Masalah-masalah siswa di sekolah serta pendekatan-pendekatan umum dalam bimbingan dan konseling
(Strategi bimbingan dan konseling)
A. Masalah-masalah Siswa di Sekolah(Strategi bimbingan dan konseling)
Tohirin (2007: 111) mengungkapkan bahwa siswa di sekolah akan mengalami masalah-masalah yang berkenaan dengan:
1) Perkembangan individu,
2) Perbedaan individu dalam hal: kecerdasan, kecakapan, hasil belajar, bakat, sikap, kebiasaan, pengetahuan, kepribadian, cita-cita, kebutuhan, minat, pola-pola dan tempo perkembangan, ciri-ciri jasmaniah, dan latar belakang lingkungan,
3) Kebutuhan individu dalam hal: memperoleh kasih sayang, memperoleh hargadiri, memperoleh penghargaan yang sama, ingin dikenal, memperoleh prestasi dan posisi, untuk dibutuhkan orang lain, merasa bagian dari kelompok, rasa aman dan perlindungan diri, dan untuk memperoleh kemerdekaan diri,
4) Penyesuaian diri dan kelainan tingkah laku,
5) Masalah belajar.
M. Hamdan Bakran Adz-Dzaky (2004) mengklasifikasikan masalah individu termasuk siswa sebagai berikut:
1) Masalah atau kasus yang berhubungan problematika individu dengan Tuhannya
Masalah individu yang berhubungan dengan Tuhannya, ialah kegagalan individu melakukan hubungan secara vertikal dengan Tuhannya; seperti sulit menghadirkan rasa takut, memiliki rasa tidak bersalah atas dosa yang dilakukan, sulit menghadirkan rasa taat, merasa bahwa Tuhan senantiasa mengawasi perilakunya sehingga individu merasa tidak memiliki kebebasan. Dampak semuanya itu adalah timbulnya rasa malas atau enggan melaksanakan ibadah dan sulit untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang dilarang Tuhan dengan hati nurani.
2) Masalah individu dengan dirinya sendiri
Masalah individu berhubungan dengan dirinya sendiri adalah kegagalan bersikap disiplin dan bersahabat dengan hati nurani yang selalu mengajak atau menyeru dan membimbing kepada kebaikan dan kebenaran Tuhannya. Dampaknya adalah muncul sikap was-was, ragu-ragu, berprasangka buruk (su’udzon), rendah motivasi, dan dalam banyak hal tidak mampu bersikap mandiri.
3) Individu dengan lingkungan keluarga
Masalah individu berhubungan dengan lingkungan keluarga misalnya kesulitan atau ketidak mampuan mewujudkan hubungan yang harmonis antara anggota keluarga seperti antara anak dengan ayah dan ibu, adik dengan kakak dan saudara-saudara lainnya. Kondisi ketidak harmonisan dalam keluarga menyebabkan anak merasa tertekan, kurang kasih sayang, dan kurangnya ketauladanan dari kedua orang tua.
4) Individu dengan lingkungan kerja
Masalah individu berhubungan dengan lingkungan kerja misalnya kegagalan individu memilih pekerjaan yang sesuai dengan karakteristik pribadinya, kegagalan dalam meningkatkan prestasi kerja, ketidak mampuan berkomunikasi dengan atasan, rekan kerja, dan kegagalan dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Khususnya siswa, masalah yang berhubungan dengan karier misalnya ketidakmampuan memahami tentang karier, kegagalan memilih karier yang sesuai dengan latar belakang pendidikan dan karakteristik pribadinya.
5) Individu dengan lingkungan sosialnya
Masalah individu yang berhubungan dengan lingkungan sosialnya misalnya ketidakmampuan melakukan penyesuaian diri (adaptasi) baik dengan lingkungan tetangga, sekolah, dan masyarakat atau kegagalan bergaul dengan lingkungan yang beraneka ragam watak, sifat, dan perilaku.
Beberapa contoh masalah-masalah di sekolah yang dikemukakan dalam Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling (halaman 58).
1. Prestasi belajar rendah; di bawah rata-rata; merosot
Gambaran lebih rinci:
- Nilai rapor banyak merahnya;
- Nilai tugas, ulangan dan ujian rendah;
- Dari waktu ke waktu nilai menurun;
- Mendapat peringkat di bawah rata-rata untuk berbagai atau beberapa mata pelajaran;
- Mendapat peringkat di bawah rata-rata dalam satu kelas.
Kemungkinan sebab:
- Tingkat kecerdasan di bawah rata-rata;
- Malas belajar;
- Kurang minat dan perhatian;
- Kekurangan sarana belajar;
- Kekurangan kesempatan, atau waktu untuk belajar;
- Proses belajar-mengajar di sekolah kurang merangsang;
- Suasana sosio-emosional sekolah kurang memungkinkan siswa untuk belajar dengan baik.
Kemungkinan akibat:
- Minat belajar semakin berkurang;
- Tidak naik kelas;
- Dikeluarkan dari sekolah;
- Frustasi yang mendalam;
- Tidak mampu melanjutkan pelajaran;
- Kesulitan mencari kerja.
2. Kurang berminat pada bidang studi tertentu
Gambaran yang lebih rinci:
- Tidak dapat memusatkan perhatian untuk mempelajari materi-materi yang terkait pada bidang studi tersebut;
- Berusaha tidak mengikuti mata pelajaran yang bersangkutan dengan bidang studi tersebut;
- Tidak mengerjakan tugas-tugas dalam mata pelajaran tersebut.
Kemungkinan sebab:
- Tidak memiliki bakat dalam bidang tersebut;
- Lingkungan tidak menyokong untuk pengembangan bidang tersebut;
- Proses belajar mengajar untuk bidang tersebut tidak menyenangkan;
- Dengan guru kurang menyenangkan;
- Siswa sudah berusaha sekuat tenaga, tetapi hasilnya selalu rendah;
- Dorongan dari guru dan sekolah kurang;
- Sarana belajar kurang menunjang;
- Memilih bidang tersebut dari ikut-ikutan, atau dorongan orang tua atau orang lain.
Kemungkinan akibat:
- Pindah jurusan;
- Terjadi ketidaksesuaian antara keinginan orang tua dan pilihan siswa;
- Kegiatan belajar untuk bidang-bidang studi lain menjadi terganggu.
3. Bentrok dengan guru
Gambaran yang lebih rinci:
- Tidak mengikuti pelajaran dengan guru tersebut;
- Tidak mau bertemu dengan guru tersebut;
- Jika bertemu tidak mau menegur guru tersebut;
- Memakai kata-kata ataupun bersikap tidak sopan terhadap guru tersebut;
- Mempengaruhi kawan-kawannya untuk bersikap serupa terhadap guru tersebut.
Kemungkinan sebab:
- Tidak menyukai bidang studi yang diajarkan oleh guru tersebut;
- Siswa berbuat kesalahan dan ketika ditegur oleh guru tersebut siswa tidak mau menerima teguran itu;
- Berwatak pemberang;
- Kurang memahami aturan dan sopan santun yang berlaku di sekolah;
- Aturan dan sopan santun yang berlaku di lingkungan (dan di rumah) berbeda dengan yang berlaku di sekolah.
Kemungkinan akibat:
- Memperoleh nilai “mati” dari guru yang bersangkutan;
- Hubungan dan kegiatan belajar dengan guru-guru lain menjadi terganggu;
- Tidak naik kelas;
- Dikeluarkan dari sekolah.
4. Melanggar tata tertib
Gambaran yang lebih rinci:
- Sejumlah tata tertib sekolah tidak dipatuhi, misalnya: tentang kehadiran di sekolah, baju seragam, tempat duduk dalam kelas, penyelesaian tugas-tugas;
- Pelanggaran tersebut kelihatannya bukan tanpa disengaja;
- Pelanggaran tersebut dilakukan berkali-kali.
Kemungkinan sebab:
- Tidak begitu memahami kegunaan masing-masing aturan atau tata tertib yang berlaku di sekolah, aturan tersebut tidak didiskusikan dengan siswa sehingga siswa hanya terpaksa mengikutinya;
- Siswa yang bersangkutan terbiasa hidup terlalu bebas, baik di rumah maupun di masyarakat;
- Tindakan yang dilakukan terhadap pelanggaran terlalu keras sehingga siswa mereaksi secara tidak wajar (negatif);
- Ciri khusus perkembangan remaja yang agak “sukar diatur” tetapi “belum dapat mengatur diri sendiri”;
- Ketidaksukaan pada mata pelajaran tertentu dilampiaskan pada pelanggaran terhadap tata tertib sekolah.
Kemungkinan akibat:
- Tingkah laku siswa makin tidak terkendali;
- Terjadi kerenggangan hubungan antara guru dan murid;
- Suasana sekolah dirasakan kurang menyenangkan bagi siswa;
- Proses belajar-mengajar terganggu;
- Kegiatan belajar siswa terganggu;
- Nilai rendah;
- Tidak naik kelas, dikeluarkan dari sekolah.
5. Membolos
Gambaran yang lebih rinci:
- Berhari-hari tidak masuk sekolah;
- Tidak masuk sekolah tanpa izin;
- Sering keluar pada jam pelajaran tertentu;
- Tidak masuk kembali setelah minta izin;
- Masuk sekolah berganti hari;
- Mengajak teman-teman untuk keluar pada mata pelajaran yang tidak disenangi;
- Minta izin keluar dengan berpura-pura sakit atau alasan lainnya;
- Mengirimkan surat izin tidak masuk dengan alasan yang dibuat-buat;
- Tidak masuk kelas lagi setelah jam istirahat.
Kemungkinan sebab:
- Tak senang dengan sikap dan perilaku guru;
- Merasa kurang mendapatkan perhatian dari guru;
- Merasa dibeda-bedakan oleh guru;
- Proses belajar-mengajar membosankan;
- Merasa gagal dalam belajar;
- Kurang berminat terhadap mata pelajaran;
- Terpengaruh oleh teman yang suka membolos;
- Takut masuk karena tidak membuat tugas;
- Tidak membayar kewajiban (SPP) tepat pada waktunya.
Kemungkinan akibat:
- Minat terhadap pelajaran akan semakin kurang;
- Gagal dalam ujian;
- Hasil belajar yang diperoleh tidak sesuai dengan potensi yang dimiliki;
- Tidak naik kelas;
- Penguasaan terhadap materi pelajaran tertinggal dari teman-teman lainnya;
- Dikeluarkan dari sekolah.
6. Terlambat masuk sekolah
Gambaran yang lebih rinci:
- Sering tiba di sekolah setelah jam pelajaran dimulai;
- Memakai waktu istirahat melebihi waktu yang ditentukan;
- Sengaja melambat-lambatkan diri masuk kelas meskipun tahu jam pelajaran sudah mulai.
Kemungkinan sebab:
- Jarak antara sekolah dan rumah jauh;
- Kesulitan kendaraan;
- Terlalu banyak kegiatan di rumah, membantu orang tua;
- Terlambat bangun;
- Gangguan kesehatan;
- Tidak menyukai suasana sekolah;
- Tidak menyukai satu atau lebih mata pelajaran;
- Tidak menyiapkan pekerjaan rumah (PR);
- Kurang mempunyai persiapan untuk kegiatan di kelas;
- Terlalu asyik dengan kegiatan di luar sekolah.
Kemungkinan akibat:
- Nilai rendah;
- Tidak naik kelas;
- Hubungan dengan guru terganggu;
- Hubungan dengan kawan sekelas terganggu;
- Kegiatan di luar sekolah tidak terkendali.
7. Pendiam
Gambaran yang lebih rinci:
- Kurang mau berbicara atau bertegur sapa;
- Kurang akrab terhadap teman atau guru;
- Tidak ceria.
Kemungkinan sebab:
- Berwatak introvert;
- Kurang sehat;
- Mengalami gangguan dengan organ bicara;
- Malu atau takut kepada orang lain;
- Merasa tidak perlu atau tidak ada gunanya berbicara;
- Mengalami kesulitan bahasa;
- Sedang dirundung kesedihan atau suasana emosional lainnya yang cukup dalam.
Kemungkinan akibat:
- Tidak disukai kawan dan pergaulan terganggu;
- Kurang mampu mengembangkan penalaran melalui komunikasi lisan.
8. Kesulitan alat pelajaran
Gambaran yang lebih rinci:
- Tidak memiliki buku-buku untuk berbagai mata pelajaran;
- Tidak cukup memiliki buku dan alat-alat tulis;
- Tidak mampu membeli alat-alat pelajaran, seperti alat-alat untuk praktek berbagai mata pelajaran.
Kemungkinan sebab:
- Orang tua tidak mampu;
- Pemboros sehingga uang yang tersedia untuk alat-alat pelajaran terbelanjakan untuk yang lain;
- Kurang akrab dengan kawan sehingga tidak dapat meminjam alat pelajaran yang diperlukan dari kawan;
- Tidak mengetahui tersedianya dan cara memanfaatkan sumber belajar yang ada (misalnya perpustakaan);
- Kurang rapi dan teliti sehingga alat-alat pelajaran yang dimiliki lekas rusak atau hilang.
Kemungkinan akibat:
- Tertinggal dalam pelajaran;
- Tugas-tugas tidak selesai;
- Nilai rendah;
- Semangat belajar menurun.
9. Bertengkar atau berkelahi
Gambaran yang lebih rinci:
- Sering salah paham dengan kawan;
- Sombong;
- Memperolokkan, mengejek dan menantang orang lain;
- Tidak mau dilarang;
- Ditakuti kawan-kawannya;
- Tidak mau menerima pendapat orang lain;
- Membentuk “kliek keras” yang tindakannya merugikan siswa-siswa yang lemah.
Kemungkinan sebab:
- Pengendalian diri kurang;
- Mau menang sendiri;
- Merasa jagoan;
- Hiperaktif;
- Suasana rumah yang keras atau sebaliknya terlampau memberi hati (permisif).
Kemungkinan akibat:
- Tidak disukai kawan dan guru;
- Luka;
- Melalaikan pelajaran;
- Nilai rendah;
- Tidak naik kelas;
- Berurusan dengan polisi;
- Dikeluarkan dari sekolah.
10. Sukar menyesuaikan diri
Gambaran yang lebih rinci:
- Sering terjadi salah paham dengan kawan;
- Sombong atau tinggi hati;
- Suka membanding-bandingkan dan menjelekkan orag lain;
- Tidak mau menerima pendapat orang lain;
- Curiga dan kurang percaya pada orang lain;
- Pergaulan sangat terbatas.
Kemungkinan sebab:
- Mau menang sendiri;
- Memiliki standar yang berbeda dengan standar yang ada;
- Banyak mengalami kekecewaan dalam berhubungan dengan orang lain;
- Terlalu lama bergaul dengan sekelompok orang dalam suasana tertentu;
- Suasana keluarga terlalu keras.
Kemungkinan akibat:
- Sosialitas kurang berkembang sehingga kurang mendapat keuntungan dari pergaulannya dengan orang lain;
- Tidak dapat mengambil manfaat dari lingkungan demi pengembangan dirinya.
B. Pendekatan-pendekatan Umum dalam Bimbingan dan Konseling
Dilihat dari pendekatan bimbingan, bimbingan itu dibagi menjadi 4 pendekatan yaitu :
1. Pendekatan Krisis
Pendekatan krisis adalah upaya bimbingan yang diarahkan kepada individu yang mengalami krisis atau masalah. Bimbingan bertujuan untuk mengatasi krisis atau masalah-masalah yang dialami individu. Dalam pendekatan krisis ini, guru BK menunggu siswa yang datang, selanjutnya mereka memberikan bantuan sesuai dengan masalah yang dirasakan siswa.
2. Pendekatan Remedial
Pendekatan remedial adalah upaya bimbinngan yang diarahkan kepada individu yang mengalami kesulitan. Tujuan bimbingan adalah untuk memperbaiki kesulitan-kesulitan yang dialami individu. Dalam pendekatan ini guru BK memfokuskan pada kelemahan-kelemahan individu yang selanjutnya berupaya untuk memperbaikinya.
3. Pendekatan Preventif
Pendekatan preventif adalah upaya bimbingan yang diarahkan untuk mengantisipasi masalah-masalah umum individu dan mencoba jangan sampai terjadi masalah tersebut pada individu. Guru BK berupaya untuk mengajarkan pengetahuan dan keterampilan untuk mencegah masalah tersebut pada individu .
4. Pendekatan Perkembangan
Visi bimbingan dan konseling adalah edukatif , pengembangan, dan outreach. Edukatif karena titik berat kepedulian bimbingan dan konseling terletak pada pencegahan dan pengembangan, bukan pada korektif atau terapeutik. Pengembangan, karena titik sentral tujuan bimbingan dan konseling adalah perkembangan optimal dan strategi upaya pokoknya ialah memberikan kemudahan perkembangan. Outreach, karena target populasi layanan bimbingan dan konseling tidak terbatas kepada individu bermasalah dan dilakukan secara individual tetapi meliputi ragam dimensi (masalah, target intervensi, setting, metode, lama waktu layanan) dalam rentang yang cukup lebar. Teknik yang digunakan dalam bimbingan dan konseling perkembangan adalah pembelajaran, pertukaran informasi, bermain peran, tutorial, dan konseling (Muro and Kottman, 1995:5)
C. Strategi Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling
Istilah strategi berasal dari kata benda strategos, merupakan gabungan kata stratos (militer) dengan ago (memimpin). Sebagai kata kerja, stratego berarti merencanakan (to plan). Menurut kamus The American Herritage Dictionary (1976: 1273) (Nurihsan, 2007: 9) dikemukakan bahwa ‘strategy is the scince or art of military command as applied to overall planning and conduct of large-scale combat operations’. Selanjutnya, dikemukakan pula bahwa strategi adalah ‘the art or skill of using stratagems (a military manoeuvre) designed to deceive or surprise an enemy in politics, business, courtships, or the like’.
Strategi bimbingan dan konseling dapat berupa konseling individual, konsultasi, konseling kelompok, bimbingan kelompok, dan pengajaran remedial, bimbingan klasikal, dan strategi terintegrasi.
1. Konseling Individual
Konseling individual adalah proses belajar melalui hubungan khusus secara pribadi dalam wawancara antara guru BK dan siswa. Siswa yang mengalami masalah pribadi yang sulit atau tidak bisa diselesaikan sendiri, kemudian meminta bantuan kepada guru BK sebagai petugas yang profesional dalam jabatannya dengan pengetahuan dan keterampilan psikologi. Dalam konseling diharapkan siswa dapat mengubah sikap, keputusan diri sendiri sehingga ia dapat lebih baik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan memberikan kesejahteraan pada diri sendiri dan masyarakat di sekitarnya.
Secara umum Nurihsan (2007) membagi proses konseling individual ke dalam tiga tahapan yaitu:
a) Tahap Awal Konseling
Yang dilakukan guru BK dalam proses konseling tahap awal adalah sebagai berikut: 1) Membangun hubungan konseling dengan melibatkan siswa yang mengalami masalah,2)Memperjelas dan mendefinisikan masalah, 3) Membuat penjajakan alternatif bantuan untuk mengatasi masalah, 4)Menegosiasikan kontrak
b) Tahap Pertengehan Konseling (Tahap Kerja)
Adapun tujuan pada tahap pertengahan ini adalah sebagai berikut: 1) Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah serta kepedulian siswa dan lingkungannya dalam mengatasi masalah tersebut. 2)Menjaga agar hubungan konseling selalu terpelihara. 3)Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak.
c) Tahap Akhir Konseling
Cavanagh (Nurihsan, 2007: 15) menyebut tahap ini dengan istilah termination. Pada tahap ini, konseling ditandai oleh beberapa hal berikut ini.
1) Menurunnya kecemasan siswa. Hal ini diketahui setelah guru BK menanyakan keadaan kecemasannya.
2) Adanya perubahan perilaku yang jelas ke arah yang lebih positif, sehat, dan dinamik.
3) Adanya tujuan hidup yang jelas di masa yang akan datang dengan program yang jelas pula.
4) Terjadinya perubahan sikap positif terhadap masalah yang dialaminya, dapat mengoreksi diri dan meniadakan sikap yang suka menyalahkan dunia luar, seperti orang tua, teman, dan keadaan yang tidak menguntungkan.
Tujuan tahap akhir ini adalah : 1) Terjadinya transfer of learning pada diri siswa; 2)Melaksanakan perubahan perilaku siswa agar mampu mengatasi masalahnya; dan 2)Mengakhiri hubungan konseling.
2. Konsultasi
Pengertian konsultasi dalam program bimbingan dipandang sebagai suatu proses menyediakan bantuan teknis untuk guru, orang tua, administrator, dan guru BK lainnya dalam mengidentifikasi dan memperbaiki masalah yang membatasi efektivitas siswa atau sekolah.
Menurut Nurihsan (2007) ada delapan tujuan konsultasi, yaitu:
a) Mengembangkan dan menyempurnakan lingkungan belajar bagi siswa, orang tua, dan administrator sekolah;
b) Menyempurnakan komunikasi dengan mengembangkan informasi diantara orang yang penting;
c) Mengajak bersama pribadi yang memiliki peranan dan fungsi yang bermacam-macam untuk menyempurnakan lingkungan belajar;
d) Memperluas layanan dari para ahli;
e) Memperluas layanan pendidikan dari guru dan administrator;
f) Membantu orang lain bagaimana belajar tentang perilaku;
g) Menciptakan suatu lingkungan yang berisi semua komponen lingukngan belajar yang baik;
h) Menggerakkan organisasi yang mandiri;
Langkah proses konsultasi menurut Nurihsan (2007) yaitu:
a) Menumbuhkan hubungan berdasarkan komunikasi dan perhatian pada siswa;
b) Menentukan diagnosis atau sebuah hipotesis kerja sebagai rencana kegiatan;
c) Mengembangkan motivasi untuk melaksanakan kegiatan;
d) Melakukan pemecahan masalah;
e) Melakukan alternatif lain apabila masalah belum terpecahkan.
3. Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan pada diri siswa. Isi kegiatan bimbingan kelompok terdiri atas penyampaian informasi yang berkenaan dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan masalah sosial yang tidak disajikan dalam bentuk pelajaran.
Penyelenggaraan bimbingan kelompok, menurut Nurihsan (2007) antara lain:
a) Langkah Awal
Langkah awal diselenggarakan dalam rangka pembentukan kelompok sampai dengan mengumpulkan para peserta yang siap melaksanakn kegiatan kelompok.
b) Perencanaan Kegiatan
Perencanaan kegiatan bimbingan kelompok meliputi penetapan: Materi layanan, tujuan yang ingin dicapai, sasaran kegiatan, bahan atau sumber bahan untuk bimbingan kelompok, rencana penilaian, dan waktu dan tempat.
c) Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan yang telah direncanakan itu selanjutnya dilaksanakan melalui kegiatan sebagai berikut.
1) Persiapan menyeluruh yang meliputi persiapan fisik (tempat dan kelengkapannya), persiapan bahan, persiapan keterampilan, dan persiapan administrasi.
2) Pelaksanaan tahap-tahap kegiatan.
• Tahap pertama: pembentukan, temanya pengenalan, pelibatan dan pemasukan diri.
• Tahap kedua: peralihan.
• Tahap ketiga: kegiatan.
d) Evaluasi Kegiatan
Penilaian terhadap bimbingan kelompok lebih bersifat penilaian “dalam proses”, yang dapat dilakukan melalui:
1) Mengamati partisipasi dan aktivitas peserta selama kegiatan berlangsung;
2) Mengungkapkan pemahaman peserta atas materi yang dibahas;
3) Mengungkapkan kegunaan bimbingan kelompok bagi mereka dan perolehan mereka sebagai hasil dari keikutsertaan mereka;
4) Mengungkapkan minat dan sikap mereka tentang kemungkinan kegiatan lanjutan; dan
5) Mengungkapkan kelancaran proses dab suasana penyelenggaraan bimbingan kelompok.
e) Analisis dan Tindak Lanjut
Perlu dikaji apakah hasil-hasil pembahasan dan atau pemecahan masalah yang sudah dilakukan sedalam atau setuntas mungkin, atau sebenarnya masih ada aspek-aspek penting yang belum dijangkau dalam pembahasan.
4. Konseling Kelompok
Konseling kelompok merupakan upaya bantuan kepada siswa dalam rangka memberikan kemudahan dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Selain bersifat pencegahan, konseling kelompok dapat pula bersifat penyembuhan.
Prosedur konseling kelompok, terdiri dari:
a) tahap pembentukan, dengan temanya pengenalan, perlibatan, dan pemasukan diri;
b) tahap peralihan, dengan temanya pembangunan jembatan antara tahap pertama dan tahap ketiga;
c) tahap kegiatan, dengan temanya kegiatan pencapaian tujuan;
d) tahap pengakhiran, dengan temanya penilaian dan tindak lanjut.
5. Pengajaran Remedial
Pengajaran remedial merupakan salah satu tahap kegiatan utama dalam keseluruhan kerangka pola layanan bimbingan belajar, serta merupakan rangkaian kegiatan lanjutan logis dari usaha diagnostik kesulitan belajar mengajar. prosedur remedial tersebut, menurut Nurihsan (2007) dapat digambarkan sebagai berikut: a) Diagnostik kesulitan belajar-mengajar, rekomendasi/referral, penelaahan kembali kasus, pilihan alternatif tindakan, layanan konseling, pelaksanaan pengajaran remedial, pengukuran kembali hasil belajar-mengajar, reevalusai/rediagnostik, tugas tambahan, hasil yang diharapkan.
6. Bimbingan Klasikal
Menurut Sudrajat, bimbingan klasikal termasuk ke dalam strategi untuk layanan dasar bimbingan. Layanan dasar diperuntukkan bagi semua siswa. Hal ini berarti bahwa dalam peluncuran program yang telah dirancang, menuntut guru BK untuk melakukan kontak langsung dengan para siswa di kelas. Layanan orientasi pada umumnya dilaksanakan pada awal pelajaran, yang diperuntukan bagi para siswa baru, sehingga memiliki pengetahuan yang utuh tentang sekolah yang dimasukinya. Layanan informasi untuk bimbingan klasikal dapat mempergunakan jam pengembangan diri. Agar semua siswa terlayani kegiatan bimbingan klasikal perlu terjadwalkan secara pasti untuk semua kelas.
DAFTAR PUSTAKA
Asto. (2014). Mengatasi masalah peserta didik melalui layanan konseling individual. [online]. Tersedia di http://seindah-akhlak-islam.blogspot.com/2014/02/mengatasi-masalah-peserta-didik-melalui.html?m=1. [diakses pada tanggal 07 April 2015]
Bakran Adz Dzaky, M.H. (2004). Konseling dan psikoterapi islam (penerapan metode sufistik). Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.
Manrihu, M.T. (1988). Pengantar bimbingan dan konseling karir. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Nurihsan, A.J. (2007). Strategi layanan & bimbingan konseling. Bandung: PT. Refika Aditama.
Prayitno & Erman A. (2004). Dasar-dasar bimbingan dan konseling. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sudrajat, A. (2010). Strategi pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. [Online]. Tersedia di
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/02/03/strategi-pelaksanaan-layanan-bimbingan-dan-konseling/ [diakses pada tanggal 02 April 2015]
Tohirin. (2007). Bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah (berbasis integrasi). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Yusuf, S. & Nurihsan, A.J. (2008). Landasan bimbingan dan konseling. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar