waktu.
Kerusakan lainnya yang membuat
siswa lamban belajar adalah Social
defisits, yaitu kesulitan mengembangkan keterampilan sosial.
5. Prosedur
Diagnostik Kesulitan Belajar
Tiga langkah umum yamg harus
ditempuh oleh seorang guru, yaitu :
a)
Mendiagnostik
kesulitan belajar yang dialami oleh siswa, mengidentifikasi kasus dan
melokalisasikan jenis dan sifat kesulitan belajar terebut.
b)
Mengadakan
estimasi (prognosis) tentang faktor-faktor penyebab kesulitan belajar yang
dialami siswa.
c)
Mengadakan
terapi, yaitu menemukan berbagai kemungkinan yang dapat dipergunakan dalam
rangka penyembuhan atau mengalami kesulitan belajar yang dialamu oleh siswa
tersebut.
6. Mendiagnostik
Kesulitan Belajar secara Formal
Diagnostik yang sebenarnya terhadap kesulitan
belajar dilakukan dengan metode uji standar yang membandingkan tingkatan
kemampuan seorang anak terhadap anak lainnya yang dianggap normal. Hasil uji
tidak hanya tergantung pada kemampuan aktual anak, tetapi juga reliabilitas
pengujian itu serta kemampuan sang anak untuk memerhatikan dan memahami
pertanyaannya.
7. Evaluasi
Diagnostik Kesulitan Belajar
Evaluasi diagnostik kesulitan
belajar merupakan salah satu fungsi evaluasi yang memerlukan prosedur dan
kompetensi yang lebih tinggi dari para guru sebagai evaluator. Evaluasi
diagnostik kesulitan belajar merupakan evaluasi yang memiliki penekanan kepada
penyembuhan kesulitan belajar siswa yang tidak terpecahkan oleh formula
perbaikan yang biasanya ditawarkan dalam bentuk tes formatif.
B. Konsep
Dasar Pengajaran Remedial
1. Definisi
Pengajaran Remedial
Menurut Sukardi, “Remedial tidak
lain adalah termasuk kegiatan pengajaran yang tepat diterapkan, hanya ketika
kesulitan dasar para siswa telah diketahui. Kegiatan remedial merupakan
tindakan korektif yang diberikan kepada siswa setelah evaluasi diagnostik
dilakukan”.
Pengajaran remedial merupakan
suatu bentuk pengajaran yaang bersifat mengobati, menyembuhkan atau membetulkan
pengajaran dan membuatnya menjadi lebih baik dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran yang maksimal.
Maka pengajaran remedial
merupakan salah satu tahap kegiatan utama dalam keseluruhan kerangka pola
layanan bimbingan belajar, serta merupakan rangkaian kegiatan lanjutan logis
dari usaha diagnostik kesulitan belajar mengajar.
2.
Tujuan dan Fungsi
Pengajaran Remedial
a)
Tujuan
Pengajaran Remedial
1.
Supaya
siswa dapat memahami dirinya, khususnya prestasi belajarnya, dapat mengenal kelemahannya
dalam mempelajari suatu bidang studi dan juga kekuatannya.
2.
Supaya
siswa dapat memperbaiki atau mengubah cara belajarnya ke arah yang lebih baik.
3.
Supaya
siswa dapat memilih materi dan fasilitas belajar secara tepat.
4.
Supaya
siswa dapat mengembangkan sifat dan kebiasaan yang dapat mendorong tercapainya
hasil yang lebih baik.
5.
Supaya
siswa dapat melaksanakan tugas-tugas belajar yang diberikan kepadanya, setelah
ia mampu mengatasi hambatan yang menjadi kesulitan belajarnya, dan
mengembangkan sikap serta kebiasaan yang baru dalam belajar.
b) Fungsi Pengajaran Remedial
1.
Fungsi
Korektif
Berarti bahwa melalui pengajaran remedial dapat
dilakukan perbaikan terhadap hal-hal
yang dipandang belum memenuhi apa yang diharapkan dalam keseluruhan proses
pembelajaran
2.
Fungsi
Pemahaman
Berarti bahwa dengan remedial memungkinkan
guru, siswa atau pihak-pihak lainnya akan dapat memperoleh pemahaman yang lebih
baik dan komprehesif mengenai pribadi siswa.
3.
Fungsi
Penyesuaian
Berarti bahwa pengajaran ramedial dapat
membentuk siswa untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan proses
belajarnya.
4.
Fungsi
Pengayaan
Berarti bahwa melalui pengajaran remedial,
siswa akan dapat memperkaya proses pembelajaran, sehingga materi yang tidak
disampaikan dalam pengajaran reguler, akan dapat diperoleh melalui pengajaran
ramedial.
5.
Fungsi
Akselerasi
Berarti bahwa melalui pengajaran remedial akan
dapat diperoleh hasil belajar yang lebih baik dengan menggunakan waktu yang
efektif dan efesien.
6.
Fungsi Terapeutik
Fungsi ini berarti bahwa
melalui pengajaran remedial secara langsung atau tidak akan dapat membantu
menyembuhkan atau memperbaiki kondisi-kondisi kepribadian siswa yang
diperkirakan menunjukan adanya penyimpangan.
3. Metode
dalam Pengajaran Remedial
Metode yang digunakan dalam pengajaran perbaikan yaitu
metode yang dilaksanakan dalam keseluruhan kegiatan bimbingan belajar mulai
dari tingkat identifikasi kasus sampai dengan tindak lanjut. Metode yang dapat
digunakan, yaitu :
a) Tanya Jawab
b) Diskusi
c) Tugas
d) Kerja Kelompok
e) Tutor
f) Pengajaran Individual
4. Strategi
dan Teknik dalam Pendekatan Pengajaran Remedial
Strategi dan teknik pengajaran
remedial / Remedial Teaching tesebut
seperti yang dirumuskan oleh Izhar
Hasis yang disimpulkan dari Ross and
Stanley dan dari Dinkmeyer and
Caldweel dalam bukunya Developmental Counseling, adalah sebagai berikut :
a)
Strategi
dan Teknik Pendekatan Remedial Teaching
yang Bersifat Kuratif
Teknik pendekatan yang dipakai
dalam hal ini adalah sebagai berikut :
1.
Pengulangan
(repetation)
Pengulangan dapat terjadi pada beberapa tingkatan, yaitu : pada
setiap akhir jam pertemuan, setiap akhir unit (satuan bahan) pelajaran
tertentu, dan pada setiap satuan program studi (triwulan atau semester).
2.
Pengayaan
(enrichment) dan Pengukuhan (reinforcement)
Kalau layanan remedial ditujuakan pada siswa yang
mempunyai kelemahan sangat mendasar,
maka layanan pengayaan dan pengukuhan
ditujukan pada siswa yang mempunyai kelemahan ringan.
3. Percepatan (acceleration)
Percepatan diberiakan kepada kasus berbakat tetapi menunjukkan kesulitan
psikososial atau ego
emosional. Ada dua kemungkinan pelaksanaannya, yaitu promosi penuh
status akademisnya ke tingkat yang lebih tinggi sebatas kemungkinan dan maju
berkelanjutan bila kasus menonjol pada beberapa bidang tertentu.
b) Strategi dan Teknik
pendekatan Remedial Teaching yang
Bersifat Preventif
Strategi dan teknik pendekatan preventif diberikan
kepada siswa tertentu berdasarkan data atau informasi yang ada dapat
diantisipasi atau setidaknya patut diduga akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas belajar. Oleh
karena itu, sasaran pokok dari pendekatan preventif adalah berusaha sedapat
mungkin agar hambatan-hambatan dalam mencapai prestasi dapai dihindari dan
kemampuan penyesuaian sesuai dengan
kriteria keberhasilan yang ditetapkan dapat dicapai.
c) Strategi dan Teknik
Pendekatan Remedial Teaching Bersifat
Pengembangan
Kalau
pendekatan kuratif merupakan tindak lanjut dari post
teaching diagnostic, pendekatan
preventif merupakan tindak lanjut dari pre
teaching disgnostic maka pendekatan pengmebangan merupakan tindak lanjut
dari during teaching diagnostic atau
upaya diagnostik yang dilakukan guru selama berlangsungnya proses belajar
mengajar (PBM).
5. Langkah-Langkah
Melaksanakan Pengajaran Remedial
Pengajaran
remedial merupakan salah satu bentuk bimbingan belajar dapat dilaksanakan
melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a) Meneliti kasus dengan
permasalahannya sebagai titik tolak
kegiatan-kegiatan berikutnya.
b)
Menentukan
tindakan yang harus dilakukan.
c)
Pemberian
layanan khusus yaitu bimbingan dan konseling.
Tujuan dari layanan khusus bimbingan konseling ini adalah
mengusahakan agar siswa yang terbatas dari hambatan mental emosional
(ketegangan batin), sehingga kemudian siap menghadapi kegiatan belajar secara
wajar.
d)
Langkah
pelaksanaan pengajaran remedial.
e)
Melakukan
pengukuran kembali terhadap prestasi belajar siswa dengan alat tes sumatif.
f)
Melakukan
re-evaluasi dan re-diagnostik.
Terdapat tiga kemungkinan tafsiran hasil, yaitu sebagai
berikut :
1.
Kasus
menunjukkan kenaikan prestasi yang dihasilkan sesuai dengan kriteria yang
diharapkan. Maka selanjutnya diteruskan ke program yang berikutnya.
2.
Kasus
menunjukkan kenaikan prestasi, namun belum memenuhi kriteria yang diharapkan.
Maka kasus diserahkan kepada pembimbing untuk diadakan pengayaan.
3.
Kasus
belum menunjukkan perubahan yang berarti dalam hal prestasi. Maka perlu didiagnostik
lagi untuk mengetahui letak kelemahan pengajaran remedial untuk selanjutnya
diadakan ulangan dengan alternatif yang sama.
6. Perbandingan
Prosedur Pengajaran Biasa dan Remedial
a) Kegiatan pengajaran biasa sebagai program belajar mengajar
di kelas dan semua siswa ikut berpartisipasi. Pengajaran perbaikan diadakan
setelah diketahui kesulitan belajar, kemudian diadakan pelayanan khusus.
b) Tujuan pengajaran biasa dalam rangka mencapai tujuan pengajaran
yang ditetapkan sesuai dengan kurikulum yang berlaku dan sama untuk semua
siswa. Pengajaran perbaikan tujuannnya disesuaikan dengan kesulitan belajar
siswa walaupun tujuan akhirnya sama.
c) Metode dalam pengajaran biasa sama buat semua siswa,
sedangkan metode dalam pengajaran perbaikan berdiferensial (sesuai dengan
sifat, jenis, dan latar belakang kesulitan.
d) Pengajaran biasa dilakukan oleh guru, sedangkan pengajaran
perbaikan oleh team (kerjasama).
e) Alat pengajaran perbaikan lebih bervariasi, yaitu dengan
penggunaan tes diagnostik, sosiometri, dsb.
f) Pengajaran perbaikan lebih diferensial dengan pendekayan
individual.
g) Pengajaran perbaikan evaluasinya disesuaikan dengan
kesulitan belajar yang dialami oleh siswa.
7. Peran
Aparat Sekolah, Orang Tua, dan Masyarakat dalam Program Pendidikan dan
Pengajaran Remedial
a)
Kepala
Sekolah
1.
Kepala
sekolah harus menguasai sepenuhnya program pendidikan dan pengajaran remedial
di sekolah, mencakup tujuan, bidang-bidang kajian, cara-cara menemukan latar
belakang dan asal-usul serta sebab-sebab kesulitan belajar siswa, prediksi
penyembuhan, serta praktik penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran remedial.
2.
Kepala
sekolah menyediakan sumber belajar yang lengkap dan dapat digunakan setiap
waktu sesuai dengan kebutuhan.
3.
Kepala
sekolah memiliki jalinan kerja sama yang baik dengan orang tua siswa di rumah
untuk mengembangkan pendidikan masa depan anak-anaknya.
4.
Kepala
sekolah mendirikan dan mengembangkan Lembaga Pusat Bimbingan dan Penyuluhan
yang berfungsi menangani kesulitan-kesulitan siswa dalam mempelajari
pengetahuan.
5.
Kepala
sekolah mampu mengangkat seorang ekspert yang bertugas sebagai guru pendidikan
remedial. Ia berperan pula membantu guru bidang studi atau guru borongan
lainnya dalam memecahkan kesulitannya menghadapi siswa lamban belajar dan
berprestasi rendah.
b)
Orang
Tua Siswa
1.
Menerima
dengan baik kunjungan sekolah di rumah (home
visit).
2.
Bersikap
tanggap terhadap pembicaraan kasus putra-putranya dan menunjukkan sikap tidak
emosional.
3.
Senang
menghadiri undangan sekolah untuk membicarakan kasus putra-putranya.
4.
Dapat
memberikan data objektif selengkap mungkin tentang kelemahan-kelemahan putranya
dalam pelajaran.
5.
Mampu
membantu memprediksi dan memberi latihan sepenuhnya terhadap kasus yang
dihadapinya.
c)
Staf
Tata Usaha Sekolah
Mengaministrasi
data-data kasus mulai dari latar belakang, asal-usul dan sebab-sebab kesulitan
belajar siswa, cara-cara memprediksi penyembuhannya, sampai dengan cara-cara
penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran remedial.
d)
Penilik
Sekolah
1.
Melakukan
kunjungan rutin ke sekolah sekurang-kurangnya dua minggu sekali, mamantau dan
mengawasi jalannya penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran remedial yang
telah dirancang sebelumnya.
2.
Menyelenggarakan
diskusi periodik dengan kepala sekolah dan guru-guru tentang upaya pemecahan
kesulitan belajar siswa.
3.
Menyelenggarakan
upaya kerja sama yang baik dengan lembaga-lembaga terkait.
e)
Para
Pemerhati Pendidikan
Para pemerhati pendidikan adalah
orang-orang yang menaruh perhatian penuh terhadap proses dan hasil pendidikan
yang dicapai siswa di sekolah serta berinisiatif besar dalam memberikan
pendapat, sikap, dan aspirasinya dalam upaya penanganan kasus atau dalam hal
ini siswa lamban belajar.
f)
Lembaga-Lembaga
Kemasyarakatan Terkait
Keterlibatan lembaga-lembaga
kemasyarakatan terkait dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran
remedial, khususnya dalam penanganan kasus kenakalan remaja diperlukan sekali
terutama membantu sekolah dalam mengumpulkan data objektif tentang latar
belakang dan sebab-sebab terjadinya suatu peristiwa serta membantu dalam
penyelesaiannya.
8.
Evaluasi Pengajaran
Remedial
Pada akhir
kegiatan siswa diadakan evaluasi. Tujuan paling utama adalah diharapkan 75%
taraf pengusaan (level of mastery). Bila ternyata belum berhasil maka dilakukan
diagnostik dan memperoleh pengajaran remedial kembali.
Evaluasi perlu dilakukan secara
kontinu untuk menentukan perkembangan dan prosedur yang hendak dilaksanakan
dimasa mendatang. Evaluasi remidi memiliki arti penting bagi orang-orang
terdekat siswa. Oleh karena itu, perlu diberikan informasi kepada siswa dan
orangtua mengenai perkembangan belajarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar