Bimbingan dan Konseling

Makna dan Posisi Serta Urgensi  Bimbingan dan Konseling dalam Praktek  Pendidikan
http://www.te2n.com/wp-content/uploads/2012/08/bimbingan-konseling-di-sekolah.gif
Pengertian bimbingan dan konseling
              Bimbingan berasal dari kata to guide kemudian menjadi guidance yang mempunyai arti menunjukkan, membimbing, menuntun, ataupun membantu. Yang mana bimbingan di sini diberikan kepada orang atau sekelompok orang yang mengalami maladjusmen, yaitu kegoncangan pribadi, konflik batin, salah aturan, stress dan lain-lain.
               Years’s Book of Education 1995 menyatakan bimbingan adalah suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.
Stoops dan Walquist menyatakan bimbingan adalah proses yang terus-menerus dalam membantu perkembangan individu untuk mencapai kemampuannya secara maksimum dalam mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat.
                Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan”.
Sedangkan konseling diambil dari bahasa Inggris counseling dulu diterjemahkan dengan penyuluhan (bersifat umum), sekarang diartikan konseling itu sendiri (bersifat spesifik mengenai kejiwaan). Pelayanan konseling merupakan jantung hati dari usaha layanan bimbingan secara keseluruhan (counseling is the heart of guidance program). Konseling adalah bantuan pertolongan, tuntunan yang di berikan kepada seseorang untuk mengatasi kesulitan atau masalah secara langsung berhadapan muka atau face to face relation untuk mencapai kesejahteraan hidup.
Rogers (1942) menyatakan konseling adalah serangkai hubungan langsung dengan individu yang bertujuan untuk membantu dia dalam merubah sikap dan tingkah lakunya.
Sedangkan konseling menurut Prayitno dan Erman Amti (2004: 105) adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.
Dengan demikian, pengertian konseling adalah kontak antara dua orang (yaitu konselor dan konseli) untuk menangani masalah konseli, dalam suasana keahlian yang laras dan terintegrasi, berdasarkan norma-norma yang berlaku, untuk tujuan-tujuan yang berguna bagi konseli.
Kondisi bimbingan dan konseling di sekolah
Bimbingan Konseling (BK) seolah menjadi topik yang tidak menarik untuk dibicarakan. Padahal, jika kita merujuk ke negara yang pendidikannya maju, seperti Amerika Serikat, Singapura, bahkan Malaysia, peran guru BK sangat diperhatikan. Sedangkan di Indonesia isu tentang BK menjadi isu yang belum terlalu menjadi sorotan, kalaupun ada, namun bukanlah menjadi sorotan nasional tetapi hanya sekedar sorotan lingkup daerah saja. Gerakan yang terlihat malah dari daerah, bahkan dari sekolah-sekolah. Isu BK seperti ini mengakibatkan sekolah-sekolah tidak memiliki paradigma yang tunggal terhadap BK.
Ada beberapa paradigma yang berkaitan dengan BK di sekolah:
1.    Sekolah yang sadar betul pentingnya BK untuk membangun karakter peserta didik/siswa.
2.    Sekolah yang sadar akan kedudukan BK dalam pembentukan pribadi peserta didik, tetapi tidak didukung oleh materi, tenaga dan yayasan atau pemerintah.
3.    Sekolah yang masih menerapkan manajemen BK “jadul”. Guru BK masih dianggap sebagai polisi sekolah, hanya menangani orang yang bermasalah.
4.    Sekolah yang belum memiliki manajemen BK. Penyebabnya bisa karena belum ada tenaga, atau tidak ada yang tahu sehingga tidak ada yang memulai, atau bisa juga karena masalah finansial, atau menganggap tidak perlu.
Landasan psikologis bimbingan dan konseling
Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang:
1.    motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang berperilaku.
2.    konflik dan frustasi, menurut Syamsu Yusuf (2009: 166)  frustasi dapat diartikan sebagai kekecewaan dalam diri individu yang disebabkan oleh tidak tercapainya keinginan
3.    Sikap, Sarlito Wirawan Sarwono (Yusuf, 2009: 169) mengemukakan, bahwa “sikap adalah kesiapan seseorang bertindak terhadap hal-hal tertentu”.
4.    pembawaan dan lingkungan, berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk dan mempengaruhi perilaku individu
5.    perkembangan individu, berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial
6.    penyesuaian diri, Proses penyesuaian diri menimbulkan berbagai masalah terutama bagi diri sendiri. Jika individu berhasil memenuhi kebutuhannya sesuai dengan lingkungannya dan tanpa menimbulkan gangguan atau kerugian bagi lingkungannya, hal itu disebut”well adjusted” atau penyesuaian dengan baik. Dan sebaliknya jika individu gagal dalam proses penyesuaian diri tersebut disebut “maladjusted” atau salah suai.
7.    Belajar, Secara psiklogis belajar dapat diartikan sebagai proses memperoleh perubahan tingkah laku, baik dalam kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Dalam kegiatan belajar dapat timbul berbagai masalah baik bagi pelajar itu sendiri maupun pengajar. Bagi siswa sendiri, masalah-masalah belajar yang mungkin timbul misalnya pengaturan waktu belajar, memilih cara belajar, mempergunakan buku-buku pelajaran, memilih mata pelajaran yang cocok dan sebagainya.
8.    Kepribadian
a.    kecerdasan, terdapat kecerdasan majemuk, emosional, spiritual
b.    kreativitas, dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menciptakan sesuatu produk yang baru, atau kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan yang baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah\stress, merupakan fenomena psikofisik yang dapat dialami oleh setiap orang, stress pada umumnya berdampak negative.
Faktor-faktor sosial budaya yang menimbulkan kebutuhan akan bimbingan menurut John J. Pietrofesa dkk.,(1980); M. Surya&Rochman N., (1986); dan Rochman N.,(1987) adalah:
1.    Perubahan konstelasi keluarga
2.    Perkembangan pendidikan
3.    Dunia kerja
4.    Perkembangan kota metropolitan
5.    Perkembangan komunikasi
6.    Seksisme dan rasisme
7.    Kesehatan mental
8.    Perkembangan teknologi
9.    Kondisi moral dan keagamaan
10.    Kondisi sosial ekonomi
Sunaryo kartadinata (2011: 23) mengemukakan bahwa bimbingan dan konseling adalah upaya pedagogis untuk memfasilitasi perkembangan individu dari kondisi apa adanya kepada kondisi bagaimana seharusnya sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh setiap individu, sehingga bimbingan dan konseling adalah sebuah upaya normatif.
Landasan agama bimbingan dan konseling pada dasarnya ingin menetapkan klien sebagai makhluk Tuhan dengan segenap kemuliaannya menjadi fokus sentral upaya bimbingan dan konseling (Prayitno dan Erman Amti, 2003: 233). Pembahasan landasan religius ini, terkait dengan upaya mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam proses bimbingan dan konseling.
Landasan agama bimbingan dan konseling
Hakikat manusia menurut agama

Menurut sifat hakiki manusia adalah makhluk beragama (homo religius), yaitu makhluk yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama, serta sekaligus menjadikan kebenaran agama itu sebagai rujukan (referensi) sikap dan perilakunya. Dapat juga dikatakan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki motif  beragama, rasa keagamaan, dan kemampuan untuk memahami serta mengamalkan nilai-nilai agama.
Fitrah beragama ini merupakan potensi yang arah perkembangannya amat tergantung pada kehidupan beragama lingkngan dimana orang (anak) itu hidup, terutama lingkungan keluarga. Apabila kondisi tersebut kondusif, dalam arti lingkungan itu memberikan ajaran, bimbingan dengan pemberian dorongan (motivasi) dan ketauladanan yang baik (uswah hasanah) dalam mengamalkan nilai-nilai agama, maka anak itu akan berkembang menjadi manusia yang berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur (berakhlalaaqul kariimah).
Dengan mengamalkan ajaran agama, berarti manusia telah mewujudkan jati dirinya, identitas dirinya (self-identity) yang hakiki, yaitu sebagai ‘abdullah (hamba Allah) dan khalifah di muka bumi. Sebagai khalifah berarti manusia menurut fitrahnya adalah makhluk sosial yang bersifat altruis (sikap sosial untuk membantu orang lain).
Sebagai hamba dan khalifah Allah, manusia mempunyai tugas suci, yaitu ibadah atau mengabdi kepada-Nya. Bentuk pengabdian itu baik yang bersifat ritual-personal (seperti shlat, shaum, dan berdoa) maupun ibadah sosial, yaitu menjalin silahturahim (hubungan persaudaraan antar manusia) dan menciptakan lingkungan yang bermanfaat bagi kesejahteraan atau kebahagiaan umat manusia (rahamatan lil’alamin).
Peranan Agama
a.    Memelihara Fitrah
b.    Memelihara Jiwa
c.    Memelihara Akal
d.    Memelihara Keturunan
Persyaratan konselor
a.    Konselor hendaklah orang yang beragama dan mengamalkan dengan baik keimanan dan ketaqwaannya sesuai dengan agama yang dianutnya.
b.    Konselor sedapat-dapatnya mampu mentransfer kaidah-kaidah agama secara garis besar yang relevan dengan masalh klien.
c.    Konselor harus benar-benar memperhatikan dan  menghormati agama klien.
Landasan Perkembangan IPTEK Bimbingan dan Konseling
Landasan ilmiah dan teknologi membicarakan sifat keilmuan bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling sebagai ilmu yang multidimensional yang menerima sumbangan besar dari ilmu-ilmu lain dan bidang teknologi.
Sehingga bimbingan dan konseling diharapkan semakin kokoh. Dan mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi.yang berkembang pesat. Disamping itu penelitian dalam bimbingan dan konseling sendiri memberikan bahan-bahan yang yang segar dalam perkembangan bimbingan dan konseling yang berkelanjutan.
1.    Keilmuan bimbingan dan konseling
Tohirin (2007: 101) mengatakan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan professional yang dilaksanakan atas dasar keilmuan baik yang menyangkut teori-teorinya, pelaksanaan kegiatannya, maupun pengembangannya. Secara keilmuan, bimbingan dan konseling merupakan pengetahuan yang telah tersusun rapi dan sistematis. Landasan ilmiah bimbingan dan konseling mengisyaratkan bahwa praktik bimbingan dan konseling harus dilaksanakan atas dasar keilmuan. Sehingga setiap orang yang berkecimpung dalam bimbingan dan konseling harus memiliki ilmu bimbingan dan konseling.
Ilmu bimbingan dan konseling adalah berbagai pengetahuan tentang bimbingan dan konseling yang tersusun secara logis dan sistematik. Sebagai layaknya ilmu-ilmu yang lain, ilmu bimbingan dan konseling mempunyai obyek kajiannya sendiri, metode pengalihan pengetahuan yang menjadi ruang lingkupnya, dan sistematika pemaparannya.
Obyek kajian bimbingan dan konseling ialah upaya bantuan yang diberikan kepada individu yang mangacu pada ke-4 fungsi pelayanan yakni fungsi pemahaman, pencegahan, pengentasan dan pemeliharaan atau pengembangan. Dalam menjabarkan tentang bimbingan dan konseling dapat digunakan berbagai cara atau metode, seperti pengamatan, wawancara, analisis dokumen (Riwayat hidup, laporan perkembangan), prosedur teks penelitian, buku teks, dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya mengenai obyek kajian bimbingan dan konseling merupakan wujud dari keilmuan bimbingan dan konseling.
2.    Peran Ilmu Lain dan Teknologi dalam Bimbingan dan Konseling
Ilmu bimbingan dan konseling bersifat multireferensial, artinya suatu disiplin ilmu dengan rujukan atau referensi dari ilmu-ilmu lain seperti psikologi, ilmu pendidikan, ilmu sosiologi, antropologi, ekonomi, ilmu agama, ilmu hukum, filsafat, dan lain-lain.
Kontribusi ilmu-ilmu lain terhadap bimbingan dan konseling tidak hanya terbatas kepada pembentukan dan pengembangan teori-teori bimbingan dan konseling melainkan juga pada praktik pelayanannya.
Selain memerlukan dukungan dari ilmu lain, praktik bimbingan dan konseling juga memerlukan dukungan perangkat teknologi. Dukungan perangkat teknologi terhadap praktik bimbingan dan konseling antara lain dalam pembuatan instrument bimbingan dan konseling dan penggunaan berbagai alat atau media untuk memperjelas materi bimbingan dan konseling.
Bimbingan dan konseling baik pada tataran teori dan praktik bersifat dinamis. Artinya, bimbingan dan konseling berkembang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3.    Pengembangan Bimbingan Konseling Melalui Penelitian
Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling boleh jadi dapat dikembangkan melalui proses pemikiran dan perenungan, namun pengembangan yang lebih lengkap dan teruji didalam praktek adalah apabila pemikiran dan perenungan itu memperhatikan pula hasil-hasil penelitian dilapangan. Melalui penelitian suatu teori dan praktek bimbingan dan konseling menemukan pembuktian tentang ketepatan/ keefektifan dilapangan. Layanan bimbingan dan konseling akan semakin berkembangan dan maju jika dilakukan penelitian secara terus menerus terhadap berbagai aspek yang berhubungan dengan Bimbingan dan Konseling.
Sejarah bimbingan dan konseling di Indonesia
Pelayanan Konseling dalam system pendidikan Indonesia mengalami beberapa perubahan nama. Pada kurikulum 1984 semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (BP), kemudian pada Kurikulum 1994 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling (BK) sampai dengan sekarang. Layanan BK sudah mulai dibicarakan di Indonesia sejak tahun 1962. Namun BK baru diresmikan di sekolah di Indonesia sejak diberlakukan kurikulum 1975. Kemudian disempurnakan ke dalam kurikulum 1984 dengan memasukkan bimbingan karir di dalamnya. Perkembangan BK semakin mantap pada tahun 2001.
Kesimpulan
Bimbingan dan konseling memiliki peran yang sangat kuat dalam lingkungan pendidikan, karena bimbingan dan konseling dapat membantu siswa/ peserta didik mengenali dirinya sendiri, membantu dan memotivasi agar bisa menjadi siswa yang lebih baik, dan dapat memberikan arahan terhadap perkembangan peserta didik. Bimbingan dan konseling bukanlah seorang pelayan untuk peserta didik yang bermasalah, namun bimbingan dan konseling berperan dalam perkembangan peserta didik dan mengarahkan ke arah yang lebih baik
Konselor dan guru BK perbedaannya adalah di pendidikan nya, guru BK Sarjana Pendidikan S-1 Bidang Bimbingan Dan Konseling, sedangkan konselor adalah Sarjana Pendidikan S-1 Bidang Bimbingan Dan Konseling dan telah menyelesaikan program Pendidikan Profesi Konselor (PPK), individu yang menerima pelayanan bimbingan dan konseling disebut konseli.
Referensi
Kartadinata, Sunaryo. (2011). Menguak Tabir Bimbingan dan Konseling Sebagai Upaya Pedagogis. Bandung: UPI Press
Sukardi, Dewa Ketut Drs. MBA. MM. dan Desak P.E. Nila Kusmwati, S.Si, M.Si. (2008). Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Syamsu, Yusuf Dr., L.N. dan Dr. A. Juntika Nurihsan. (2009). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rosda
Tohirin, Drs. M. Pd. (2007). Bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
http://edukasi.kompasiana.com/2010/03/11/kedudukan-bimbingan-dan-konseling-di-sekolah-90963.html (diakses tanggal 23 Februari 2015)
departemen pendidikan nasional.(2007). Rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal. Jakarta: direktorat jenderal peningkatan mutu pendidikan dan tenaga kependidikan departemen pendidikan nasional.




KONSEP DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING
https://widyaayu1122.files.wordpress.com/2014/01/cropped-bimbingan-dan-konseling1.jpg
Definisi Bimbingan dan Konseling
            Menurut Tohirin (2007:26) “bimbingan dan konseling merupakan proses bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh pembimbing (konselor) kepada individu (konseli) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya, agar konseli memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan masalahnya serta mampu memecahkan masalahnya sendiri.
Menurut Moh.Surya (1988:12) dalam Dewa Ketut (2008:2) “bimbingan ialah suatu proses pemberian bantuan yang terus-menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan”.
ASCA (American School Counselor Association) dalam Syamsu Yusuf (2009:8) “konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien, konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu kliennya mengatasi masalah-masalahnya”.
Selanjutnya, Rochman Natawidjaja (1987:32) dalam Dewa Ketut (2008:4) “konseling adalah satu jenis pelayanan yang merupakan bagian terpadu dari bimbingan. Konseling dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua orang individu, di mana yang seseorang (yaitu konselor) berusaha membantu orang lain (yaitu konseli) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang”.
Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan secara berkesinambungan kepada seseorang atau sekelompok orang untuk pencapaian suatu tujuan
Konseling adalah suatu pelayanan yang diberikan oleh konselor kepada klien untuk menangani masalah klien agar tercapai tujuan-tujuan yang berguna untuk klien.
bimbingan dan konseling merupakan proses bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh pembimbing (konselor) kepada individu (konseli) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya, agar konseli memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan masalahnya serta mampu memecahkan masalahnya sendiri
Fungsi Bimbingan dan Konseling
Menurut Tohirin (2007) fungsi BK meliputi:
1.    Fungsi pencegahan (preventif)
Yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk mencegah timbulnya berbagai masalah pada diri siswa yang dapat mengganggu, menghambat, maupun menimbulkan kerugian tertentu dalam proses perkembangannya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompoks
2.    Fungsi pemahaman
Fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
3.    Fungsi pengentasan
Melalui fungsi pengentasan ini pelayanan bimbingan dan konseling akan menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami oleh peserta didik. Pelayanan bimbingan dan konseling berusaha membantu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta didik, baik dalam sifatnya, jenisnya, maupun bentuknya. Pelayanan dan pendekatan yang dipakai dalam pemberian bantuan ini dapat bersifat konseling perseorangan maupun konseling kelompok.
4.    Fungsi pemeliharaan
Menurut Prayitno dan Erman Amti (1999) dalam Tohirin (2007:46) menyatakan bahwa fungsi pemeliharaan berarti memelihara segala sesuatu yang baik (positif) yang ada pada diri individu (siswa), baik hal itu merupakan pembawaan maupun hasil-hasil perkembangan yang telah dicapai selama ini.
Fungsi pemeliharaan adalah fungsi bimbingan dan konseling untuk  membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya.
5.    Fungsi penyaluran
Yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakulikuler, jurusan atau program studi, cita-cita dan lain sebagainya. Dalam hal ini konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
6.    Fungsi penyesuaian
Melalui fungsi inilah layanan bimbingan dan konseling membantu siswa memperoleh penyesuaian diri secara baik dengan lingkungan terutama lingkungan sekolah/ madrasah bagi siswa. Fungsi penyesuaian mempunyai dua arah.
Beberapa program bimbingan dan konseling yang dapat dilaksanakan untuk mewujudkan fungsi ini diantaranya :
a.    Orientasi terhadap sekolah atau madrasah untuk memperoleh pemahaman yang baik terhadap berbagai hal seperti fasilitas sekolah, kurikulum, cara belajar dan lain sebagainya.
b.    Kegiatan-kegiatan kelompok untuk memperoleh penyesuaian sosial yang baik.
c.    Pengumpulan data siswa untuk memperoleh pemahaman diri yang lebih baik sehingga siswa dapat menyesuaikan diri dengan baik pula
d.    Konseling individual untuk mengarahkan siswa dalam melakukan penyesuaia diri yang lebih baik terhadap lingkungannya.
7.    Fungsi pengembangan
Berfungsi untuk membantu para siswa dalam mengembangkan keseluruhan potensinya secara lebih terarah. Selain itu dalam fungsi ini, hal-hal yang sudah baik pada diri siswa dijaga agar tetap baik, dimantapkan dan dikembangkan.
Dalam fungsi ini bimbingan dan konseling sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat, home room, dan karyawisata.
8.    Fungsi perbaikan (kuratif)
Fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehinggga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berpikir, berperasaan dan bertindak.  Dalam fungsi ini, siswa yang memiliki masalah yang mendapat prioritas untuk diberikan bantuan, sehingga diharapkan agar masalah yang dialami siswa tersebut tidak terjadi lagi pada masa yang akan datang.
9.    Fungsi advokasi
Fungsi advokasi yaitu bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan teradvokasi atau pembelaan terhadap peserta didik dalam rangka upaya pengembangan seluruh potensi secara optimal. Fungsi-fungsi tersebut diwujudkan melalui diselenggarakannya berbagai jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling untuk mencapai hasil sebagaimana yang terkandung di dalam masing-masing fungsi tersebut.
Prinsip Bimbingan dan Konseling
Arifin dan Eti Kartikawati (1994) dalam Tohirin (2007) prinsip BK meliputi:
1.    Prinsip-prinsip umum
a.    Bimbingan harus berpusat pada individu yang dibimbingnya
b.    Bimbingan diarahkan untuk memberikan bantuan agar klien mampu menghadapi kesulitan-kesulitan dalam hidupnya
c.    Pemberian bantuan disesuaikan dengan kebutuhan klien
d.    Bimbingan berkenaan dengan sikap dan tingkah laku klien
e.    Pelaksanaan bimbingan dan konseling dimulai dengan mengidentifikasi kebutuhan yang dirasakan klien
f.    Upaya pelayanan bimbingan dan konseling harus dilakukan secara fleksibel
g.    Program bimbingan dan konseling harus dirumuskan sesuai dengan program pendidikan dan pembelajaran di sekolah yang bersangkutan
h.    Implementasi program bimbingan dan konseling harus dipimpin oleh orang yang memiliki keahlian dalam bidang bimbingan dan konseling
i.    Untuk mengetahui hasil-hasil yang diperoleh dari upaya pelayanan bimbingan dan konseling, harus diadakan penilaian atau evaluasi secara teratur dan berkesinambungan
2.    Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan individu (siswa)
a.    Pelayanan bimbingan dan konseling harus diberikan kepada seluruh siswa
b.    Harus ada kriteria untuk mengatur prioritas pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa
c.    Program pemberian bimbingan dan konseling harus berpusat pada siswa
d.    Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah harus dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan siswa yang bersangkutan
e.    Keputusan akhir dalam proses bimbingan dan konseling dibentuk oleh siswa sendiri
f.    Individu atau siswa yang telah memperoleh bimbingan, harus secara berangsur-angsur dapat menolong dirinya sendiri
3.    Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan pembimbing
a.    Pembimbing atau konselor harus melakukan tugas sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
b.    Pembimbing atau konselor di sekolah dipilih atas dasar kualifikasi kepribadian, pendidikan, pengalaman, dan kemampuannya.
c.    Sebagai tuntutan profesi, pembimbing atau konselor harus senantiasa berusaha mengembangkan diri dan keahliannya melalui berbagai kegiatan.
d.    Pembimbing dan konselor hendaknya selalu mempergunakan berbagai informasi tentang siswa yang dibimbing sebagai bahan untuk membantu siswa yang bersangkutan ke arah penyesuaian diri yang lebih baik.
e.    Pembimbing harus menghormati dan menjaga kerahasiaan informasi tentang siswa yang dibimbingnya.
f.    Pembimbing dalam melaksanakan tugasnya hendaknya mempergunakan berbagai metode dan teknik.
4.    Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan organisasi dan administrasi bimbingan dan konseling
a.    Bimbingan dan konseling harus dilaksanakan secara sistematis dan berkelanjutan
b.    Pelaksanaan bimbingan dan konseling harus ada di kartu pribadi bagi setiap siswa
c.    Program pelayanan bimbingan dan konseling harus disusun sesuai dengan kebutuhan
d.    Harus ada pembagian waktu antar pembimbing
e.    Bimbingan dan konseling dilaksanakan dalam situasi individu atau kelompok sesuai dengan masalah yang dipecahkna dan metode yang dipergunakan dalam memecahkan masalah tersebut
f.    Dalam menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling, sekolah harus bekerja sama dengan berbagai pihak.
g.    Kepala sekolah merupakan penanggung jawab utama dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah
Asas-Asas Bimbingan dan Konseling
Menurut Prayitno (1983) dalam Dewa Ketut (2008) asas-asas BK adalah sebagai berikut:
1.    asas kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan tentang konseli yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban untuk menjaga kerahasiaan semua data dan menjaminnya.
2.    asas kesukarelaan
asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukarelaan konseli mnegikuti bimibingan atau menjalankan pelayanan yang diperlukan baginya. Dalam hal ini konselor berkewajiban membina dan mengembangkan sikap kesukarelaan klien sehingga klien tidak merasa terpaksa dalam memberikan data atau keterangan kepada konselor.
3.    asas keterbukaan
asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya.
Asas keterbukaan ini sangat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan kesukarelaan pada klien. Untuk keterbukaan klien, konselor harus membina suasana konseling sedemikian rupa sehingga klien merasa yakin bahwa konselor pun bersikap terbuka dan asas kerahasiaan benar-benar terlaksana.
4.    asas kekinian
Asas kekinian menghendaki agar objek sasaran layanan bimbingan dan konseling ialah masalah-masalah klien yang dirasakan kini (sekarang). Kalaupun ada hal-hal tertentu yang berkenaan dengan masa lampau dan/atau masa mendatang akan dilihat dampak serta kaitannya dengan kondisi sekarang.
5.    asas kemandirian
Dalam hal ini konselor harus menghidupkan kemandirian klien sehingga klien tidak akan tergantung kepada orang lain khususnya konselor. Individu yang dibimbing (klien) setelah dibantu diharapkan dapat mandiri dengan ciri-ciri pokok mampu:
a.    mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya,
b.    menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis,
c.    mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri,
d.    mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu, dan
e.    mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat dan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya.
6.    asas kegiatan
asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan kegiatan bimbingan. Oleh sebab itu, konselor perlu mendorong klien agar aktif dalam setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
7.    asas kedinamisan
Asas kedinamisan dalam pelayanan bimbingan dan konseling yaitu asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap klien selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8.    asas keterpaduan
Yaitu asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh konselor maupun pihak lain tidak bertentangan, melainkan saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk terselenggaranya asas keterpaduan ini, konselor perlu memiliki wawasan luas mengenai perkembangan klien dan aspek-aspek lingkungan klien, serta berbagai sumber yang dapat diaktifkan untuk menangani masalah klien (Dewa Ketut: 2008).
9.    asas kenormatifan
Usaha pelayanan bimbingan dan konseling harus didasarkan pada nilai dan norma yang berlaku, yaitu nilai dan norma agama, adat istiadat, hukum/negara, ilmu pengetahuan, maupun kebiasaan sehari-hari. Layanan bimbingan dan konseling dapat dipertanggungjawabkan jika isi dan pelaksanaannya sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Demikian pula prosedur, teknik, dan peralatan yang dipakai pun tidak menyimpang dari nilai dan norma-norma yang dimaksudkan.
10.    asas keahlian
Asas keahlian dalam pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional.
11.    asas alih tangan
Asas ini mengisyaratkan agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan pada klien dapat mengalihtangankan permasalahan tersebut kepada pihak atau badan lain yang lebih ahli. Konselor dapat mengalihtangankan kasus kepada orang tua, ahli lain, demikian pula konselor dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua  atau ahli lain.
12.    asas tut wuri handayani
Asas ini menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana yang mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, memberikan rangsangan dan dorongan serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada klien untuk maju.
Ruang Lingkup Bimbingan dan Konseling
1.    Segi Fungsi
Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah atau madrasah berfungsi untuk: (1) pencegahan, (2) pemahaman, (3) pengentasan, (4) pemeliharaan, (5) penyaluran, (6) penyesuaian, (7) pengembangan, dan (8) perbaikan.
2.    Segi Sasaran
pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah atau madrasah diperuntukkan bagi semua siswa dengan tujuan agar siswa secara individual mencapai perkembangan yang optimal melalui kemampuan pengungkapan-pengenalan-penerimaan diri dan lingkungan, pengambilan keputusan,pengarahan diri, dan perwujudan diri. Dalam hal tertentu, sesuai dengan permasalahan yang dihadapi siswa, akan terdapat prioritas dalam sasaran bimbingan dan konseling tersebut.
3.    Segi Pelayanan
a.    Pelayanan orientasi, yaitu pelayanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa untuk memahami lingkungan (sekolah) yang baru dimasukinya.
b.    Pelayanan informasi, yaitu pelayanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa untuk menerima dan memahami berbagai informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan untuk kepentingan siswa.
c.    Pelayanan penempatan dan penyaluran, yaitu pelayanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa untuk memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat.
d.    Pelayanan pembelajaran, yaitu pelayan bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan diri berkenaan dengan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya, serta berbagai aspek dan tujuan belajarnya.
e.    Pelayanan konseling perorangan, yaitu pelayanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa untuk mendapatkan pelayanan secara langsung tatap muka (secara perorangan) dengan guru pembimbing dalam rangka pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi yang dialaminya.
f.    Pelayanan bimbingan kelompok, yaitu pelayanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan sejumlah siswa secara bersama-sama melalui dinamika kelompok membahas pokok bahasan tertentu yang berguna untuk menunjang pemahaman dan kehidupannya sehari-hari dan/atau untuk perkembangan dirinya baik sebagai individu maupun sebagai pelajar, dan untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan tertentu.
g.    Pelayanan konseling kelompok, yaitu pelayanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok.
h.    Aplikasi instrumentasi bimbingan dan konseling, yaitu kegiatan pendukung pelayanan bimbingan dan konseling untuk mengumpulkan seluruh data dan keterangan tentang siswa.
i.    Penyelenggaraan himpunan data, yaitu kegiatan pendukung pelayanan bimbingan dan konseling untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan perkembangan siswa.
j.    Konferensi kasus, yaitu kegiatan pendukung pelayanan bimbingan dan konseling untuk membahas permasalahan yang dialami oleh siswa dalam suatu forum pertemuan yang dihadiri oleh berbagai pihak yang diharapkan dapat memberikan bahan, keterangan, kemudahan, dan komitmen bagi terselesaikannya permasalahan tersebut. Pertemuan ini bersifat terbatas dan tertutup.
k.    Kunjungan rumah, yaitu kegiatan pendukung pelayanan bimbingan dan konseling untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan, dan komitmen bagi terselesaikannya permasalahan siswa melalui kunjungan ke rumahnya.
l.    Alih tangan kasus, , yaitu kegiatan pendukung pelayanan bimbingan dan konseling untuk mendapatkan penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas masalah yang dialami siswa dengan memindahkan penanganan kasus dari satu pihak ke pihak lain.
4.    Segi Masalah
a.    Bimbingan pribadi
pelayanan bimbingan dan konseling lebih diarahkan untuk membantu siswa menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mantap dan mandiri, serta sehat jasmani dan rohani.
b.    Bimbingan sosial
pelayanan bimbingan dan konseling dilakukan dengan tujuan untuk membantu siswa mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosialnya.
c.    Bimbingan belajar
pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan membantu dan mengembangkan diri, sikap, dan kebiasaan belajar yang baik untuk menuasai pengetahuan dan keterampilan serta menyiapkannya melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
d.    Bimbingan karir
Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan membantu siswa merencanakan dan mengembangkan masa depan karir.
Kaitan Antara Bimbingan dan Konseling Dengan Kurikulum 2013
Peran guru BK dalam implemetasi kurikulum 2013 akan semakin penting, pasalnya di tingkat SMA sederajat penjurusan ditiadakan, diganti dengan kelompok peminatan. Dengan adanya program kelompok peminatan, maka peran dan tugas guru BK semakin besar. Karena sejak awal masuk, siswa harus diarahkan sesuai dengan bakat, minat, dan kecenderungan pilihannya.
Adapun tugas khusus guru BK dalam pelayanan BK pada Kurikulum 2013 antara lain:
1.    Di SMP/MTs, guru BK harus membantu siswa dalam memilih mata pelajaran yang harus dipelajari dan diikuti selama pendidikan dan menyiapkan pilihan studi lanjutan.
2.    Di SMA/MA dan SMK, guru BK harus membantu siswa dalam memilih dan menentukan:
a.    Arah peminatan kelompok mata pelajaran
b.    Arah pengembangan karir
c.    Menyiapkan diri serta memilih pendidikan lanjutan ke perguruan tinggi sesuai dengan kemampuan dasar, umum, bakat, minat, dan kecerdasan pilihan masing-masing siswa.



KOMPONEN PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING
Program Bimbingan dan Konseling mengandung empat komponen pelayanan, yaitu: (1) pelayanan dasar bimbingan; (2) pelayanan responsif, (3) perencanaan individual, dan (4) dukungan sistem.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgnpQ4lCzJJIaPgoKBS518zuLzEVINKHaCId3X5WI57eM0fvNj1wCQGqoVjsjhY8v2_Equp7yv0hCu0DNiYK3REkjIhyphenhyphenb0gx_z3XSbyIhi7SEklnyQUDd1VyYfWxFdySiqEMlJ9O5n8T6U/s1600/ucup.png

1.        Pelayanan Dasar
Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh siswa melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan memislih dan mengambil keputusan dalam menjalani kehidupannya.
Pelayanan ini bertujuan untuk membantu semua siswa agar memperoleh perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya, atau dengan kata lain membantu siswa agar mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya. Secara rinci tujuan pelayanan ini dapat dirumuskan sebagai upaya untuk membantu siswa agar:
a.         memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial budaya, dan agama)
b.         mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya
c.         mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya
d.        mampu mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya.
Materi pelayanan dasar dirumuskan dan dikemas atas dasar standar kompetensi kemandirian antara lain mencakup pengembangan:
a.         self-esteem
b.         motivasi berprestasi
c.         keterampilan pengambilan keputusan
d.        keterampilan pemecahan masalah
e.         keterampilan hubungan antar pribadi atau berkomunikasi
f.          penyadaran keragaman budaya
g.         perilaku bertanggung jawab.
Hal-hal yang terkait dengan perkembangan karir (terutama di tingkat SMP/SMA) mencakup pengembangan:
a.       fungsi agama bagi kehidupan
b.      pemantapan pilihan program studi
c.       keterampilan kerja professional
d.      kesiapan pribadi (fisik-psikis, jasmaniah-rohaniah) dalam menghadapi pekerjaan
e.       perkembangan dunia kerja
f.       iklim kehidupan dunia kerja
g.      cara melamar pekerjaan
h.      kasus-kasus kriminalitas
i.        bahayanya perkelahian masal (tawuran)
j.        dampak pergaulan bebas. 
Strategi Implementasi Program Pelayanan Dasar
a.         Bimbingan Klasikal
Program yang dirancang menuntut guru untuk melakukan kontak langsung dengan para peserta didik di kelas.Secara terjadwal, guru memberikan pelayanan bimbingan kepada para peserta didik.Kegiatan bimbingan kelas ini bisa berupa diskusi kelas atau brain storming (curah pendapat).
b.      Pelayanan Orientasi
Pelayanan ini merupakan suatu kegiatan yang memungkinkan peserta didik dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, terutama lingkungan Sekolah/Madrasah, untuk mempermudah atau memperlancar berperannya mereka di lingkungan baru tersebut.
1)        Layanan Orientasi di Sekolah
Bagi siswa, ketidakkenalan atau ketidaktahuannya terhadap lingkungan lembaga pendidikan (sekolah) yang di sekolah baru dimasukinya itu dapat memperlambat kelangsungan proses belajarnya kelak. Bahkan lebih jauh dari itu dapat membuatnya tidak mencapai hasil belajar yang diharapkan.Oleh sebab itu, mereka perlu diperkenalkan dengan berbagai hal tentang lingkungan lembaga pendidikan baru itu.
Untuk lingkungan sekolah misalnya, materi orientasi yang mendapat penekanan adalah:
a)   Sistem penyelenggaraan pendidikan pada umunya;
b)   Kurikulum yang ada;
c)    Penyelenggaraan pengajaran;
d)   Kegiatan belajar siswa yang diharapkan;
e)    Sistem penilaian, ujian, dan kenaikan kelas;
f)    Fasilitas dan sumber belajar yang ada seperti: ruang kelas, lab, perpustakaan, ruang praktek, dll;
g)   Staf pengajar dan tata usaha;
h)   Hak dan kewajiban siswa;
i)     Organisasi siswa;
j)     Organisasi orang tua siswa;
k)   Organisasi sekolah secara menyeluruh.
2)      Metode Layanan Orientasi Sekolah
Keluasan dan kedalaman masing-masing pokok materi di atas yang disampaikan kepada siswa disesuaikan dengan jenjang sekolah dan tingkat perkembangan anak. Untuk anak-anak yang segera akan memasuki SMP, Allen dan Mc Kean menyarankan beberapa kegiatan:
a)    Kunjungan ke SD pemasok.
Petugas dari SMP mengunjungi SD yang para lulusannya akan memasuki SMP tersebut. Di sana, para petugas itu menjelaskan berbagai hal-ihwal SMP itu kepada murid-murid SD kelas tinggi yang diharapkan akan memasuki SMP yang dimaksudkan.
b)   Kunjungan ke SMP pemesan
Murid-murid SD kelas tinggi mengunjungi SMP yang akan mereka masuki. Di sana mereka melihat lingkungan dan kelengkapan sekolah, menerima penjelasan lengkap dengan gambar, film, poster, dan tanya jawab.
c)    Malam pertemuan dengan orang tua
Orang tua murid baru diundang menghadiri suatu pertemuan untuk beramah-tamah staf sekolah dan menerima penjelasan tentang hal-ihwal sekolah tempat anak-anak mereka belajar.
d)   Staf guru BK bertemu dengan guru lain membicarakan siswa-siswa baru
Dengan guru-guru dan kepala sekolah, guru BK membicarakan materi orientasi dan cara-cara penyampaiannya kepada siswa.Guru-guru melaksanakan kegiatan orientasi itu (dengan koordinasi guru BK).
e)    Mengunjungi kelas
Guru BK berkeliling mengunjungi kelas-kelas murid baru. Guru BK menjelaskan dengan berbagai alat bantu dan prosedur tanya jawab tentang berbagai materi tersebut di atas.
f)    Memanfaatkan siswa yang lebih tinggi tingkatan kelasnya
Setiap baru diberi kawan pendamping siswa yang kelasnya lebih tinggi untuk memberikan penjelasan dan membantu siswa baru itu dalam segala hal yang berkenaan dengan keadaan sekolah dan bagaimana berlaku sebagai siswa yang baik di sekolah itu.
3)        Layanan Orientasi di Luar Sekolah.
Cara penyajian orientasi di luar sekolah sangat tergantung pada jenis orientasi yang diperlukan dan siapa yang memerlukanya. Lembaga-lembaga seperti Badan Penasihat Perawinan, Pusat Rehabilitasi Narapidana, Pusat Orientasi Tenaga Kerja, dan lainnya dapat dibentuk dan konselor (karena di luar sekolah) menjadi tenaga ahli serta penggerak lembaga bantuan khusus di masyarakat itu.
c.       Pelayanan Informasi.
Yaitu pemberian informasi tentang berbagai hal yang dipandang bermanfaat bagi peserta didik melalui komunikasi langsung maupun tidak langsung (melalui media cetak maupun elektronik, seperti: buku, brosur, leaflet, majalah, dan internet).
d.      Bimbingan Kelompok
Guru BK memberikan pelayanan bimbingan kepada peserta didik melalui kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 5 s.d 10 orang.Bimbingan ini ditujukan untuk merespon kebutuhan dan minat para peserta didik. Topik yang didiskusikan dalam bimbingan kelompok ini, adalah masalah yang bersifat umum dan tidak rahasia, seperti: cara-cara belajar yang efektif, kiat-kiat menghadapi ujian, dan mengelola stres.
e.       Pelayanan Pengumpulan Data (Aplikasi Instrumentasi)
Merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang pribadi peserta didik, dan lingkungan peserta didik.Pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan berbagai instrumen, baik tes maupun non-tes.
2.        Pelayanan Responsif
Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada siswa yang menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera, sebab jika tidak segera dibantu dapat menimbulkan gangguan dalam proses pencapaian tugas-tugas perkembangan.
Tujuan pelayanan responsif adalah membantu siswa agar dapat memenuhi kebutuhannya dan memecahkan masalah yang dialaminya atau membantu siswa yang mengalami hambatan, kegagalan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya.Fokus pelayanan responsif bergantung kepada masalah atau kebutuhan siswa.Masalah dan kebutuhan siswa berkaitan dengan keinginan untuk memahami sesuatu hal karena dipandang penting bagi perkembangan dirinya secara positif. Kebutuhan ini seperti kebutuhan untuk memperoleh informasi antara lain tentang pilihan karir dan program studi, sumber-sumber belajar, bahaya obat terlarang, minuman keras, narkotika, pergaulan bebas.
Masalah yang mungkin dialami siswa diantaranya : (1) merasa cemas tentang masa depan, (2) merasa rendah diri, (3) berperilaku impulsif (kekanak-kanakan atau melakukan sesuatu tanpa mempertimbangkannya secara matang), (4) membolos dari sekolah/madrasah, (5) malas belajar, (6) kurang memiliki kebiasaan belajar yang positif, (7) kurang bisa bergaul, (8) prestasi belajar rendah, (9) malas beribadah, (10) masalah pergaulan bebas (free sex), (11) masalah tawuran, (12) manajemen stres, dan (13) masalah dalam keluarga. 
Strategi Implementasi Program Pelayanan Responsif
a.         Konseling individual dan kelompok
Pemberian pelayanan konseling ini ditujukan untuk membantu siswa yang mengalami kesuliatan, mengalami hambatan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya.melalui konseling, siswa dibantu untuk mengidentifikasi masalah, penyebab masalah, penemuan alternatif pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan secara lebih tepat. Konseling ini dapat dilakukan secara individual maupun kelompok.
b.      Referal (rujukan atau alih tangan)
Apabila guru BK merasa kurang memiliki kemampuan untuk menangani masalah siswa, sebiknya dia mereferal atau mengalihtangankan siswa kepada pihak lain yang lebih berwenang, seperti psikolog, psikiater, dokter, dan kepolisisan. Siswa yang sebaiknya direferal adalah mereka yang memiliki masalah, seperti depresi, tindak kejahatan (kriminalitas), kecanduan narkoba dan penyakit kronis.
c.       Kolaborasi dengan guru mata pelajaran atau wali kelas
Guru BK berkolaborasi dengan guru dan wali kelas dalam rangka memperoleh informasi tentang siswa (seperti prestasi belajar, kehadiran dan pribadinya), membantu memecahkan masalah siswa dan mengidentifikasi aspek-aspek bimbingan yang dapat dilakukan oleh guru mata pelajaran. Aspek-aspek itu diantaranya : (1) menciptakan iklim sosio-emosional kelas yang kondusif bagi belajar siswa, (2) memahami karakteristik siswa yang unik dan beragam, (3) menandai peserta didik yang diduga bermasalah, (4) membantu peserta didik yang mengalami kesulitan belajar malalui program remedial teaching, (5) mereferal (mengalihtangankan) siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing, (6) memberikan informasi yang up to date tentang kaitan mata pelajaran dengan bidang kerja yang diminati siswa, (7) memahami perkembangan dunia industri atau perusahaan, sehingga dapat memberikan informasi yang luas kepeda siswa tentang dunia kerja (tuntutan keahlian kerja, persyaratan kerja dan prospek kerja), (8) menampilkan pribadi yang matang, baik dalam aspek emosional, sosial maupun moral-spritual (hal ini penting karena guru merupakan figure central bagi siswa) dan (9) memberikan informasi tentang cara-cara mempelajari mata pelajaran yang diberikannya secara efektif.
d.      Kolaborasi dengan orang tua
Upaya mengembangkan potensi siswa atau memecahkan masalah yang mungkin dihadapi siswa. Untuk melakukan kerjasama dengan orang tau ini, dapat dilakukan beberapa upaya, seperti : (1) kepala sekolah/madrasah atau komite sekolah/madrasah mengundang para orang tua untuk datang ke sekolah/madrasah (minimal satu semester satu kali), yang pelaksanaannya dapat bersamaan dengan pembagian rapor, (2) sekolah/madrasah memberikan informasi kepada orang tua (melalui surat) tentang kemajuan belajar atau masalah siswa dan (3) orang tua diminta untuk melaporkan keadaan anaknya di rumah ke sekolah/madrasah, terutama menyangkut kegiatan belajar dan perilaku sehari-harinya.
e.       Kolaborasi dengan pihak-pihak terkait di luar sekolah/madrasah
Yaitu berkaitan dengan upaya sekolah/madrasah untuk menjalin kerjasama dengan unsur-unsur masyarakat yang dipandang relevan dengan peningkatan mutu pelayanan bimbingan.
f.       Konsultasi
Guru BK menerima pelayanan konsultasi bagi guru, orang tua, atau pihak pimpinan sekolah/madrasah yang terkait dengan upaya membangun kesamaan persepsi dalam memberikan bimbingan kepada para peserta didik, menciptakan lingkungan sekolah/madrasah yang kondusif bagi perkembangan siswa, melakukan referal dan meningkatkan kualitas program bimbingan dan konseling.
g.      Bimbingan teman sebaya (peer guidance/peer facilitation)
Bimbingan teman sebaya ini adalah bimbingan yang dilakukan oleh siswa terhadap siswa yang lainnya.Siswa yang menjadi pembimbing sebelumnya diberikan latihan atau pembinaan oleh guru BK.
h.      Konferensi kasus
Yaitu kegiatan untuk membahas permasalahan siswa dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan siswa itu.Pertemuan konferensi kasus ini bersifat terbatas dan tertutup.
i.        Kunjungan rumah
Yaitu kegiatan untuk memperoleh data atau keterangan tentang siswa tertentu yang sedang ditangani dalam upaya mengentaskan masalahnya melalui kunjungan ke rumahnya.
3.             Pelayanan Perencanaan Individual
Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada siswa agar mampu merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa depan berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang dan kesempatan yang tersedia di lingkungannya. Strategi yang digunakan dalam layanan perencanaan individual adalah konsultasi dan konseling (Juntika & Sudianto, 2005).Sedangkan isi dari layanan ini meliputi bidang pendidikan, bidang karir, dan bidang sosial pribadi. Menurut Gysbers (2006), strategi dalam layanan perencanaan individual, meliputi :
a.         Individual appraisal, individu diminta oleh konselor untuk menginterpretasi tentang bakat, minat, keterampilan, dan prestasi yang ada dalam dirinya sendiri.
b.        Individual advisement, konselor meminta individu yang bersangkutan untuk mempertimbangkan tentang pendidikan, karir, sosial dan pribadi. Kemudian bagaimana individu tersebut untuk merealisasikan.
c.         Transition planning, konselor bekerjasama dengan pihak guru yang lain membantu individu untuk membuat rencana apakah akan melanjutkan sekolah, bekerja, atau mengikuti training/kursus.
d.        Follow up, konselor bekerjasama dengan pihak guru yang lain menindaklanjuti dari data yang diperoleh untuk kemudian dievaluasi.
Perencanaan individual bertujuan untuk membantu siswa agar (1) memiliki pemahaman tentang diri dan lingkungannya, (2) mampu merumuskan tujuan, perencanaan, atau pengelolaan terhadap perkembangan dirinya, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir, dan (3) dapat melakukan kegiatan berdasarkan pemahaman, tujuan, dan rencana yang telah dirumuskannya.
Melalui pelayanan perencanaan individual, siswa diharapkan dapat:
a.         Mempersiapkan diri untuk mengikuti pendidikan lanjutan, merencanakan karir, dan mengembangkan kemampuan sosial-pribadi, yang didasarkan atas pengetahuan akan dirinya, informasi tentang sekolah/madrasah, dunia kerja, dan masyarakatnya.
b.         Menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya dalam rangka pencapaian tujuannya.
c.          Mengukur tingkat pencapaian tujuan dirinya.
d.         Mengambil keputusan yang merefleksikan perencanaan dirinya.
Perencanaan individual bagi siswa diimplementasikan melalui beberapa strategi sebagai berikut (Uman Suherman : 2009) :
a.       Penilaian individual / kelompok kecil
Guru BK mengadakan analisis dan evaluasi terhadap kemampuan, minat, keterampilan, dan prestasi siswa.Uji informasi dan data lainnya sering digunakan sebagai dasar bagi pemberian bantuan pada siswa dalam mengembangkan rencana jangka pendek dan jangka panjang mereka.
b.      Pemberian saran pada individual / kelompok kecil
Guru BK memberi saran pada siswa dengan menggunakan informasi pribadi / sosial karir dan pasar tenaga kerja dalam perencanaan tujuan pribadi, edukasional dan okupasional siswa.
Fokus pelayanan perencanaan individual berkaitan erat dengan pengembangan aspek akademik, karir, dan sosial-pribadi. Secara rinci cakupan fokus tersebut antara lain mencakup pengembangan aspek: (1) akademik meliputi memanfaatkan keterampilan belajar, melakukan pemilihan pendidikan lanjutan atau pilihan jurusan, memilih kursus atau pelajaran tambahan yang tepat, dan memahami nilai belajar
sepanjang hayat; (2) karir meliputi mengeksplorasi peluang-peluang karir, mengeksplorasi latihan-latihan pekerjaan, memahami kebutuhan untuk kebiasaan bekerja yang positif; dan (3) sosial-pribadi meliputi pengembangan konsep diri yang positif, dan pengembangan keterampilan sosial yang efektif. 
Strategi Implementasi Program Pelayanan Perencanaan Individual
Pelayanan perencanaan individual ini dapat dilakukan melalui pelayanan penempatan (penjurusan, dan penyaluran), untuk membentuk peserta didik menempati posisi yang sesuai dengan bakat dan minatnya.
Siswa menggunakan informasi tentang pribadi, sosial, pendidikan dan karir yang diperolehnya untuk :
a.         Merumuskan tujuan, dan merencanakan kegiatan (alternatif kegiatan) yang menunjang pengembangan dirinya, atau kegiatan yang berfungsi untuk memperbaiki kelemahan dirinya.
b.        Melakukan kegiatan yang sesuai dengan tujuan atau perencanaan yang telah ditetapkan.
c.         Mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukannya.
4.             Dukungan Sistem
Dukungan sistem merupakan komponen pelayanan dan kegiatan manajemen, tata kerja, infrastruktur (misalnya teknologi informasi dan komunikasi), dan pengembangan kemampuan profesional guru BK secara berkelanjutan, yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada siswa atau memfasilitasi kelancaran perkembangan siswa.
Program ini memberikan dukungan kepada guru BK dalam memperlancar penyelenggaraan pelayanan di atas.Sedangkan bagi personel pendidik lainnya adalah untuk memperlancar penyelenggaraan program pendidikan di sekolah/madrasah. Dukungan sistem ini meliputi aspek-aspek: (1) pengembangan jejaring (networking), (2) kegiatan manajemen, serta (3) riset dan pengembangan.
Pengembangan Jejaring (networking)
Pengembangan jejaring yang menyangkut kegiatan guru BK meliputi:
a.         Konsultasi dengan guru-guru,
b.        Menyelenggarakan program kerjasama dengan orang tua atau masyarakat,
c.         Berpartisipasi dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan sekolah/madrasah,
d.        Bekerjasama dengan personel sekolah/madrasah lainnya dalam rangka menciptakan lingkungan sekolah/madrasah yang kondusif bagi perkembangan siswa,
e.         Melakukan penelitian tentang masalah-masalah yang berkaitan erat dengan bimbingan dan konseling, dan
f.         Melakukan kerjasama atau kolaborasi dengan ahli lain yang terkait dengan pelayanan bimbingan dan konseling 
Kegiatan Manajemen
Kegiatan manajemen merupakan berbagai upaya untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan mutu program bimbingan dan konseling melalui kegiatan-kegiatan: (a) pengembangan program, (b) pengembangan staf, (c) pemanfaatan sumber daya, dan (d) pengembangan penataan kebijakan.
a.         Pengembangan Profesionalitas
Guru BK secara terus-menerus berusaha untuk memutakhirkan pengetahuan dan keterampilannya melalui (1) in-service training, (2) aktif dalam organisasi profesi, (3) aktif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah seperti seminar dan workshop (lokakarya), atau (4) melanjutkan studi ke program yang lebih tinggi (pascasarjana).
b.        Pemberian Konsultasi dan Berkolaborasi
Strategi ini berkaitan dengan upaya sekolah/madrasah untuk menjalin kerjasama dengan unsur-unsur masyarakat yang dipandang relevan dengan peningkatan mutu pelayanan bimbingan. Jalinan kerjasama ini seperti dengan pihak-pihak: (1) instansi pemerintah, (2) instansi swasta, (3) organisasi profesi seperti ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia), (4) para ahli dalam bidang tertentu yang terkait seperti psikolog, psikiater, dokter, dan orang tua siswa, (5) MGBK (Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling), dan (6) Depnaker dalam rangka analisis bursa kerja/lapangan pekerjaan.
c.         Manajemen Program
Suatu program pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin akan terselenggara dan tercapai bila tidak memiliki suatu sistem pengelolaan (manajemen) yang bermutu, dalam arti dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah.
Riset dan Pengembangan
Kegiatan riset dan pengembangan merupakan aktivitas guru BK yang berhubungan dengan pengembangan profesional secara berkelanjutan meliputi:
a.         Merancang, melaksanakan dan memanfaatkan penelitian dalam bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kualitas layanan bimbingan dan konseling sebagai sumber data bagi kepentingan kebijakan sekolah dan implementasi proses pembelajaran, serta pengembangan program bagi peningkatan unjuk kerja profesional guru BK;
b.        Merancang, melaksanakan dan mengevaluasi aktivitas pengembangan diri guru BK profesional sesuai dengan standar kompetensi guru BK;
c.         Mengembangkan kesadaran komitmen terhadap etika profesional;
d.        Berperan aktif di dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling.
Penempatan dan Penyaluran Layanan Bimbingan dan Konseling
Purwoko (2008: 59) menjelaskan bahwa layanan penempatan dan penyaluran adalah serangkaian kegiatan bantuan yang diberikan kepada siswa agar siswa dapat menempatkan dan menyalurkan segala potensinya pada kondisi yang sesuai.Siswa sering mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan, sehingga tidak sedikit siswa yang bakat, kemampuan minat, dan hobinya tidak tersalurkan dengan baik.Siswa seperti itu tidak mencapai perkembangan secara optimal.Mereka memerlukan bantuan atau bimbingan dari orang-orang dewasa terutama guru BK dalam menyalurkan potensi dan mengembangkan dirinya.
Penempatan dan Penyaluran Siswa di Sekolah
Penempatan dan penyaluran siswa di sekolah dapat berupa (a) penempatan siswa di dalam kelas, (b) penempatan dan penyaluran ke dalam kelompok-kelompok belajar, (c) ke dalam kegiatan ko/ekstra kurikuler, dan (d) ke dalam jurusan/program studi yang sesuai.
a.         Layanan Penempatan di dalam Kelas
Layanan penempatan di dalam kelas merupakan jenis layanan yang paling sederhana dan mudah dibandingkan dengan layanan penempatan penyaluran lainnya.Namun demikian, penyelenggaraannya tidak boleh diabaikan. Penempatan masing-masing siswa secara tepat akan membawa keuntungan sebagai berikut.
1)        Bagi siswa yang bersangkutan, yaitu memberikan penyesuaian dan pemeliharaan terhadap kondisi individual siswa (kondisi fisik, mental, sosial).
2)      Bagi guru, khususnya dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas dengan penempatan yang tepat menjadi lebih mudah menggerakkan dan mengembangkan semangat belajar siswa.
Formasi duduk melingkar merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh dalam pelayanan penempatan itu.
a.         Penempatan dan Penyaluran ke dalam Kelompok Belajar
kelompok belajar mempunyai dua tujuan pokok. Pertama, untuk memberikan kesempatan bagi siswa untuk maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Tujuan ini biasanya diterapkan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar yang menggunakan sistem maju berkelanjutan. Pada dasarnya dalam sistem ini masing-masing siswa dapat maju setiap ada kesempatan.
Kedua, untuk wadah belajar bersama. Berbeda dengan cara pengelompokan pertama, pengelompokan ini dilakukan tidak menurut kemampuan siswa, melainkan dilakukan sedemikian rupa sehingga di dalam suatu kelompok belajar akan terdapat siswa-siswa yang kemampuannya pandai, sedang dan kurang. Atau dapat juga dilakukan berdasarkan atas pilihan siswa.Dalam hal ini, para siswa bebas memilih teman-teman sekelas yang paling disukainya untuk dijadikan teman belajar.Pembentukan kelompok seperti ini bertitik tolak dari anggapan dasar bahwa siswa dapat belajar bersama, saling memberi dan menerima, saling tukar pengetahuan dan keterampilan.
b.         Penempatan dan Penyaluran ke dalam Kegiatan Ko/Ekstra Kurikuler
Kegiatan ko/ekstra kurikuler merupakan bagian dari kurikulum. Sebagaimana dengan kegiatan-kegiatan lain, kegiatan ko/ekstra kurikuler pun dapat menjadi wadah belajar bagi siswa. Ia menempati tingkat kepentingan yang setara dengan kegiatan-kegiatan akademik lainnya walaupun sifatnya berlainan. Tetapi sangat disayangkan, kegiatan-kegiatan ini masih dipandang sebagai "hiasan" tambahan, sebagai kegiatan yang tidak terlalu menentukan perkembangan siswa..
c.         Penempatan dan Penyaluran ke Jurusan/Program Studi
Sebagian siswa dapat merencanakan atau menentukan sendiri jurusan/program studi apa yang akan diambilnya. Mereka menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya.Namun di samping itu, banyak juga siswa yang tidak dapat membuat rencananya secara realistis. Mereka membuat rencana hanya berdasarkan atas kemauan dan keinginan, tidak menyesuaikannya dengan bakat dan kemampuan yang dimilikinya, atau bahkan ada siswa-siswa yang tidak mampu membuat rencana sama sekali. Terhadap siswa-siswa yang seperti itu perlu diberikan bantuan agar mereka dapat membuat rencana-rencana dan mengambil keputusan secara bijaksana.
d.        Penempatan dan Penyaluran Lulusan
Pada setiap akhir tahun ajaran ratusan ribu atau bahkan jutaan anak muda menamatkan studi dari jenjang pendidikan tertentu.Pada umumnya mereka mendambakan untuk dapat melanjutkan pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi.Atau bagi yang memang tidak bermaksud untuk melanjutkan pendidikan, mereka mendambakan untuk dapat diterima pada lapangan kerja yang sesuai.
Saat seperti itu merupakan saat yang kritis bagi kebanyakan para lulusan, baik tamatan pendidikan dasar, pendidikan menengah, maupun pendidikan tinggi.Mereka berada dalam masa transisi dari satu tingkat pendidikan ke tingkat pendidikan lainnya atau dari dunia pendidikan ke dunia kerja.Dalam suasana ini, mereka dihinggapi oleh berbagai perasaan seperti cemas, bingung, tidak menentu, dan sebagainya.Perasaan-perasaan seperti ini terutama sekali dialami oleh lulusan yang sebelumnya kurang mempersiapkan dirinya dengan baik.
e.         Penempatan dan Penyaluran ke dalam Pendidikan Lanjutan
Penempatan dan penyaluran siswa pada pendidikan lanjutan tidak dapat dilakukan secara acak, tetapi memerlukan perencanaan yang matang sebelum siswa tamat dari bangku sekolah yang sedang didudukinya.Rencana yang baik ialah rencana yang disusun berdasarkan atas pertimbangan kekuatan dan kelemahan siswa dari segi-segi yang amat menentukan keberhasilan studi pada program pendidikan lanjutannya terutama segi kemampuan dasar, bakat, minat, serta kemampuan keuangan.Oleh sebab itu sangat penting diungkapkan bakat, minat, kemampuan dan ciri-ciri kepribadian lainnya yang dimiliki siswa, serta keadaan sosial ekonomi orang tua/wali siswa.Bertitik tolak dari pemahaman yang mendalam itu.
f.          Penempatan dan Penyaluran ke dalam Jabatan/Pekerjaan
Layanan penempatan dan penyaluran boleh dikatakan sebagai bentuk khusus yang paling nyata dari berbagai fungsi pemeliharaan dan pengembangan dalam segala pelayanan bimbingan dan konseling.Dengan layanan tersebut siswa dipelihara kondisinya, sambil memperbaiki kondisi-kondisi yang kurang memungkinkan. Pemeliharaan dan perbaikan kondisi itu tidak lain untuk memungkinkan terjadinya proses perkembangan yang semakin cepat dan lancar sehingga tercapai keadaan optimal sesuai dengan tahap perkembangan yang sedang dijalaninya.
Peranan orang tua atau wali siswa juga cukup penting, terutama dalam memberikan data pendukung tentang siswa.Menjalankan keputusan tentang penempatan dan penyaluran yang dilakukan oleh sekolah dengan layanan serta perlakuan orang tua terhadap anak dan dalam memberikan kemudahan-kemudahan bagi kegiatan belajar siswa (seperti izin bagi anak untuk melakukan kegiatan, khususnya kegiatan di luar jam pelajaran; penyediaan buku-buku dan alat-alat keperluan pembelajaran; serta biaya).Apabila trio "guru – guru BK – orang tua" kompak dan matang dalam menangani layanan penempatan dan penyaluran demi kebahagiaan siswa, sangat dapat diharapkan perkembangan siswa berada pada jalur yang tepat.
5.        Evaluasi dan Akuntabilitas
Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu Evaluation. Dalam buku "Essentials of Educational Evaluation", Edwind Wand dan Gerald W. Brown, mengatakan bahwa : "Evaluation rafer to the act or prosses to determining the value of something". Jadi menurut Wand dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari pada sesuatu. Sesuai dengan pendapat tersebut maka evaluasi pelaksanaan bimbingan dan konseling dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah yang diharapkan oleh Departemen Pendidikan.
Evaluasi ini dapat pula diartikan sebagai proses pengumpulan informasi (data) untuk mengetahui efektivitas (keterlaksanaan dan ketercapaian) kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan dalam upaya mengambil keputusan. Pengertian lain dari evaluasi ini adalah suatu usaha mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil dari perkembangan sikap dan perilaku, atau tugas-tugas perkembangan para siswa melalui program kegiatan yang telah dilaksanakan.
evaluasi terhadap kegiatan bimbingan dan konseling, mengandung tiga aspek penilaian, yaitu:
a.         Penilaian terhadap program bimbingan dan konseling.
b.         Penilaian terhadap proses pelaksanaan bimbingan dan konseling.
c.         Penilaian terhadap hasil (Product) dari pelaksanaan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling.
Kegiatan evaluasi bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan kegiatan dan ketercapaian tujuan dari program yang telah ditetapkan.Dalam melaksanakan suatu program, dalam hal ini program bimbingan dan konseling, peranan evaluasi sangatlah penting. Hasil evaluasi akan memberikan manfaat yang sangat berarti bagi pelaksanaan program tersebut untuk selanjutnya.
Secara umum, penyelenggaraan evaluasi bimbingan dan konseling bertujuan sebagai berikut:
a.         Mengetahui kemajuan program bimbingan dan konseling atau subjek yang telah memanfaatkan layanan bimbingan dan konseling.
b.         Mengetahui tingkat efesiensi dan efektifitas strategi pelaksanaan program bimbingan dan konseling yang telah dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu.
c.         Secara operasional, penyelenggaraan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling ditujukan untuk:
1)        Meneliti secara berkala pelaksanaan program bimbingan dan konseling.
2)        Mengetahui tingkat efisiensi dan efektifitas dari layanan bimbingan dan konseling.
3)        Mengetahui jenis layanan yang sudah atau belum dilaksanakan dan atau perlu diadakan perbaikan dan pengembangan.
4)        Mengetahui sampai sejauh mana keterlibatan semua pihak dalam usaha menunjang keberhasilan pelaksanaan program bimbingan dan konseling.
Sedangkan secara khusus tujuan evaluasi bimbingan dan konseling adalah:
a.         Untuk mengetahui jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling apakah sudah ada atau belum diberikan kepada siswa di sekolah/madrasah.
b.         Untuk mengetahui aspek-aspek lain apakah yang perlu dimasukkan kedalam program bimbingan untuk perbaikan layanan yang diberikan.
c.         Untuk membantu kepala sekolah/madrasah, guru-guru termasuk pembimbing atau konselor dalam melakukan perbaikan tata kerja mereka dalam memahami dan memenuhi kebutuhan tiap-tiap siswa.
d.        Untuk mengetahui dalam bagian-bagian manakah dari program bimbingan yang perlu diadakan perbaikan-perbaikan.
e.         Untuk mendorong semua personil bimbingan agar bekerja leih giat dalam mengembangkan program-program bimbingan.
Adapun fungsi evaluasi program bimbingan dan konseling di sekolah adalah:
Memberikan umpan balik (feed back) kepada guru pembimbing (konselor) untuk memperbaiki atau mengembangkan program bimbingan dan konseling.
Memberikan informasi kepada pihak pimpinan sekolah, guru mata pelajaran, dan orang tua siswa tentang perkembangan sikap dan perilaku, atau tingkat ketercapaian tugas-tugas perkembangan siswa, agar secara bersinergi atau berkolaborasi meningkatkan kualitas implementasi program bimbingan dan konseling di sekolah/madrasah.
Aspek-aspek yang Dievaluasi
Ada dua macam aspek kegiatan penilaian program kegiatan bimbingan, yaitu penilaian proses dan penilaian hasil. Penilaian proses dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana keefektifan pelayanan bimbingan dilihat dari prosesnya, sedangkan penilaian hasil dimaksudkan untuk memperoleh informasi keefektifan pelayanan bimbingan dilihat dari hasilnya. Aspek yang dinilai baik prosesnya maupun hasil antara lain:
a.         kesesuaian antara program dengan pelaksanaan;
b.         keterlaksanaan program;
c.         hambatan-hambatan yang dijumpai;
d.        dampak pelayanan bimbingan terhadap kegiatan belajar mengajar;
e.         respon peserta didik, personel sekolah/madrasah, orang tua, dan masyarakat terhadap pelayanan bimbingan;
f.          perubahan kemajuan peserta didik dilihat dari pencapaian tujuan pelayanan bimbingan, pencapaian tugas-tugas perkembangan dan hasil belajar, dan keberhasilan peserta didik setelah menamatkan sekolah/madrasah baik pada studi lanjutan ataupun pada kehidupannya di masyarakat.
Apabila dilihat dari sifat evaluasi, evaluasi bimbingan dan konseling lebih bersifat penilaian dalam proses yang dapat dilakukan dengan cara berikut ini.
a.         Mengamati partisipasi dan aktivitas peserta didik dalam kegiatan pelayanan bimbingan.
b.         Mengungkapkan pemahaman peserta didik atas bahan-bahan yang disajikan atau pemahaman/pendalaman peserta didik atas masalah yang dialaminya.
c.         Mengungkapkan kegunaan pelayanan bagi peserta didik dan perolehan peserta didik sebagai hasil dari partisipasi/aktivitasnya dalam kegiatan pelayanan bimbingan.
d.        Mengungkapkan minat peserta didik tentang perlunya pelayanan bimbingan lebih lanjut.
e.         Mengamati perkembangan peserta didik dari waktu ke waktu (butir ini terutama dilakukan dalam kegiatan pelayanan bimbingan yang berkesinambungan).
f.          Mengungkapkan kelancaran proses dan suasana penyelenggaraan kegiatan pelayanan.
Langkah-langkah Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi program ditempuh melalui langkah-langkah berikut.
a.         Merumuskan masalah atau instrumentasi
b.         Mengembangkan atau menyusun instrumen pengumpul data.
c.         Mengumpulkan dan menganalisis data..
d.        Melakukan tindak lanjut (follow up).
Akuntabilitas
Secara harfiah, konsep akuntabilitas atau accountability berasal dari dua kata, yaitu account (rekening, laporan atau catatan) dan ability (kemampuan).Akuntabilitas bisa diartikan sebagai kemampuan menunjukkan laporan atau catatan yang dapat dipertanggungjawabkan. Akuntabilitas, meskipun dibahas sebagai istilah tunggal, dapat dimaknai dengan cara yang berbeda. Stone & Dahir ( dalam diltz and kimberly, 2010) mendefinisikan akuntabilitas sebagai kemampuan untuk menyediakan dokumentasi tentang efektivitas hasil kegiatan profesional. Myrick, 2003 (dalam diltz and kimberly, 2010) mendefinisikan akuntabilitas sebagai jawaban atas tindakan seseorang, terutama dalam hal menetapkan tujuan, melaksanakan prosedur, dan menggunakan hasil untuk perbaikan program
Akuntabilitas pelayanan terwujud dalam kejelasan program, proses implementasi, dan hasil-hasil yang dicapai serta informasi yang dapat menjelaskan apa dan mengapa sesuatu proses dan hasil terjadi atau tidak terjadi. Hal yang amat penting di dalam akuntabilitas adalah informasi yang terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan/atau kegagalan peserta didik di dalam mencapai kompetensi.Oleh karena itu seorang konselor perlu menguasai data dan bertindak atas dasar data yang terkait dengan perkembangan peserta didik.
Analisis Hasil Evaluasi Program dan Tindak Lanjut
Hasil evaluasi menjadi umpan balik program yang memerlukan perbaikan, kebutuhan peserta didik yang belum terlayani, kemampuan personil dalam melaksanakan program, serta dampak program terhadap perubahan perilaku peserta didik dan pencapaian prestasi akademik, peningkatan mutu proses pembelajaran dan peningkatan mutu pendidikan.Hasil analisis harus ditindaklanjuti dengan menyusun program selanjutnya sebagai kesinambungan program, mengembangkan jejaring pelayanan agar pelayanan bimbingan dan konseling lebih optimal, melakukan referal bagi peserta didik-peserta didik yang memerlukan bantuan khusus dari ahli lain, serta mengembangkan komitmen baru kebijakan orientasi dan implementasi pelayanan bimbingan dan konseling selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas.2007. Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal.Dipublikasikan oleh Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.
Diltz ,Dilani M Perera& Kimberly L Mason: 2010. "Exploration of
Accountability
Practices of School Counselor : A National Study":
Journal of Professional Counseling, Practice, Theory, & Research. Austin: 38 Spring .1sted; pg. 52, 19 pgs.
Mulyadi, A. 2003.Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Prayitno, Prof. Dr dan Drs. Erman Amti. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Purwoko, Budi. 2008. Organisasi dan Managemen Bimbingan Konseling. Surabaya: Unesa University Press.
Syamsu, Yusuf Dr., L.N. dan Dr. A. Juntika Nurihsan. 2009. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rosda


TEKNIK-TEKNIK DASAR PEMAHAMAN INDIVIDU
https://thinktep.files.wordpress.com/2008/11/teacher-class.gif


A.    Pengertian Individu
Individu berasal dari kata in dan devided. Dalam Bahasa Inggris in salah satunya mengandung pengertian tidak, sedangkan divided artinya terbagi. Jadi individu artinya tidak terbagi, atau suatu kesatuan.
Dalam Bahasa Latin individu berasal dari kata individium yang berarti yang tidak terbagi, jadi merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Individu bukan berarti manusia sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dibagi-bagi melainkan sebagai kesatuan yang terbatas, yaitu sebagai manusia perorangan sehingga sering digunakan sebagai sebutan “orang-seorang” atau manusia “perorangan”. Individu merupakan kesatuan aspek jasmani dan rohani. Dengan kemampuan rohaninya individu dapat berhubungan dan berfikir serta dengan fikirannya itu mengendalikan dan dan memimpin kesanggupan akal dan kesanggupan budi untuk mengatasi segala masalah dan kenyataan yang dialaminya.Ciri seorang individu tidak hanya mudah dikenali lewat ciri fisik atau biologisnya, sifat, karakter, perangai, atau gaya dan selera orang juga berbeda-beda. Lewat ciri-ciri fisik seseorang pertama kali mudah dikenali.Ada orang yang gemuk, kurus, atau langsing, ada yang kulitnya coklat, hitam, atau putih, ada yang rambutnya lurus dan ikal. Dilihat dari sifat, perangai, atau karakternya, ada yang orang yang periang, sabar, cerewet, atau lainnya. 
Seorang individu adalah perpaduan antara faktor genotip dan fenotip. Faktor genotip adalah faktor yang dibawa individu sejak lahir, ia merupakan faktor keturunan, dibawa individu sejak lahir. Secara fisik seseorang memiliki kemiripan atau kesamaan ciri dari orang tuanya, kemiripan atau persamaan itu mungkin saja terjadi pada keseluruhan penampilan fisiknya, bisa juga terjadi pada bagian-bagian tubuh tertentu saja.Kita bisa melihat secara fisik bagian tubuh mana dari kita yang memiliki kemiripan dengan orang tua kita. Ada bagian tubuh kita yang mirip ibu atau ayah, begitu pula mengenai sifat atau karakter kita ada yang mirip seperti ayah dan ibu.
Kalau seorang individu memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dibawa sejak lahir, ia juga memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (faktor fenotip). Faktor lingkungan ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik seperti alam sekitarnya, baik itu lingkungan buatan seperti tempat tinggal (rumah) dan lingkungan. Sedangkan lingkungan yang bukan buatan seperti kondisi alam geografis dan iklimnya.
Orang yang tinggal di daerah pantai memiliki sifat dan kebiasaan siang yang berbeda dengan yang tinggal dipegunungan. Mungkin orang di daerah pantai bicaranya cenderung keras, berbeda dengan mereka yang tinggal didaerah pegunungan. Berbeda lingkungan tempat tinggal, cenderung berbeda pula kebiasaan dan perilaku orang-orangnya.
Menurut Nursid Sumaatmadja (2000), kepribadian adalah keseluruhan perilaku individu yang merupakan hasil interaksi antara potensi-potensi bio-psiko-fisikal (fisik dan psikis) yang terbawa sejak lahir dengan rangkaian situasi lingkungan, yang terungkap pada tindakan dan perbuatan serta reaksi mental psikologisnya, jika mendapat rangsangan dari lingkungan. Dia menyimpulkan bahwa faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang.
B.     Pengertian Pemahaman Individu
Pemahaman indvidu adalah merupakan awal dari kegiatan bimbingan dan konseling. Tanpa adanya pemahaman terhadap individu, sangat sulit bagu guru pembimbing untuk memberikan bantuan karena pada dasarnya bimbingan adalah bantuan dalam rangka pengembangan pribadi.
Pemahaman individu oleh Aiken (1997, hlm. 454) diartikan sebagai “Appraising the presence or magnitude of one or more personal characteristic. Assessing human behavior and mental processes includes such procedures as observations, interviews, rating, scale, check list, inventories, projective techniques, and tests”. Pengertian tersebut diartikan bahwa pemahaman individu adalah suatu cara untuk memahami, menilai atau menaksir karakteristik, potensi, dan atau masalah-masalah gangguan yang ada pada individu atau kelompok individu. Cara yang digunakan meliputi observasi, interview, teknik projektif, dan beberapa jenis tes.
C.     Pengumpulan Data
1.      Prinsip Pengumpulan Data
Prinsip-prinsip pengumpulan dan penyimpanan data, yaitu:
a.       Kelengkapan data
Data yang dikumpulan hendaknya mencakup beberapa hal, yaitu:
1)      Data potensi dan data kekuatan atau kecakapan-kecakapan yang dimiliknya,
2)      Aspek intelektual, sosial, emosional, fisik dan motorik,
3)      Kebutuhan,
4)      Tantangan ancaman dan masalah yang dihadapi,
5)      Karakteristik permanen ataupun temporer.
b.      Relevansi data
Data yang dihimpun hendaknya data yang sesuai atau relevan dengan kebutuhan layanan bimbingan dan konseling.
c.       Keakuratan data
Data yang akurat berhubungan dengan prosedur dan teknik pengumpulan data.
Empat hal yang berkenaan dengan pengumpulan data ini, yaitu:
1)      Validitas data
2)      Validitas instrumen 
3)      Proses pengumpulan data yang benar
4)      Analisis data yang tepat
d.      Efisiensi penyimpanan data
Data yang sudah diolah, selanjutnya disimpan dalam kartu atau buku catatan pribadi. Sekarang data tersebut disimpan secara elektronik dalam computer (soft file/CD) sehingga tidak memerlukan tempat yang banyak dan ruang data yang luas.
e.       Efektivitas penggunaan data
Data yang tersedia hendaknya dapat memberikan dukungan terhadap pemberian layanan bimbingan dan konseling.
2.      Macam-Macam Data
Macam-macam data:
a.       Kecakapan
1)      Kecakapan petensial (potential ability) diperoleh secara heriditer (pembawaan kelahirannya).
a)      Abilitas dasar umum (general inteligence) atau kecerdasan.
b)      Abilitas dasar khusus dalam bidang tertentu (bakat, aptitudes).
2)      Kecakapan aktual (actual ability) yang menunjukan pada aspek kecakapan yang segera dapat didemonstrasikan dan diuji sekarang juga. Misalnya: prestasi belajar, keterampilan, kreativitas dan lain sebagainya.
b.      Kepribadian 
1)      Fisik dan kebebasan
2)      Psikis
3)      Kegiatan : ekstrakurikuler
4)      Keunggulan-keunggulan dalam bidang: akademik. Keagamaan. Olahraga, kesenian, keterampilan, sosial, dll.
5)      Pengalaman istimewa dan prestasi yang telah diraih
6)      Latar belakang
7)      Agama dan moral
8)      Lingkungan masyarakat
3.      Sumber Data
Pemahaman individu siswa dapat dilakukan melalui beberapa suber, yaitu:
a.       Sumber pertama yaitu siswa itu sendiri yang dapat dilakukan melalui wawancara, observasi ataupun teknik pengukuran.
b.      Sumber kedua yaitu orang tua siswa dan keluarga terdekat siswa, guru-guru yang pernah mengajar dan bergaul lama dengan siswa, temannya, dokter pribadi dan sebagainya.
4.      Aspek-Aspek yang Dihimpun dalam Pengumpulan Data
Data pribadi siswa di sekolah, misalnya meliputi berbagai hal dalam pokok-pokok berikut:
a.       Identitas pribadi
b.      Latar belakang rumah dan keluarga
c.       Kemampuan mental, bakat, dan kondisi kepribadian
d.      Sejarah pendidikan, hasil belajar, nilai-nilai mata pelajajaran
e.       Hasil tes diagnostik
f.       Sejarah kesehatan
g.      Pengalaman ekstrakurikuler dan kegiatan di luar sekolah
h.      Minat dan cita-cita pendidikan dan pekerjaan/jabatan
i.        Prestasi khusus yang pernah diperoleh
j.        Deskripsi menyeluruh hasil belajar siswa setiapa kelas
k.      Sosiometri setiap kelas
l.        Laporan penyelenggaraan diskusi/belajar kelompok
5.      Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pengumpulan Data
a.       Materi himpunan data yang baik (akurat dan lengkap) sangat berguna untuk memberikan gambaran yang tepat tentang individu.
b.      Data tentang individu selalu bertambah, berubah, berkembang, dan dinamis. Oleh karena itu, data dalam kumpulan data harus selalu baru dengan menambahkan data baru dan menanggalkan data lama yang sudah tidak relevan lagi.
c.       Data yang terkumpul disusun dalam format-format yang teratur rapi menurut sistem tertentu. Data untuk masing-masing individu dipisahkan sepenuhnya.
d.      Data dalam himpunan data itu pada dasarnya bersifat rahasia. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat berhubungan dengan kumpulan data itu.
e.       Mengingat bahwa data yang dikumpulkan cukup banyak, harus pula ditambah dan dikurangi sesuai dengan perkembangan, lagipula pengeluaran data (untuk dipakai) dan pemasukannya kembali memakan waktu yang cukup banyak, konselor sering terjebak oleh pekerjaan rutin penyelenggaraan himpunan data itu. Bahkan mungkin masih ada konselor sekolah yang menganggap bahwa penyelenggaraan himpunan data itu merupakan tugas yang paling utama bagi konselor di sekolah.
6.      Manajemen dan Penggunaan Data
Program bimbingan dan konseling komprehensif diarahkan oleh data. Penggunaan data di dalam layanan bimbingan dan konseling akan menjamin setiap peserta didik memperoleh manfaat dari layanan bimbingan dan konseling. Data yang diperoleh dan digunakan perlu diadministrasikan dengan baik dan cermat. Manajemen data dilakukan secara manual maupun komputer.
Dalam era teknologi informasi, manajemen data peseta didik dilakukan secara komputer. Penggunaan data peserta didik dan lingkungan sekolah yang tertata dan dimenejemen dengan baik  untuk kepentingan memonitor kemajuan peserta didik akan menjamin seluruh peserta didik menerima apa yang mereka perlukan untuk keberhasilan sekolah.
D. Teknik Pemahaman
1.    Pemberian Instrumen
Berbagai instrumen dapat membantu melengkapi dan mendalami pemahaman tentang klien dan masalahnya itu.Dalam kaitan itu konselor perlu memiliki wawasan dan keterampilan yang memadai dalam penggunaan berbagai instrumen tersebut.Instrumentasi bimbingan dan konseling memang merupakan salah satu sarana yang perlu dikembangkan agar pelayanan bimbingan dan konseling terlaksana secara lebih cermat dan berdasarkan data empirik. Termasuk ke dalam instrumen yang dimaksudkan itu adalah berbagai tes, inventori, angket dan format isian. Sedang untuk pemahaman lingkungan yang “lebih luas” dapat digunakan berbagai brosur, leaflet, selebaran, model, contoh, dan lain sebagainya.
Beberapa pertimbangan yang perlu mendapat perhatian para konselor dalam  penerapan instrumentasi bimbingan dan konseling.
a.    Instrumen yang dipakai haruslah yang sahih dan terandalkan.
b.    Pemakai instrument (dalam hal ini konselor) bertanggung jawab atas pemilihan instrument yang akan dipakai (misalnya tes), monitoring pengadministrasiannya dan skoring.
c.    Pemakaian instrumen, misalnya, harus dipersiapkan secara matang, bukan hanya persiapan instrumennya saja, tetapi persiapan klien yang akan mengambil tes itu. Klien hendaknya memahami tujuan dan kegunaan tes itu dan bagaimana kemungkinan hasilnya.
d.   Perlu diingat bahwa tes atau instrument apa pun hanya merupakan salah satu sumber dalam rangka memahami individu secra lebih luas dan dalam.
e.    Ada dan dipergunakannya berbagai instrumen lainnya bukanlah syarat mutlak bagi pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling. Tes dan berbagai instrumen itu sekedar alat bantu.
Instrumen bimbingan dan konseling berupa tes maupun  nontes.
a.    Instrumen Tes
Tes dipandang sebagai suatu alat yang digunakan dalam proses terapeutik dan memberikan sumbangan dalam membantu klien (siswa) untuk membuat keputusan dan perencanaan sendiri. Bagi konselor tes membantu dalam menelaah dan mendiagnosa karakteristik dan masalah kepribadian dan mendiagnosa karakteristik dan kepribadian klien dengan tujuan untuk memberi informasi yang berguna tentang kepribadiannya sendiri.
Ada tiga fungsi penggunaan tes dalam konseling yaitu: 1) sebagai alat diagnostik, 2) menemukan minat dan nilai , dan 3) membuat prediksi tingkah laku.
Dalam memilih tes untuk konseling, beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain:
1)   Standar tes yang digunakan
2)   Memilih waktu penggunaan tes secara teapt
3)   Memilih topic tes
4)   Partisipasi klien dalam memilih tes
5)   Prosedur pemilihan tes dengan langkah-langkah berikut:
a)    Klien dan konselor menetapkan data apa yang diperlukan untuk membantu memecahkan masalah
b)   Konselor menggambarkan macam-macam teori tes
c)    Konselor memberikan rekomendasi kepada tes tertentu yag dapat memberikan data yang diperlukan
d)   Konselor membiarkan klien untuk memberikan reaksi terhadap pemilihan tes
e)    Mengatur pelaksanaan tes
Dalam menggunakan tes untuk proses konseling hendaknya diperhatikan prinsip-prinsip berikut:
1)   Mengetahui tes secara menyeluruh
2)   Penjajagan terhadap alasan klien menginginkan dan pengalaman klien dalam tes-tes yang pernah dialaminya
3)   Perlu pengaturan pertemuan interpretasi tes agar klien siap untuk menerima informasi
4)   Arti skor tes harus dibuat secepatnya dalam diskusi
5)   Kerangka acuan hasil tes hendaknya dibuat dengan jelas
6)   Hasil tes harus diberikan kepada klien (dalam bentuk buku skor)
7)   Hasil tes harus selalu terjabarkan
8)   Konselor hendaknya bersikap netral
9)   Konselor hendaknya memberikan interpretasi secara berarti dan jelas
10)         Tes harus memberikan prediksi dengan tepat
11)         Dalam tahap interpretasi tasi tes, perlu adanya partisipasi dan evaluasi dari klien
12)         Interpretasi skor yang rendah kepada klien normal hendakn ya dilakukan dengan hati-hati
Secara umum kegunaan berbagai tes itu ialah membantu konselor dalam:
1)   Memperoleh dasar-dasar pertimbangan berkenaan dengan berbagai masalah pada individu yang dites, seperti masalah penyesuaian dengan ligkungan, masalah prestasi belajar atau hasil belajar, masalah penempatan dan penyaluran;
2)   Memahami sebab-sebab terjadinya masalah diri individu;
3)   Mengenali individu (misalnya siswa di sekolah) yang memiliki kemampuan yang sangat tinggi dan sangat rendah yang memerlukan bantuan khusus;
4)   Memperoleh gambaran tentang kecakapan, kemampuan, atau keterampilan seseorang individu dalam bidang tertentu.
Adapun beberapa instrument tes yaitu sebagai berikut:
1)   Tes Intelegensi (Kecerdasan)
Kecerdasan dapat diartikan sebagai kemampuan berpikir yang bersifat abstrak.Dapat juga diartikan sebagai kemampuan umum individu untuk berperilaku yang jelas tujuannya, berpikir rasional, dan berhubungan dengan lingkungannya secara efektif.
Tigkat kecerdasan (IQ) dengan klasifikasinya:
a)      Superior atau genius adalah murid yang dapat bertindak jauh lebih cepat dan dengan kemudahan dibandingkan dengan murid yang lainnya.
b)      Normal adalah murid yang rata-rata atau pada umumnya.
c)      Sub-normal  atau mentally deffective atau mentally retarded adalah murid yang bertindak jauh lebih lambat dari kecepatannya, dan jauh lebih banyak ketidaktepatannya dan kesulitannya, dibandingkan dengan murid lain.
Dibedakan lebih lanjut kedakam kategori murid-murid, yaitu:
a)      Debil (moron) yang masih mendekati murid normal yang berusia sekitar 9 – 19 tahun
b)      Imbecil mendekati murid normal sekitar usia 5-6 tahun.
c)      Idiot mendekati murid normal berusia dibawah 4 tahun.
2)   Tes Bakat
Tes bakat mengukur kecerdasan potensial yang bersifat khusus murid. Ada dua jenis bakat, yaitu bakat sekolah dan bakat pekerjaan-jabatan. Bakat sekolah berkenaan dengan kecakapan potensial khusus yang mendukung penguasaan bidang-bidang ilmu atau mata pelajaran.Sedangkan bakat pekerjaan-jabatan berkenaan dengan kecakapan potensial khusus yang mendukung keberhasilan dalam pekerjaan.
Untuk mengetahui bakat murid, telah dikembangkan beberapa macam tes, seperti:
a)      Rekonik (mengukur kemampuan fungsi motorik, persepsi dan berpikir mekanis)
b)      Tes bakat musik
c)      Tes bakat artistik
d)     Tes bakat klerikal (perkantoran)
e)      Tes bakat yang multifactor (mengukur berbagai kemampuan khusus)
3)   Tes prestasi belajar (Achivement Tests)
Tes prestasi belajar adalah suatu perangkat kegiatan atau alat yang dimaksudkan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah dirancang sebelumnya dalam domain kognitif, afektif, dan psikomotor.
Penggunaan teknik tes khususnya tes prestasi belajar bagi guru MI/ SD bertujuann untuk:
a)    Menilai kemampuan belajar murid
b)   Memberikan bimbingan belajar kepada murid
c)    Mengecek kemajuan belajar murid
d)   Memahami kesulitan-kesulitan belajar murid
e)    Memperbaiki teknik mengajar guru
f)    Menilai efektifitas (keberhasilan) mengajar guru
Tes prestasi belajar ini disusun untuk mengukur hasil pembelajaran atau kemajuan belajar murid.Tes ini meliputi:
a)    Tes diagnostik, yang dirancang agar guru dapat menentukan letak kesulitan murid, dalam mata pelajaran yang diajarkan.
b)   Tes prestasi belajar kelompok yang baku
c)    Tes prestasi belajar yang disusun oleh para guru, misalnya dalam bentuk ulangan sehari-hari.
b.    Instrumen Nontes
Instrumen non-tes meliputi berbagai prosedur, seperti pengamatan, wawancara, catatan anekdot, angket, sosiometri, inventori yang dibakukan.
Berikut ini beberapa bentuk instrumen nontes yaitu sebagai berikut:
1)    Catatan anekdot
Catatan anekdot, yaitu catatan otentik hasil observasi. Dengan mempergunakan catatan anekdot, guru dapat:
a)    Memperoleh pemahaman yang lebih tepat tentang perkembangan murid
b)   Memperoleh pemahaman tentang penyebab dari gejala tingkah laku murid
c)    Memudahkan dalam menyesuaikan diri dengan kbutuhan murid
Catatan anekdot yang baik memiliki syarat sebagai berikut:
a)      Objektif, yaitu cacatan yang dibuat secara rinci tentang perilaku murid
b)      Deskriftif, yaitu catatan yang menggambarkan diri murid secara lengkap tentang suatu peristiwa mengenai murid
c)      Selektif, yaitu dipilih suatu situasi yang dicatat
2)   Angket
Angket (kuesioner) merupakan alat pengumpul data melalui komunikasi tidak langsung, yaitu melalui tulisan.Beberapa petunjuk untuk menyusun angket:
a)    Gunakan kata-kata yang tidak mempunyai arti rangkap
b)   Sususnan kalimat sederhana tapi jelas
c)    Hindarkan kata-kata yang bersifat negative dan menyinggung perasaan responder
3)   Daftar cek
4)   Autobiografi (riwayat atau karangan) dan catatan harian
Karangan pribadi ini merupakan ungkapan pribadi murid tentang pengalaman hidupnya, cita-citanya, keadaan keluarga, dan lain-lain.
Karangan pribadi ini dalam pembuatannya dibagi ke dalam dua jenis, yaitu terstruktur dan tidak terstruktur.
a)    Terstruktur yaitu karangan pribadi  disusun berdasarkan tema (judul) yang telah ditentukan sebelumnya
b)   Tidak tersruktur yaitu murid diminta untuk membuat karangan pribadi secara bebas
5)   Sosiometri
Sosiometri bertujuan untuk memperoleh informasi tentang hubungan atau interaksi sosial (saling penerimaan atau penolakan) diantara murid dalam suatu kelas, kelompok, kegiatan ekstrakurikuler, organisasi kesiswaan, dll. Dengan sosiometri guru dapat mengetahui tentang:
a)    Murid yang popular
b)   Yang terisolir
c)    kelompok kecil dengan anggota 2-3 orang murid
Sosiometri dapat digunakan untuk:
a)    Memperbaiki hubungan insani
b)   Menentukan kelomppok belajar/kerja
c)    Meneliti kemampuan memimpin seorang individu (murid) dala kelompok
6)   Inventori
2.    Teknik Wawancara
Wawancara merupakan teknik untuk mengumpukan informasi melalui komunikasi langsung dengan responden (orang yang minta informasi). Kelebihan dan kekurangan teknik wawancara adalah sebagai berikut.
a.       Kelebihan wawancara:
1)      Merupakan teknik yang paling tepat untuk mengungkapkan keadaan pribadi murid secara mendalam
2)      Dapat dilakukan terhadap setiap tingkatan umur
3)      Dapat diselenggarakan serempak dengan observasi
4)      Digunakan untuk pelengkap data yang dikumpulkan dengan teknik lain.
b.       Kelemahan wawancara:
1)      Tidak efisien, yaitu tidak bisa menghemat waktusacara singkat
2)      Sangat tergantung pada kesediaan kedua belah pihak
3)      Menuntut penguasaan bahasa dari pihak pewawancara
Dalam bimbingan dan konseling dikenal beberapa macam wawancara, yaitu:
a.    Wawancara pengumpulan data (informational interview)
b.    Wawancara konseling (counseling interview)
c.    Wawancara disiplin (diciplinary interview)
d.   Wawancara penempatan (placement interview)
3.    Observasi(pengamatan)
Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.    Dilakukan sesuai dengan tujuan yang dirumuskan terlebih dahulu.
b.    Direncanakan secara sistematis.
c.    Hasilnya dicatat dan diolah sesuai dengan tujuan.
d.   Perlu diperiksa ketelitiannya.
Teknik observasi dapat dikelompokkan ke dalam beberapa jenis:
a.    Observasi sehari-hari (daiily observation)
b.    Observasi sistematis (systematic observation)
c.    Observasi partisipatif (participative observation)
d.   Observasi non-partisipasif (non participative observation)
4.    Studi Kasus
Studi kasus merupakan teknik mempelajari perkembangan seorang murid secara menyeluruh dan mendalam serat mengungkap seluruh aspek pribadi murid yang datanya diperoleh dari bebagai pihak
Dalam melaksanakan studi kasus ini dapat ditempuh langkah-langkah:
a.    Menentukan murid yang bermasalah
b.    Memperoleh data
c.    Menganalisis data
d.   Memberikan layanan bantuan
5.    Konferensi kasus
Konferensi kasus merupakan suatu pertemuan diantara beberapa unsur di sekolah untuk membicarakan seorang atau beberapa murid yang mempunyai masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, R & Malihah, E. (2011). Panduan kuliah pendidikan lingkungan sosial, budaya, dan teknologi. Bandung: CV.Maulana Media Grafika.
Nurihsan, A.J. (2006). Bimbingan &Konseling. Bandung:PT.Refika Aditama.
Sukardi, D.K. & Kusmawati. N. (2008). Proses bimbingan dan konseling di sekolah. Jakarta:Rineka Cipta.
Supriatna, M. (2013). Bimbingan dan konseling berbasis kompetensi. Jakarta:Rajawali Pers.
Surya, M.(2009). Psikologi konseling.Bandung:Maestro.
Wahidah, N.DKK.(2014). Makalah teknik-teknik dasar pemahaman individu. Diakses dari: http://nurrulwahiddahh.blogspot.com/2014/06/maklah-teknik-teknik-dasar-pemahaman.html



Masalah-masalah siswa di sekolah serta pendekatan-pendekatan umum dalam bimbingan dan konseling
(Strategi bimbingan dan konseling)

http://image.slidesharecdn.com/masalahsiswadisekolahdanpendekatanumumbimbingankonseling-150410180708-conversion-gate01/95/masalah-siswa-di-sekolah-dan-pendekatan-umum-bimbingan-konseling-1-638.jpg?cb=1428707285
A.    Masalah-masalah Siswa di Sekolah
Tohirin (2007: 111) mengungkapkan bahwa siswa di sekolah  akan mengalami masalah-masalah yang berkenaan dengan:
1)    Perkembangan individu,
2)    Perbedaan individu dalam hal: kecerdasan, kecakapan, hasil belajar, bakat, sikap, kebiasaan, pengetahuan, kepribadian, cita-cita, kebutuhan, minat, pola-pola dan tempo perkembangan, ciri-ciri jasmaniah, dan latar belakang lingkungan,
3)    Kebutuhan individu dalam hal: memperoleh kasih sayang, memperoleh hargadiri, memperoleh penghargaan yang sama, ingin dikenal, memperoleh prestasi dan posisi, untuk dibutuhkan orang lain, merasa bagian dari kelompok, rasa aman dan perlindungan diri, dan untuk memperoleh kemerdekaan diri,
4)    Penyesuaian diri dan kelainan tingkah laku,
5)    Masalah belajar.
M. Hamdan Bakran Adz-Dzaky (2004) mengklasifikasikan masalah individu termasuk siswa sebagai berikut:
1)    Masalah atau kasus yang berhubungan problematika individu dengan Tuhannya
Masalah individu yang berhubungan dengan Tuhannya, ialah kegagalan individu melakukan hubungan secara vertikal dengan Tuhannya; seperti sulit menghadirkan rasa takut, memiliki rasa tidak bersalah atas dosa yang dilakukan, sulit menghadirkan rasa taat, merasa bahwa Tuhan senantiasa mengawasi perilakunya sehingga individu merasa tidak memiliki kebebasan. Dampak semuanya itu adalah timbulnya rasa malas atau enggan melaksanakan ibadah dan sulit untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang dilarang Tuhan dengan hati nurani.
2)    Masalah individu dengan dirinya sendiri
Masalah individu berhubungan dengan dirinya sendiri adalah kegagalan bersikap disiplin dan bersahabat dengan hati nurani yang selalu mengajak atau menyeru dan membimbing kepada kebaikan dan kebenaran Tuhannya. Dampaknya adalah muncul sikap was-was, ragu-ragu, berprasangka buruk (su’udzon), rendah motivasi, dan dalam banyak hal tidak mampu bersikap mandiri.
3)    Individu dengan lingkungan keluarga
Masalah individu berhubungan dengan lingkungan keluarga misalnya kesulitan atau ketidak mampuan mewujudkan hubungan yang harmonis antara anggota keluarga seperti antara anak dengan ayah dan ibu, adik dengan kakak dan saudara-saudara lainnya. Kondisi ketidak harmonisan dalam keluarga menyebabkan anak merasa tertekan, kurang kasih sayang, dan kurangnya ketauladanan dari kedua orang tua.
4)    Individu dengan lingkungan kerja
Masalah individu berhubungan dengan lingkungan kerja misalnya kegagalan individu memilih pekerjaan yang sesuai dengan karakteristik pribadinya, kegagalan dalam meningkatkan prestasi kerja, ketidak mampuan berkomunikasi dengan atasan, rekan kerja, dan kegagalan dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Khususnya siswa, masalah yang berhubungan dengan karier misalnya ketidakmampuan memahami tentang karier, kegagalan memilih karier yang sesuai dengan latar belakang pendidikan dan karakteristik pribadinya.
5)    Individu dengan lingkungan sosialnya
Masalah individu yang berhubungan dengan lingkungan sosialnya misalnya ketidakmampuan melakukan penyesuaian diri (adaptasi) baik dengan lingkungan tetangga, sekolah, dan masyarakat atau kegagalan bergaul dengan lingkungan yang beraneka ragam watak, sifat, dan perilaku.
Beberapa contoh masalah-masalah di sekolah yang dikemukakan dalam Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling (halaman 58).
1.    Prestasi belajar rendah; di bawah rata-rata; merosot
Gambaran lebih rinci:
-    Nilai rapor banyak merahnya;
-    Nilai tugas, ulangan dan ujian rendah;
-    Dari waktu ke waktu nilai menurun;
-    Mendapat peringkat di bawah rata-rata untuk berbagai atau beberapa mata pelajaran;
-    Mendapat peringkat di bawah rata-rata dalam satu kelas.
Kemungkinan sebab:
-    Tingkat kecerdasan di bawah rata-rata;
-    Malas belajar;
-    Kurang minat dan perhatian;
-    Kekurangan sarana belajar;
-    Kekurangan kesempatan, atau waktu untuk belajar;
-    Proses belajar-mengajar di sekolah kurang merangsang;
-    Suasana sosio-emosional sekolah kurang memungkinkan siswa untuk belajar dengan baik.
Kemungkinan akibat:
-    Minat belajar semakin berkurang;
-    Tidak naik kelas;
-    Dikeluarkan dari sekolah;
-    Frustasi yang mendalam;
-    Tidak mampu melanjutkan pelajaran;
-    Kesulitan mencari kerja.

2.    Kurang berminat pada bidang studi tertentu
Gambaran yang lebih rinci:
-    Tidak dapat memusatkan perhatian untuk mempelajari materi-materi yang terkait pada bidang studi tersebut;
-    Berusaha tidak mengikuti mata pelajaran yang bersangkutan dengan bidang studi tersebut;
-    Tidak mengerjakan tugas-tugas dalam mata pelajaran tersebut.
Kemungkinan sebab:
-    Tidak memiliki bakat dalam bidang tersebut;
-    Lingkungan tidak menyokong untuk pengembangan bidang tersebut;
-    Proses belajar mengajar untuk bidang tersebut tidak menyenangkan;
-    Dengan guru kurang menyenangkan;
-    Siswa sudah berusaha sekuat tenaga, tetapi hasilnya selalu rendah;
-    Dorongan dari guru dan sekolah kurang;
-    Sarana belajar kurang menunjang;
-    Memilih bidang tersebut dari ikut-ikutan, atau dorongan orang tua atau orang lain.
Kemungkinan akibat:
-    Pindah jurusan;
-    Terjadi ketidaksesuaian antara keinginan orang tua dan pilihan siswa;
-    Kegiatan belajar untuk bidang-bidang studi lain menjadi terganggu.

3.    Bentrok dengan guru
Gambaran yang lebih rinci:
-    Tidak mengikuti pelajaran dengan guru tersebut;
-    Tidak mau bertemu dengan guru tersebut;
-    Jika bertemu tidak mau menegur guru tersebut;
-    Memakai kata-kata ataupun bersikap tidak sopan terhadap guru tersebut;
-    Mempengaruhi kawan-kawannya untuk bersikap serupa terhadap guru tersebut.
Kemungkinan sebab:
-    Tidak menyukai bidang studi yang diajarkan oleh guru tersebut;
-    Siswa berbuat kesalahan dan ketika ditegur oleh guru tersebut siswa tidak mau menerima teguran itu;
-    Berwatak pemberang;
-    Kurang memahami aturan dan sopan santun yang berlaku di sekolah;
-    Aturan dan sopan santun yang berlaku di lingkungan (dan di rumah) berbeda dengan yang berlaku di sekolah.
Kemungkinan akibat:
-    Memperoleh nilai “mati” dari guru yang bersangkutan;
-    Hubungan dan kegiatan belajar dengan guru-guru lain menjadi terganggu;
-    Tidak naik kelas;
-    Dikeluarkan dari sekolah.

4.    Melanggar tata tertib
Gambaran yang lebih rinci:
-    Sejumlah tata tertib sekolah tidak dipatuhi, misalnya: tentang kehadiran di sekolah, baju seragam, tempat duduk dalam kelas, penyelesaian tugas-tugas;
-    Pelanggaran tersebut kelihatannya bukan tanpa disengaja;
-    Pelanggaran tersebut dilakukan berkali-kali.
Kemungkinan sebab:
-    Tidak begitu memahami kegunaan masing-masing aturan atau tata tertib yang berlaku di sekolah, aturan tersebut tidak didiskusikan dengan siswa sehingga siswa hanya terpaksa mengikutinya;
-    Siswa yang bersangkutan terbiasa hidup terlalu bebas, baik di rumah maupun di masyarakat;
-    Tindakan yang dilakukan terhadap pelanggaran terlalu keras sehingga siswa mereaksi secara tidak wajar (negatif);
-    Ciri khusus perkembangan remaja yang agak “sukar diatur” tetapi “belum dapat mengatur diri sendiri”;
-    Ketidaksukaan pada mata pelajaran tertentu dilampiaskan pada pelanggaran terhadap tata tertib sekolah.
Kemungkinan akibat:
-    Tingkah laku siswa makin tidak terkendali;
-    Terjadi kerenggangan hubungan antara guru dan murid;
-    Suasana sekolah dirasakan kurang menyenangkan bagi siswa;
-    Proses belajar-mengajar terganggu;
-    Kegiatan belajar siswa terganggu;
-    Nilai rendah;
-    Tidak naik kelas, dikeluarkan dari sekolah.

5.    Membolos
Gambaran yang lebih rinci:
-    Berhari-hari tidak masuk sekolah;
-    Tidak masuk sekolah tanpa izin;
-    Sering keluar pada jam pelajaran tertentu;
-    Tidak masuk kembali setelah minta izin;
-    Masuk sekolah berganti hari;
-    Mengajak teman-teman untuk keluar pada mata pelajaran yang tidak disenangi;
-    Minta izin keluar dengan berpura-pura sakit atau alasan lainnya;
-    Mengirimkan surat izin tidak masuk dengan alasan yang dibuat-buat;
-    Tidak masuk kelas lagi setelah jam istirahat.
Kemungkinan sebab:
-    Tak senang dengan sikap dan perilaku guru;
-    Merasa kurang mendapatkan perhatian dari guru;
-    Merasa dibeda-bedakan oleh guru;
-    Proses belajar-mengajar membosankan;
-    Merasa gagal dalam belajar;
-    Kurang berminat terhadap mata pelajaran;
-    Terpengaruh oleh teman yang suka membolos;
-    Takut masuk karena tidak membuat tugas;
-    Tidak membayar kewajiban (SPP) tepat pada waktunya.
Kemungkinan akibat:
-    Minat terhadap pelajaran akan semakin kurang;
-    Gagal dalam ujian;
-    Hasil belajar yang diperoleh tidak sesuai dengan potensi yang dimiliki;
-    Tidak naik kelas;
-    Penguasaan terhadap materi pelajaran tertinggal dari teman-teman lainnya;
-    Dikeluarkan dari sekolah.

6.    Terlambat masuk sekolah
Gambaran yang lebih rinci:
-    Sering tiba di sekolah setelah jam pelajaran dimulai;
-    Memakai waktu istirahat melebihi waktu yang ditentukan;
-    Sengaja melambat-lambatkan diri masuk kelas meskipun tahu jam pelajaran sudah mulai.
Kemungkinan sebab:
-    Jarak antara sekolah dan rumah jauh;
-    Kesulitan kendaraan;
-    Terlalu banyak kegiatan di rumah, membantu orang tua;
-    Terlambat bangun;
-    Gangguan kesehatan;
-    Tidak menyukai suasana sekolah;
-    Tidak menyukai satu atau lebih mata pelajaran;
-    Tidak menyiapkan pekerjaan rumah (PR);
-    Kurang mempunyai persiapan untuk kegiatan di kelas;
-    Terlalu asyik dengan kegiatan di luar sekolah.
Kemungkinan akibat:
-    Nilai rendah;
-    Tidak naik kelas;
-    Hubungan dengan guru terganggu;
-    Hubungan dengan kawan sekelas terganggu;
-    Kegiatan di luar sekolah tidak terkendali.

7.    Pendiam
Gambaran yang lebih rinci:
-    Kurang mau berbicara atau bertegur sapa;
-    Kurang akrab terhadap teman atau guru;
-    Tidak ceria.
Kemungkinan sebab:
-    Berwatak introvert;
-    Kurang sehat;
-    Mengalami gangguan dengan organ bicara;
-    Malu atau takut kepada orang lain;
-    Merasa tidak perlu atau tidak ada gunanya berbicara;
-    Mengalami kesulitan bahasa;
-    Sedang dirundung kesedihan atau suasana emosional lainnya yang cukup dalam.
Kemungkinan akibat:
-    Tidak disukai kawan dan pergaulan terganggu;
-    Kurang mampu mengembangkan penalaran melalui komunikasi lisan.

8.    Kesulitan alat pelajaran
Gambaran yang lebih rinci:
-    Tidak memiliki buku-buku untuk berbagai mata pelajaran;
-    Tidak cukup memiliki buku dan alat-alat tulis;
-    Tidak mampu membeli alat-alat pelajaran, seperti alat-alat untuk praktek berbagai mata pelajaran.
Kemungkinan sebab:
-    Orang tua tidak mampu;
-    Pemboros sehingga uang yang tersedia untuk alat-alat pelajaran terbelanjakan untuk yang lain;
-    Kurang akrab dengan kawan sehingga tidak dapat meminjam alat pelajaran yang diperlukan dari kawan;
-    Tidak mengetahui tersedianya dan cara memanfaatkan sumber belajar yang ada (misalnya perpustakaan);
-    Kurang rapi dan teliti sehingga alat-alat pelajaran yang dimiliki lekas rusak atau hilang.
Kemungkinan akibat:
-    Tertinggal dalam pelajaran;
-    Tugas-tugas tidak selesai;
-    Nilai rendah;
-    Semangat belajar menurun.

9.    Bertengkar atau berkelahi
Gambaran yang lebih rinci:
-    Sering salah paham dengan kawan;
-    Sombong;
-    Memperolokkan, mengejek dan menantang orang lain;
-    Tidak mau dilarang;
-    Ditakuti kawan-kawannya;
-    Tidak mau menerima pendapat orang lain;
-    Membentuk “kliek keras” yang tindakannya merugikan siswa-siswa yang lemah.
Kemungkinan sebab:
-    Pengendalian diri kurang;
-    Mau menang sendiri;
-    Merasa jagoan;
-    Hiperaktif;
-    Suasana rumah yang keras atau sebaliknya terlampau memberi hati (permisif).
Kemungkinan akibat:
-    Tidak disukai kawan dan guru;
-    Luka;
-    Melalaikan pelajaran;
-    Nilai rendah;
-    Tidak naik kelas;
-    Berurusan dengan polisi;
-    Dikeluarkan dari sekolah.

10.    Sukar menyesuaikan diri
Gambaran yang lebih rinci:
-    Sering terjadi salah paham dengan kawan;
-    Sombong atau tinggi hati;
-    Suka membanding-bandingkan dan menjelekkan orag lain;
-    Tidak mau menerima pendapat orang lain;
-    Curiga dan kurang percaya pada orang lain;
-    Pergaulan sangat terbatas.
Kemungkinan sebab:
-    Mau menang sendiri;
-    Memiliki standar yang berbeda dengan standar yang ada;
-    Banyak mengalami kekecewaan dalam berhubungan dengan orang lain;
-    Terlalu lama bergaul dengan sekelompok orang dalam suasana tertentu;
-    Suasana keluarga terlalu keras.
Kemungkinan akibat:
-    Sosialitas kurang berkembang sehingga kurang mendapat keuntungan dari pergaulannya dengan orang lain;
-    Tidak dapat mengambil manfaat dari lingkungan demi pengembangan dirinya.
B.    Pendekatan-pendekatan Umum dalam Bimbingan dan Konseling
Dilihat dari pendekatan bimbingan, bimbingan itu dibagi menjadi 4 pendekatan yaitu :
1.    Pendekatan Krisis
Pendekatan krisis adalah upaya bimbingan yang diarahkan kepada individu yang mengalami krisis atau masalah. Bimbingan bertujuan untuk mengatasi krisis atau masalah-masalah yang dialami individu. Dalam pendekatan krisis ini, guru BK menunggu siswa yang datang, selanjutnya mereka memberikan bantuan sesuai dengan masalah yang dirasakan siswa.
2.    Pendekatan Remedial
Pendekatan remedial adalah upaya bimbinngan yang diarahkan kepada individu yang mengalami kesulitan. Tujuan bimbingan adalah untuk memperbaiki kesulitan-kesulitan yang dialami individu. Dalam pendekatan ini guru BK memfokuskan pada kelemahan-kelemahan individu yang selanjutnya berupaya untuk memperbaikinya.
3.    Pendekatan Preventif
Pendekatan preventif adalah upaya bimbingan yang diarahkan untuk mengantisipasi masalah-masalah umum individu dan mencoba jangan sampai terjadi masalah tersebut pada individu. Guru BK berupaya untuk mengajarkan pengetahuan dan keterampilan untuk mencegah masalah tersebut pada individu .
4.    Pendekatan Perkembangan
Visi bimbingan dan konseling adalah edukatif , pengembangan, dan outreach. Edukatif karena titik berat kepedulian bimbingan dan konseling terletak pada pencegahan dan pengembangan, bukan pada korektif atau terapeutik. Pengembangan, karena titik sentral tujuan bimbingan dan konseling adalah perkembangan optimal dan strategi upaya pokoknya ialah memberikan kemudahan perkembangan. Outreach, karena target populasi layanan bimbingan dan konseling tidak terbatas kepada individu bermasalah dan dilakukan secara individual tetapi meliputi ragam dimensi (masalah, target intervensi, setting, metode, lama waktu layanan) dalam rentang yang cukup lebar. Teknik yang digunakan dalam bimbingan dan konseling perkembangan adalah pembelajaran, pertukaran informasi, bermain peran, tutorial, dan konseling (Muro and Kottman, 1995:5)
C.    Strategi Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling
Istilah strategi berasal dari kata benda strategos, merupakan gabungan kata stratos (militer) dengan ago (memimpin). Sebagai kata kerja, stratego berarti merencanakan (to plan). Menurut kamus The American Herritage Dictionary (1976: 1273) (Nurihsan, 2007: 9) dikemukakan bahwa ‘strategy is the scince or art of military command as applied to overall planning and conduct of large-scale combat operations’. Selanjutnya, dikemukakan pula bahwa strategi adalah ‘the art or skill of using stratagems (a military manoeuvre) designed to deceive or surprise an enemy in politics, business, courtships, or the like’.
Strategi bimbingan dan konseling dapat berupa konseling individual, konsultasi, konseling kelompok, bimbingan kelompok, dan pengajaran remedial, bimbingan klasikal, dan strategi terintegrasi.
1.    Konseling Individual
Konseling individual adalah proses belajar melalui hubungan khusus secara pribadi dalam wawancara antara guru BK dan siswa. Siswa yang mengalami masalah pribadi yang sulit atau tidak bisa diselesaikan sendiri, kemudian meminta bantuan kepada guru BK sebagai petugas yang profesional dalam jabatannya dengan pengetahuan dan keterampilan psikologi. Dalam konseling diharapkan siswa dapat mengubah sikap, keputusan diri sendiri sehingga ia dapat lebih baik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan memberikan kesejahteraan pada diri sendiri dan masyarakat di sekitarnya.
Secara umum Nurihsan (2007) membagi proses konseling individual ke dalam tiga tahapan yaitu:
a)    Tahap Awal Konseling
Yang dilakukan guru BK dalam proses konseling tahap awal adalah sebagai berikut: 1) Membangun hubungan konseling dengan melibatkan siswa yang mengalami masalah,2)Memperjelas dan mendefinisikan masalah, 3) Membuat penjajakan alternatif bantuan untuk mengatasi masalah, 4)Menegosiasikan kontrak
b)    Tahap Pertengehan Konseling (Tahap Kerja)
Adapun tujuan pada tahap pertengahan ini adalah sebagai berikut: 1) Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah serta kepedulian siswa dan lingkungannya dalam mengatasi masalah tersebut. 2)Menjaga agar hubungan konseling selalu terpelihara. 3)Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak.
c)    Tahap Akhir Konseling
Cavanagh (Nurihsan, 2007: 15) menyebut tahap ini dengan istilah termination. Pada tahap ini, konseling ditandai oleh beberapa hal berikut ini.
1)    Menurunnya kecemasan siswa. Hal ini diketahui setelah guru BK menanyakan keadaan kecemasannya.
2)    Adanya perubahan perilaku yang jelas ke arah yang lebih positif, sehat, dan dinamik.
3)    Adanya tujuan hidup yang jelas di masa yang akan datang dengan program yang jelas pula.
4)    Terjadinya perubahan sikap positif terhadap masalah yang dialaminya, dapat mengoreksi diri dan meniadakan sikap yang suka menyalahkan dunia luar, seperti orang tua, teman, dan keadaan yang tidak menguntungkan.
Tujuan tahap akhir ini adalah : 1) Terjadinya transfer of learning pada diri siswa; 2)Melaksanakan perubahan perilaku siswa agar mampu mengatasi masalahnya; dan 2)Mengakhiri hubungan konseling.
2.    Konsultasi
Pengertian konsultasi dalam program bimbingan dipandang sebagai suatu proses menyediakan bantuan teknis untuk guru, orang tua, administrator, dan guru BK lainnya dalam mengidentifikasi dan memperbaiki masalah yang membatasi efektivitas siswa atau sekolah.
Menurut Nurihsan (2007) ada delapan tujuan konsultasi, yaitu:
a)    Mengembangkan dan menyempurnakan lingkungan belajar bagi siswa, orang tua, dan administrator sekolah;
b)    Menyempurnakan komunikasi dengan mengembangkan informasi diantara orang yang penting;
c)    Mengajak bersama pribadi yang memiliki peranan dan fungsi yang bermacam-macam untuk menyempurnakan lingkungan belajar;
d)    Memperluas layanan dari para ahli;
e)    Memperluas layanan pendidikan dari guru dan administrator;
f)    Membantu orang lain bagaimana belajar tentang perilaku;
g)    Menciptakan suatu lingkungan yang berisi semua komponen lingukngan belajar yang baik;
h)    Menggerakkan organisasi yang mandiri;
Langkah proses konsultasi menurut Nurihsan (2007) yaitu:
a)    Menumbuhkan hubungan berdasarkan  komunikasi dan perhatian pada siswa;
b)    Menentukan diagnosis atau sebuah hipotesis kerja sebagai rencana kegiatan;
c)    Mengembangkan motivasi untuk melaksanakan kegiatan;
d)    Melakukan pemecahan masalah;
e)    Melakukan alternatif lain apabila masalah belum terpecahkan.
3.    Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan pada diri siswa. Isi kegiatan bimbingan kelompok terdiri atas penyampaian informasi yang berkenaan dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan masalah sosial yang tidak disajikan dalam bentuk pelajaran.
Penyelenggaraan bimbingan kelompok, menurut Nurihsan (2007) antara lain:
a)    Langkah Awal
Langkah awal diselenggarakan dalam rangka pembentukan kelompok sampai dengan mengumpulkan para peserta yang siap melaksanakn kegiatan kelompok.
b)    Perencanaan Kegiatan
Perencanaan kegiatan bimbingan kelompok meliputi penetapan: Materi layanan, tujuan yang ingin dicapai, sasaran kegiatan, bahan atau sumber bahan untuk bimbingan kelompok, rencana penilaian, dan waktu dan tempat.
c)    Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan yang telah direncanakan itu selanjutnya dilaksanakan melalui kegiatan sebagai berikut.
1)    Persiapan menyeluruh yang meliputi persiapan fisik (tempat dan kelengkapannya), persiapan bahan, persiapan keterampilan, dan persiapan administrasi.
2)    Pelaksanaan tahap-tahap kegiatan.
•    Tahap pertama: pembentukan, temanya pengenalan, pelibatan dan pemasukan diri.
•    Tahap kedua: peralihan.
•    Tahap ketiga: kegiatan.
d)    Evaluasi Kegiatan
Penilaian terhadap bimbingan kelompok lebih bersifat penilaian “dalam proses”, yang dapat dilakukan melalui:
1)    Mengamati partisipasi dan aktivitas peserta selama kegiatan berlangsung;
2)    Mengungkapkan pemahaman peserta atas materi yang dibahas;
3)    Mengungkapkan kegunaan bimbingan kelompok bagi mereka dan perolehan mereka sebagai hasil dari keikutsertaan mereka;
4)    Mengungkapkan minat dan sikap mereka tentang kemungkinan kegiatan lanjutan; dan
5)    Mengungkapkan kelancaran proses dab suasana penyelenggaraan bimbingan kelompok.
e)    Analisis dan Tindak Lanjut
Perlu dikaji apakah hasil-hasil pembahasan dan atau pemecahan masalah yang sudah dilakukan sedalam atau setuntas mungkin, atau sebenarnya masih ada aspek-aspek penting yang belum dijangkau dalam pembahasan.
4.    Konseling Kelompok
Konseling kelompok merupakan upaya bantuan kepada siswa dalam rangka memberikan kemudahan dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Selain bersifat pencegahan, konseling kelompok dapat pula bersifat penyembuhan.
Prosedur konseling kelompok, terdiri dari:
a)    tahap pembentukan, dengan temanya pengenalan, perlibatan, dan pemasukan diri;
b)    tahap peralihan, dengan temanya pembangunan jembatan antara tahap pertama dan tahap ketiga;
c)    tahap kegiatan, dengan temanya kegiatan pencapaian tujuan;
d)    tahap pengakhiran, dengan temanya penilaian dan tindak lanjut.
5.    Pengajaran Remedial
Pengajaran remedial merupakan salah satu tahap kegiatan utama dalam keseluruhan kerangka pola layanan bimbingan belajar, serta merupakan rangkaian kegiatan lanjutan logis dari usaha diagnostik kesulitan belajar mengajar. prosedur remedial tersebut, menurut Nurihsan (2007) dapat digambarkan sebagai berikut: a) Diagnostik kesulitan belajar-mengajar, rekomendasi/referral, penelaahan kembali kasus, pilihan alternatif tindakan, layanan konseling, pelaksanaan pengajaran remedial, pengukuran kembali hasil belajar-mengajar, reevalusai/rediagnostik, tugas tambahan, hasil yang diharapkan.
6.    Bimbingan Klasikal
Menurut Sudrajat, bimbingan klasikal termasuk ke dalam strategi untuk layanan dasar bimbingan. Layanan dasar diperuntukkan bagi semua siswa. Hal ini berarti bahwa dalam peluncuran program yang telah dirancang, menuntut guru BK untuk melakukan kontak langsung dengan para siswa di kelas. Layanan orientasi pada umumnya dilaksanakan pada awal pelajaran, yang diperuntukan bagi para siswa baru, sehingga memiliki pengetahuan yang utuh tentang sekolah yang dimasukinya. Layanan informasi untuk bimbingan klasikal dapat mempergunakan jam pengembangan diri. Agar semua siswa terlayani kegiatan bimbingan klasikal perlu terjadwalkan secara pasti untuk semua kelas.



DAFTAR PUSTAKA
Asto. (2014). Mengatasi masalah peserta didik melalui layanan konseling individual. [online].      Tersedia di
http://seindah-akhlak-islam.blogspot.com/2014/02/mengatasi-masalah-peserta-didik-melalui.html?m=1. [diakses pada tanggal 07 April 2015]
Bakran Adz Dzaky, M.H. (2004). Konseling dan psikoterapi islam (penerapan metode sufistik). Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.
Manrihu, M.T. (1988). Pengantar bimbingan dan konseling karir. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Nurihsan, A.J. (2007). Strategi layanan & bimbingan konseling. Bandung: PT. Refika Aditama.
Prayitno & Erman A. (2004). Dasar-dasar bimbingan dan konseling. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sudrajat, A. (2010). Strategi pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. [Online]. Tersedia di
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/02/03/strategi-pelaksanaan-layanan-bimbingan-dan-konseling/ [diakses pada tanggal 02 April 2015]
Tohirin. (2007). Bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah (berbasis integrasi). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Yusuf, S. & Nurihsan, A.J. (2008). Landasan bimbingan dan konseling. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.






Pembelajaran Berbasis Bimbingan
(Analisis/Pengkajian Model-Model Pembelajaran yang Lebih Berorientasi Pengembangan Individu)
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqNBdCKMJUp4-ofxy3khu-0ujVxDfozeQELDsD98mAHJsqqgqokTCrpP79CP5tkESzWUH28osr8NpeTlgcx5xvdfUSbnzHW24nmvAqbX2KfsGA6E9ZnoB42E743asOsoSwgZ025sHU_DNo/s1600/b.jpg
A.       Konsep Dasar Pembelajaran Berbasis Bimbingan
Konsep Bimbingan
Bimbingan merupakan terjemahan dari “Guidance”. Guidance berasal dari akar kata “Guide” yang secara luas bermakna mengarahkan (to direct), memandu (to pilot), mengelola (to manage), menyampaikan (to descript), mendorong (to motivate), membantu mewujudkan (helping to create), memberi (to giving), bersunguh-sungguh (to commit). Sehingga bila dirangkai dalam sebuah kalimat konsep, Bimbingan adalah usaha sadar secara demokratis dan sungguh-sungguh untuk memberikan bantuan dengan menyampaikan arahan, panduan, dorongan, dan pertimbangan agar yang diberi bantuan mampu mengelola, mewujudkan apa yang menjadi harapannya. Sehinggga bimbingan adalah suatu proses berkesinambungan sebagai upaya membantu untuk memfasilitasi individu agar berkembang secara optimal.
Perkembangan optimal adalah perkembangan yang sesuai dengan potensi individu dan sistem nilai tentang kehidupan yang baik dan benar, perkembangan optimal merupakan kondisi dinamik, dimana individu mampu mengenal dan memahami diri, berani menerima kenyataan diri secara subyektif, mengarahkan diri sesuai dengan kemampuan, kesempatan dan sistem nilai dan melakukan pilihan dan mengambil keputusan atas tanggung jawab sendiri.

Konsep Pembelajaran dan Pembelajaran Berbasis Bimbingan
Belajar adalah proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilam, daya pikir, dan kemampuan-kemampuan yang lain.
Arif (2012) menyatakan bahwa pembelajaran adalah penyediaan sistem lingkungan yang mengakibatkan terjadinya proses belajar pada diri siswa. Pembelajaran juga merupakan upaya yang dilakukan pendidik agar peserta didik belajar atau membelajarkan diri. Belajar yang dimaksud adalah proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman. Perubahan disini sebagai hasil pembelajaran bersifat positif dan normatif.
Menurut Budiman (Najjah, 2015), pembelajaran berbasis bimbingan seharusnya berlandaskan pada prinsip-prinsip bimbingan yaitu:
a.         Didasarkan pada Needs assessment (sesuai dengan kebutuhan)
b.         Dikembangkan dalam suasana membantu (helping relationship)
c.         Bersifat memfasilitasi
d.         Berorientasi pada: (1) learning to be (belajar menjadi); (2) learning to learn (belajar untuk belajar); (3) learning to work (belajar untuk bekerja dan berkarir); (4) learning to live together (belajar untuk hidup bersama).
e.         Tujuan utama perkembangan potensi secara optimal.

Ciri-ciri Model Pembelajaran Berbasis Bimbingan
Menurut Kartadinata dan Dantes (dalam Mariyana, 2008, hlm. 2) pembelajaran berbasis bimbingan memiliki ciri-ciri berikut:
a.         Diperuntukkan bagi semua siswa.
b.        Memperlakukan siswa sebagai individu yang unik dan sedang berkembang.
c.         Mengakui siswa sebagai individu yang bermartabat dan berkemampuan.
d.        Terarah ke pengembangan segenap aspek perkembangan anak secaramenyeluruh dan optimal.
e.         Disertai dengan berbagai sikap guru yang positif dan mendukung aktualisasi berbagai minat, potensi, dan kapabilitas siswa sesuai dengan norma-norma kehidupan yang dianut.
Ciri-ciri lain dari model pembelajaran berbasis bimbingan, yaitu:
a.         Diperuntukkan bagi semua peserta didik dalam arti kata merupakan suatu kinerja yang berorientasi sepenuhnya terhadap kebutuhan individual siswa.
b.        Sangat memperhatikan keamanan psikologis siswa baik dalam proses pembelajaran atau di saat prosesi istirahat.
c.         Memperlakukan siswa sebagai individu yang unik dan sedang berkembang.
d.        Mengakui siswa sebagai individu yang bermartabat dan berkemampuan.
e.         Penuh penghargaan.
f.         Pemberian reward untuk semua prestasi siswa baik itu prestasi yang besar ataupun yang kecil sekalipun.
g.         Menghindari hukuman fisik agar tidak terjadi kecacatan mental dini dalam dunia pendidikan.
h.        Demokratis bahwa di setiap pembelajaran yang berbau bimbingan guru wajib mendengarkan suara siswa terlebih dahulu agar terjadi komunikasi yang baik dan mendapat pemecahan masalah yang mendalam.
i.          Terarah ke pengembangan segenap aspek perkembangan siswa secara menyeluruh dan optimal.
j.          Disertai dengan berbagai sikap guru yang positif dan mendukung aktualisasi berbagai minat, potensi, dan kapabilitas siswa sesuai dengan norma-norma kehidupan yang dianut.
Prinsip-prinsip Pembelajaran Berbasis Bimbingan
Pembelajaran berbasis bimbingan merupakan pembelajaran yang berdasarkan pada prinsip-prinsip bimbingan sehingga prinsip-prinsip pembelajaran berbasis bimbingan pun tidak terlepas dari prinsip-prinsip bimbingan yaitu:
a.         Proses membantu individu
b.        Bertitik tolak pada individu yang dibimbing
c.         Didasarkan pada pemahaman atas keragaman individu yang dibimbing
d.        Pada batas tertentu perlu ada referal
e.         Dimulai dengan identifikasiatas kebutuhan individu
f.         Diselenggarakan secara luwes dan fleksibel
g.         Sejalan dengan visi dan misi lembaga
h.        Dikelola dengan orang yang memiliki keahlian di bidang bimbingan
i.          Ada sistem evaluasi yang digunakan
Adapun pembelajaran yang berlandaskan pada prinsip-prinsip bimbingan menurut Budiman (2008) adalah:
a.         Didasarkan pada Needs Assesment
adalah   proses mengumpulkan informasi tentang kesenjangan dan menentukan prioritas dari kesenjangan untuk dipecahkan.
b.        Dikembangkan dalam Suasana Membantu (Helping Relationship)
Helping Relationship sebagai suatu relasi yang terjadi diantara dua pihak, dimana salah satu pihak mempunyai kehendak untuk meningkatkan pertumbuhan, perkembangan, kedewasaan, memperbaiki berfungsinya dan memperbaiki kemampuan pihak yang lain untuk menghadapi dan menangani kehidupannya sendiri (Rogers dalam Sugiyatno, tt)
c.         Empati
Hurlock (dalam Asih dkk., 2010) mengungkapkan bahwa empati adalah kemampuan seseorang untuk mengerti tentang perasaan dan emosi orang lain serta kemampuan untuk membayangkan diri sendiri di tempat orang lain.
d.        Keterbukaan
Merupakan salah satu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar siswa (klien) yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap trerbuka dan tidak berpura-pura
e.         Kehangatan psikologis
Kehangatan mempunyai makna sebagai suatu kondisi yang mampu menjadi pihak yang ramah, peduli, dan dapat menghibur orang lain. Realistis
f.         Bersifat Memfasilitasi
g.         Berorientasi pada:
1)        Learning to be (belajar untuk menjadi)
yaitu pembelajaran bertujuan untuk membentuk pribadi-pribadi yang memiliki: (a) andil terhadap pembentukan nilai-nilai yang dimiliki bersama; (b) kemampuan menghubungkan antara tangan dan pikiran individu dengan masyarakat, pembentukan kognitif dan non kognitif, serta pembelajaran formal dan non formal.
2)        Learning to learn (belajar untuk belajar)
3)        Learning to work (belajar untuk bekerja dan berkarier)
4)        Learning to live together (belajar untuk hidup bersama)
h.        Tujuan utama perkembangan potensi secara optimal.

Model-model Pembelajaran yang Berorientasi pada Pengembangan Individu
Menurut Malau (2006, hlm.3) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Dengan demikian aktivitas pembelajaran benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang tertata secara sistematis.
Model Pemrosesan Informasi
Model pembelajaran ini berdasarkan teori belajar kognitif (Piaget) dan berorientasi pada kemampuan siswa memproses informasi yang dapat memperbaiki kemampuannya.
Menurut Rusman (tt, hlm.12) ada Sembilan langkah yang harus diperhatikan guru di kelas yang kaitannya dengan model pembelajaran pemrosesan informasi, yaitu:
a.         Melakukan tindakan untuk menarik perhatian siswa.
b.        Memberikan informasi mengenai tujuan pembelajaran dan topik yang akan dibahas.
c.         Merangsang siswa untuk memulai aktivitas pembelajaran,
d.        Menyampaikan isi pembelajaran sesuai dengan topik yang telah ditentukan.
e.         Memberikan bimbingan bagi aktivitas siswa dalam pembelajaran.
f.         Memberikan penguatan pada perilaku pembelajaran.
g.         Memberikan feedback terhadap perilaku yang ditunjukkan siswa.
h.        Melaksanakan penilaian proses dan hasil.
i.          Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan menjawab berdasarkan pengalamannya.
Model Personal
Perhatian utama dari model personal ada pada emosional siswa untuk mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Model pembelajaran personal adalah model pembelajaran yang bertitik tolak pada teori Humanistik, yaitu berorientasi terhadap pengembangan individu. Menurut teori ini, guru harus berupaya menciptakan kondisi kelas yang kondusif, agar siswa merasa bebas dalam belajar dan mengembangkan dirinya baik emosional maupun intelektual.
Model pembelajaran personal ini meliputi strategi pembelajaran sebagai berikut:
a.              Pembelajaran Non-Direktif, bertujuan untuk membentuk kemampuan dan perkembangan pribadi (kesadaran diri, pemahaman, dan konsep diri).
b.             Latihan kesadaran, bertujuan untuk meningkatkan kemampuan interpersonal atau kepedulian siswa.
c.              Sinektik, untuk mengembangkan kreativitas pribadi dan memecahkan masalah secara kreatif.
d.             Sistem konseptual, untuk meningkatkan kompleksitas dasar pribadi yang luwes.
Model Interaksi Sosial
Model pembelajaran ini, hal yang diharapkan dapat dikembangkan oleh siswa adalah bagaimana berhubungan secara baik dengan masyarakatnya.
Model interaksi sosial ini mencakup strategi pembelajaran sebagai berikut:
a.    Kerja kelompok
b.    Pertemuan kelas
c.    Pemecahan masalah sosial atau inquiry
d.    Model Laboratorium
e.    Bermain peranan
f.     Simulasi solusi
Model Modifikasi Tingkah Laku
Model ini, lebih menekankan pada aspek perubahan perilaku psikologis dan yang tidak dapat diamati. Dalam hal ini, peran guru adalah selalu memperhatikan terhadap tingkah laku belajar siswa.
Model Pembelajaran Terpadu Berbasis Budaya
Model pembelajaran terpadu berbasis budaya yang dikembangkan untuk meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya lokal dan dikembangkan berdasarkan pengalaman awal budaya siswa. Komponen desainnya terdiri atas tema budaya lokal, alat media dan sumber yang beragam dan kontekstual, serta komponen penilaian menekankan pada penilaian proses dan hasil.
Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda.
Menurut Slavin (dalam Riadi, 2012) tujuan pembelajaan kooperatif adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.
Langkah-langkah pembelajaran Cooperative Learning menurut Arends (dalam Fatirul, 2008, hlm. 20) adalah:
a.              Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
b.             Menyajikan informasi
c.              Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar
d.             Membimbing kelompok bekerja dan belajar
e.              Evaluasi
f.              Memberikan penghargaan
Model pembelajaran kontekstual
Menurut Nurhadi (dalam Riadi, 2013) pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Tugas guru pada model pembelajaran kontekstual ini adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama menemukan sesuatu yang baru bagi siswa. Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa dalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual siswa dan peranan guru.

Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Menurut Glazer (dalam Nurfianti, 2011) mengemukakan Problem Based Learning merupakan suatu strategi pengajaran dimana siswa secara aktif dihadapkan pada masalah kompleks dalam situasi yang nyata.
Tahap-tahap pembelajaran Problem Based Learning menurut Trianto (dalam Nurfianti, 2011) adalah:
a.              Orientasi siswa pada masalah
b.             Mengorganisasi siswa
c.              Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
d.             Mengembangkan dan menyajikan hasil
e.              Menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah

Maka dari itu, dalam pembelajaran, guru harus dapat memilih model pembelajaran apa yang cocok dengan karakteristik setiap siswanya, serta guru harus dapat menguasai model yang akan digunakan sebelum di implementasikan di dalam proses pembelajaran

Referensi
Abdullah, R. (2014). Dampak Penerapan Pembelajaran Berbasis Kerja Terhadap Hasil Belajar Praktek Kerja Kayu Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Prosiding Konvensi Nasional Asosiasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (APTEKINDO) ke 7 FPTK Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Alexon dan Sukmadinata. (2010). Pengembangan Model Pembelajaran Terpadu Berbasis Budaya untuk Meningkatkan Apresiasi Siswa terhadap Budaya Lokal. Cakrawala Pendidikan, XXIX (2), hlm. 201
Arif, F. (2012). Model Pembelajaran Berbasis Bimbingan dan Konseling. [Online]. Diakses dari https://fingeridea.wordpress.com/2012/05/23/model-pembelajaran-berbasis-bimbingan-dan-konseling/
Asih dkk. (2010). Perilaku Prososial Ditinjau Dari Empati Dan Kematangan Emosi. Jurnal
Aulia, R.A. (2015). Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling. [Online]. Diakses dari kieeaulia47.blogspot.com/
Budiman, N. (2009). Strategi Pembelajaran Berbasis Bimbingan. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan UPI Bandung
Fatirul, A.N. (2008). Cooperative Learning. [Online]. Diakses dari https://trimanjuniarso.files.wordpress.com/2008/02/c00perative-learning.pdf
Kania, G. (2014). Program Bimbingan untuk meningkatkan Motivasi Belajar pada Siswa yang Berlatar Belakang Keluarga Disfungsional. (Skripsi). Bandung : UPI. Tidak diterbitkan
Mariyana, R. (2008). Kompetensi Guru dalam Pembelajran Berbasis Bimbingan di Taman Kanak-kanak (studi Deskriptif terhadap Guru TK di Kota Bandung). [Online]. Diakses dari http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PGTK/197803082001122RITA_MARIYANA/JURNAL_kompetensi_guru_dalam_PBB.pdf
Najjah, S. (2015). Pembelajaran Berbasis Bimbingan (Mengkaji Model-Model Pembelajaran yang Lebih Berorientasi Pengembangan Individu). [Online]. Diakses http://suroyyalailatunnajjah.blogspot.com/2015/04/pembelajaran-berbasis-bimbingan.html
Nurfianti. (2010). Penerapan Model Pembelajaran Based Learning pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan. (Skripsi). UPI. Tidak diterbitkan.
Perdana, A. (2013). Pengertian Belajar, Mengajar, Pembelajar dan Pembelajaran. [Online]. Diakses dari http://www.andreanperdana.com/2013/03/pengertian-belajar-mengajar-pembelajar.html
Riadi, M. (2012). Pengertian Pembelajaran Kooperatif. [Online]. Diakses dari http://www.kajianpustaka.com/2012/10/pembelajaran-kooperatif.html
Riadi, M. (2013). Pembelajaran Kontekstual. [Online]. Diakses dari http://www.kajianpustaka.com/2013/08/pembelajaran-kontekstual.html
Rusman. (Tanpa Tahun). Pendekatan dan Model Pembelajaran. [Online]. Diakses darihttp://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196209061986011AHMAD_MULYADIPRANA/PDF/Model_Pengembangan_Pembelajaran.pdf
Sugiyatno. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. [Online]. Diakses dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/sugiyatno-mpd/materi-kuliah-dasar-dasar-bk.pdf
Suherman, dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-UPI
Triasari, A. (2014). Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Scientific terhadap Peningkatan Kemampuan Abstraksi Siswa SMA. (Skripsi). Bandung : UPI. Tidak diterbitkan
Wardhani. N. (2007). Keterkaitan Konsep Konseling Dengan Aspek-Aspek Psikologis.
Waziroh dkk. (2012). Analisis Kebutuhan Pembelajaran  Dalam Perancangan Pembelajaran yang Mendidik Di SD/MI. [artikel]. Tidak diterbitkan.


KONSEP DASAR DIAGNOSTIK KESULITAN BELAJAR
DAN PENGAJARAN REMEDIAL
http://www.duniapelajar.com/wp-content/uploads/2013/01/penelitanm-660x330.jpg
A.       Konsep Dasar Diagnostik Kesulitan Belajar
1.      Definisi Diagnostik Kesulitan Belajar
a)    Diagnostik
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), diagnosis /di·ag·no·sis/  adalah penentuan jenis penyakit dengan cara meneliti (memeriksa) gejala-gejalanya. Menurut Harriman dalam bukunya Handbook of Psychological Term, diagnostik adalah suatu analisis terhadap kelainan atau salah penyesuaian dari pola gejala-gejalanya. Jadi diagnostik merupakan proses pemeriksaan terhadap hal-hal yang dipandang tidak beres atau bermasalah.
b)   Kesulitan Belajar
Secara harfiah, kesulitan belajar didefinisikan sebagai rendahnya kepandaian yang dimiliki seseorang dibandingkan dengan kemampuan yang seharusnya dicapai orang itu pada umur tersebut. Kesulitan belajar secara informal dapat dikenali dari keterlambatan dalam perkembangan kemampuan seorang anak. Kesulitan atau hambatan belajar yang dialami oleh peserta didik dapat berasal dari faktor fisiologik, psikologik, instrument, dan lingkungan belajar.
2.      Jenis-Jenis Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar dibagi menjadi tiga kategori besar, yaitu :
a)    Kesulitan dalam berbicara dan berbahasa
b)   Permasalahan dalam hal kemampuan akademik
c)    Kesulitan lainnya, yang mencakup kesulitan dalam mengoordinasi gerakan anggota tubuh serta permasalahan belajar yang belum dicakup oleh kedua kategori di atas.
3.      Faktor Penyebab Munculnya Kesulitan Belajar
Beberapa faktor penyebab munculnya kesulitan belajar menurut Sukardi dibedakan menjadi dua, yaitu :
a)      Faktor internal yang meliputi:
1.      Kesehatan
Kondisi fisik secara umum dapat memengaruhi kemampuan mencapai suatu tujuan.
2.      Problem Menyesuaikan Diri
Prilaku siswa yang mengalami gangguan emosional ditandai dengan hal (1) siswa menolak untuk belajar dan hanya ingin melakukan yang dia senangi, (2) siswa menjadi nakal, agresif, dan menyerang siswa lain secara terbuka, (3) siswa berprestasi negatif terhadap kegiatan belajar, (4) siswa memindahkan kekerasan dari rumah ke sekolah  apabila ia menjadi korban kekerasan orang tuanya ataupun saudaranya, dan (5) siswa menolak perintah belajar atau tekanan lain dari orang tua.
b)      Faktor eksternal yang meliputi:
1.      Lingkungan
Problem lingkungan muncul sebagai hasil reaksi atau perubahan dalam diri siswa terhadap keluarga ataupun lingkungannya.
2.      Cara Guru Mengajar yang Tidak Baik
guru perlu melakukan perbaikan secara berkala, baik penguasaan metode mengajar maupun materi ajar.
3.      Orang Tua Siswa
Orang tua yang tidak mau atau tidak mampu menyediakan buku atau fasilitas belajar yang memadai bagi anaknya atau mereka yang tidak mau mengawasi anaknya dalam belajar menjadi faktor yang dapat menjadi pemicu timbulnya kesulitan belajar.
4.      Masyarakat Sekitar
Ketika keberadaan masyarakat tidak kondusif terhadap kebutuhan siswa secara individual maupun kelompok.
4.      Ciri-Ciri Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar
Menurut Cece Wijaya (2010),  kerusakan-kerusakan itu dikategorikan dalam empat hal, yaitu :
a)         Dyslexia, adalah kelemahan-kelemahan belajar di bidang menulis dan berbicara. Ciri-cirinya adalah sulit mengingat huruf, kata, tulisan, dan suara.
b)        Dyscalculia, adalah kesulitan mengenal angka dan pemahaman terhadap konsep dasar matematika.
c)         Attention Defisit Hyperactive Disorder (ADHD), adalah pemusatan perhatian terhadap masalah-masalah yang sedang dihadapinya
d)        Spatial, motor, ad perceptual defisits, adalah kondisi lemah dalam menilai dirinya menurutukuran ruang dan waktu.
Kerusakan lainnya yang membuat siswa lamban belajar adalah Social defisits, yaitu kesulitan mengembangkan keterampilan sosial.
5.      Prosedur Diagnostik Kesulitan Belajar
Tiga langkah umum yamg harus ditempuh oleh seorang guru, yaitu :
a)         Mendiagnostik kesulitan belajar yang dialami oleh siswa, mengidentifikasi kasus dan melokalisasikan jenis dan sifat kesulitan belajar terebut.
b)        Mengadakan estimasi (prognosis) tentang faktor-faktor penyebab kesulitan belajar yang dialami siswa.
c)         Mengadakan terapi, yaitu menemukan berbagai kemungkinan yang dapat dipergunakan dalam rangka penyembuhan atau mengalami kesulitan belajar yang dialamu oleh siswa tersebut.
6.      Mendiagnostik Kesulitan Belajar secara Formal
Diagnostik yang sebenarnya terhadap kesulitan belajar dilakukan dengan metode uji standar yang membandingkan tingkatan kemampuan seorang anak terhadap anak lainnya yang dianggap normal. Hasil uji tidak hanya tergantung pada kemampuan aktual anak, tetapi juga reliabilitas pengujian itu serta kemampuan sang anak untuk memerhatikan dan memahami pertanyaannya.
7.      Evaluasi Diagnostik Kesulitan Belajar 
Evaluasi diagnostik kesulitan belajar merupakan salah satu fungsi evaluasi yang memerlukan prosedur dan kompetensi yang lebih tinggi dari para guru sebagai evaluator. Evaluasi diagnostik kesulitan belajar merupakan evaluasi yang memiliki penekanan kepada penyembuhan kesulitan belajar siswa yang tidak terpecahkan oleh formula perbaikan yang biasanya ditawarkan dalam bentuk tes formatif.
B.       Konsep Dasar Pengajaran Remedial
1.    Definisi Pengajaran Remedial
Menurut Sukardi, “Remedial tidak lain adalah termasuk kegiatan pengajaran yang tepat diterapkan, hanya ketika kesulitan dasar para siswa telah diketahui. Kegiatan remedial merupakan tindakan korektif yang diberikan kepada siswa setelah evaluasi diagnostik dilakukan”.
Pengajaran remedial merupakan suatu bentuk pengajaran yaang bersifat mengobati, menyembuhkan atau membetulkan pengajaran dan membuatnya menjadi lebih baik dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal.
Maka pengajaran remedial merupakan salah satu tahap kegiatan utama dalam keseluruhan kerangka pola layanan bimbingan belajar, serta merupakan rangkaian kegiatan lanjutan logis dari usaha diagnostik kesulitan belajar mengajar.
2.      Tujuan dan Fungsi Pengajaran Remedial
a)      Tujuan Pengajaran Remedial
1.      Supaya siswa dapat memahami dirinya, khususnya prestasi belajarnya, dapat mengenal kelemahannya dalam mempelajari suatu bidang studi dan juga kekuatannya.
2.      Supaya siswa dapat memperbaiki atau mengubah cara belajarnya ke arah yang lebih baik.
3.      Supaya siswa dapat memilih materi dan fasilitas belajar secara tepat.
4.      Supaya siswa dapat mengembangkan sifat dan kebiasaan yang dapat mendorong tercapainya hasil yang lebih baik.
5.      Supaya siswa dapat melaksanakan tugas-tugas belajar yang diberikan kepadanya, setelah ia mampu mengatasi hambatan yang menjadi kesulitan belajarnya, dan mengembangkan sikap serta kebiasaan yang baru dalam belajar.
b)      Fungsi Pengajaran Remedial
1.      Fungsi Korektif
Berarti bahwa melalui pengajaran remedial dapat dilakukan  perbaikan terhadap hal-hal yang dipandang belum memenuhi apa yang diharapkan dalam keseluruhan proses pembelajaran
2.      Fungsi Pemahaman
Berarti bahwa dengan remedial memungkinkan guru, siswa atau pihak-pihak lainnya akan dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik dan komprehesif mengenai pribadi siswa.
3.      Fungsi Penyesuaian
Berarti bahwa pengajaran ramedial dapat membentuk siswa untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan proses belajarnya.
4.      Fungsi Pengayaan
Berarti bahwa melalui pengajaran remedial, siswa akan dapat memperkaya proses pembelajaran, sehingga materi yang tidak disampaikan dalam pengajaran reguler, akan dapat diperoleh melalui pengajaran ramedial.
5.      Fungsi Akselerasi
Berarti bahwa melalui pengajaran remedial akan dapat diperoleh hasil belajar yang lebih baik dengan menggunakan waktu yang efektif dan efesien.
6.      Fungsi Terapeutik
Fungsi ini berarti bahwa melalui pengajaran remedial secara langsung atau tidak akan dapat membantu menyembuhkan atau memperbaiki kondisi-kondisi kepribadian siswa yang diperkirakan menunjukan adanya penyimpangan.
3.      Metode dalam Pengajaran Remedial
Metode yang digunakan dalam pengajaran perbaikan yaitu metode yang dilaksanakan dalam keseluruhan kegiatan bimbingan belajar mulai dari tingkat identifikasi kasus sampai dengan tindak lanjut. Metode yang dapat digunakan, yaitu :
a)    Tanya Jawab
b)    Diskusi
c)    Tugas
d)    Kerja Kelompok
e)    Tutor
f)     Pengajaran Individual
4.      Strategi dan Teknik dalam Pendekatan Pengajaran Remedial
Strategi dan teknik pengajaran remedial / Remedial Teaching tesebut seperti yang dirumuskan oleh  Izhar Hasis  yang disimpulkan dari  Ross and  Stanley dan dari  Dinkmeyer and Caldweel dalam bukunya Developmental Counseling, adalah sebagai berikut :
a)      Strategi dan Teknik Pendekatan Remedial Teaching yang Bersifat Kuratif
Teknik pendekatan yang dipakai dalam hal  ini  adalah sebagai berikut :
1.      Pengulangan (repetation)
Pengulangan dapat  terjadi pada beberapa tingkatan, yaitu :  pada  setiap akhir jam pertemuan, setiap akhir unit (satuan bahan) pelajaran tertentu, dan pada setiap satuan program studi (triwulan atau semester).
2.         Pengayaan (enrichment) dan Pengukuhan (reinforcement)
Kalau layanan remedial ditujuakan pada siswa yang mempunyai  kelemahan sangat mendasar, maka layanan pengayaan dan pengukuhan  ditujukan pada siswa yang mempunyai kelemahan  ringan.
3.      Percepatan (acceleration)
Percepatan diberiakan kepada kasus  berbakat tetapi menunjukkan kesulitan psikososial  atau  ego  emosional. Ada dua kemungkinan pelaksanaannya, yaitu promosi penuh status akademisnya ke tingkat yang lebih tinggi sebatas kemungkinan dan maju berkelanjutan bila kasus menonjol pada beberapa bidang tertentu.
b)      Strategi dan Teknik pendekatan Remedial Teaching yang Bersifat Preventif
Strategi dan teknik pendekatan preventif diberikan kepada siswa tertentu berdasarkan data atau informasi yang ada dapat diantisipasi atau setidaknya patut diduga akan mengalami kesulitan dalam  menyelesaikan tugas-tugas belajar. Oleh karena itu, sasaran pokok dari pendekatan preventif adalah berusaha sedapat mungkin agar hambatan-hambatan dalam mencapai prestasi dapai dihindari dan kemampuan  penyesuaian sesuai dengan kriteria keberhasilan yang ditetapkan dapat dicapai.
c)      Strategi dan Teknik Pendekatan Remedial Teaching Bersifat Pengembangan
Kalau  pendekatan kuratif merupakan tindak lanjut dari  post teaching diagnostic, pendekatan preventif merupakan tindak lanjut dari pre teaching disgnostic maka pendekatan pengmebangan merupakan tindak lanjut dari during teaching diagnostic atau upaya diagnostik yang dilakukan guru selama berlangsungnya proses belajar mengajar (PBM).
5.      Langkah-Langkah Melaksanakan Pengajaran Remedial
Pengajaran remedial merupakan salah satu bentuk bimbingan belajar dapat dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a)      Meneliti kasus dengan permasalahannya sebagai titik tolak kegiatan-kegiatan berikutnya.
b)      Menentukan tindakan yang harus dilakukan.
c)      Pemberian layanan khusus yaitu bimbingan dan konseling.
Tujuan dari layanan khusus bimbingan konseling ini adalah mengusahakan agar siswa yang terbatas dari hambatan mental emosional (ketegangan batin), sehingga kemudian siap menghadapi kegiatan belajar secara wajar.
d)      Langkah pelaksanaan pengajaran remedial.
e)      Melakukan pengukuran kembali terhadap prestasi belajar siswa dengan alat tes sumatif.
f)       Melakukan re-evaluasi dan re-diagnostik.
Terdapat tiga kemungkinan tafsiran hasil, yaitu sebagai berikut :
1.      Kasus menunjukkan kenaikan prestasi yang dihasilkan sesuai dengan kriteria yang diharapkan. Maka selanjutnya diteruskan ke program yang berikutnya.
2.      Kasus menunjukkan kenaikan prestasi, namun belum memenuhi kriteria yang diharapkan. Maka kasus diserahkan kepada pembimbing untuk diadakan pengayaan.
3.      Kasus belum menunjukkan perubahan yang berarti dalam hal prestasi. Maka perlu didiagnostik lagi untuk mengetahui letak kelemahan pengajaran remedial untuk selanjutnya diadakan ulangan dengan alternatif yang sama.
6.      Perbandingan Prosedur Pengajaran Biasa dan Remedial
a)    Kegiatan pengajaran biasa sebagai program belajar mengajar di kelas dan semua siswa ikut berpartisipasi. Pengajaran perbaikan diadakan setelah diketahui kesulitan belajar, kemudian diadakan pelayanan khusus.
b)   Tujuan pengajaran biasa dalam rangka mencapai tujuan pengajaran yang ditetapkan sesuai dengan kurikulum yang berlaku dan sama untuk semua siswa. Pengajaran perbaikan tujuannnya disesuaikan dengan kesulitan belajar siswa walaupun tujuan akhirnya sama.
c)    Metode dalam pengajaran biasa sama buat semua siswa, sedangkan metode dalam pengajaran perbaikan berdiferensial (sesuai dengan sifat, jenis, dan latar belakang kesulitan.
d)   Pengajaran biasa dilakukan oleh guru, sedangkan pengajaran perbaikan oleh team (kerjasama).
e)    Alat pengajaran perbaikan lebih bervariasi, yaitu dengan penggunaan tes diagnostik, sosiometri, dsb.
f)    Pengajaran perbaikan lebih diferensial dengan pendekayan individual.
g)    Pengajaran perbaikan evaluasinya disesuaikan dengan kesulitan belajar yang dialami oleh siswa.

7.      Peran Aparat Sekolah, Orang Tua, dan Masyarakat dalam Program Pendidikan dan Pengajaran Remedial
a)    Kepala Sekolah
1.        Kepala sekolah harus menguasai sepenuhnya program pendidikan dan pengajaran remedial di sekolah, mencakup tujuan, bidang-bidang kajian, cara-cara menemukan latar belakang dan asal-usul serta sebab-sebab kesulitan belajar siswa, prediksi penyembuhan, serta praktik penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran remedial.
2.        Kepala sekolah menyediakan sumber belajar yang lengkap dan dapat digunakan setiap waktu sesuai dengan kebutuhan.
3.        Kepala sekolah memiliki jalinan kerja sama yang baik dengan orang tua siswa di rumah untuk mengembangkan pendidikan masa depan anak-anaknya.
4.        Kepala sekolah mendirikan dan mengembangkan Lembaga Pusat Bimbingan dan Penyuluhan yang berfungsi menangani kesulitan-kesulitan siswa dalam mempelajari pengetahuan.
5.        Kepala sekolah mampu mengangkat seorang ekspert yang bertugas sebagai guru pendidikan remedial. Ia berperan pula membantu guru bidang studi atau guru borongan lainnya dalam memecahkan kesulitannya menghadapi siswa lamban belajar dan berprestasi rendah.
b)      Orang Tua Siswa
1.         Menerima dengan baik kunjungan sekolah di rumah (home visit).
2.         Bersikap tanggap terhadap pembicaraan kasus putra-putranya dan menunjukkan sikap tidak emosional.
3.         Senang menghadiri undangan sekolah untuk membicarakan kasus putra-putranya.
4.         Dapat memberikan data objektif selengkap mungkin tentang kelemahan-kelemahan putranya dalam pelajaran.
5.         Mampu membantu memprediksi dan memberi latihan sepenuhnya terhadap kasus yang dihadapinya.
c)      Staf Tata Usaha Sekolah
Mengaministrasi data-data kasus mulai dari latar belakang, asal-usul dan sebab-sebab kesulitan belajar siswa, cara-cara memprediksi penyembuhannya, sampai dengan cara-cara penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran remedial.
d)      Penilik Sekolah
1.      Melakukan kunjungan rutin ke sekolah sekurang-kurangnya dua minggu sekali, mamantau dan mengawasi jalannya penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran remedial yang telah dirancang sebelumnya.
2.      Menyelenggarakan diskusi periodik dengan kepala sekolah dan guru-guru tentang upaya pemecahan kesulitan belajar siswa.
3.      Menyelenggarakan upaya kerja sama yang baik dengan lembaga-lembaga terkait.
e)      Para Pemerhati Pendidikan
Para pemerhati pendidikan adalah orang-orang yang menaruh perhatian penuh terhadap proses dan hasil pendidikan yang dicapai siswa di sekolah serta berinisiatif besar dalam memberikan pendapat, sikap, dan aspirasinya dalam upaya penanganan kasus atau dalam hal ini siswa lamban belajar.
f)       Lembaga-Lembaga Kemasyarakatan Terkait
Keterlibatan lembaga-lembaga kemasyarakatan terkait dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran remedial, khususnya dalam penanganan kasus kenakalan remaja diperlukan sekali terutama membantu sekolah dalam mengumpulkan data objektif tentang latar belakang dan sebab-sebab terjadinya suatu peristiwa serta membantu dalam penyelesaiannya.
8.      Evaluasi Pengajaran Remedial
Pada akhir kegiatan siswa diadakan evaluasi. Tujuan paling utama adalah diharapkan 75% taraf pengusaan (level of mastery). Bila ternyata belum berhasil maka dilakukan diagnostik dan memperoleh pengajaran remedial kembali.
Evaluasi perlu dilakukan secara kontinu untuk menentukan perkembangan dan prosedur yang hendak dilaksanakan dimasa mendatang. Evaluasi remidi memiliki arti penting bagi orang-orang terdekat siswa. Oleh karena itu, perlu diberikan informasi kepada siswa dan orangtua mengenai perkembangan belajarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar